Koran ”Kompas” edisi 9 September 2022 menampilkan dua versi halaman muka. Satu dengan foto utama pencarian korban kecelakaan pesawat latih TNI AL. Satunya lagi menampilkan foto Ratu Elizabeth II. Kok, bisa?
Oleh
YUNIADHI AGUNG, M HERNOWO
·5 menit baca
Pukul 23.00 adalah waktu santai ”nasional” bagi kru Desk Foto Kompas yang bertugas. Biasanya pada saat itu, foto-foto untuk koran Kompas yang akan terbit keesokan harinya sudah lengkap terpasang di semua halaman. Demikian pula pada Kamis (8/9/2022) malam.
Namun, ada yang hilang malam itu. ”Ritual” teriakan yel-yel tanda persiapan pulang tak berkumandang seperti biasanya. Tak ada pekik ”Oke oce” dari Mas Kelik, penyelaras visual. Ruang redaksi di lantai 5 Menara Kompas tetap hening dan bertambah hening karena sebagian besar penghuninya sudah pulang satu per satu.
”Oke oce” yang dipinjam dari jargon mantan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno adalah teriakan khas Mas Kelik untuk menandai selesainya pekerjaan menggarap foto untuk terbitan koran esok hari.
Biasanya yang lain akan menimpali tak kalah lantang sehingga teriakan berkali-kali itu lama-lama mirip yel-yel saat pelatihan militer. Selepas berteriak, kami pun akan tersenyum lega lantas mengemasi barang dan bersiap pulang.
Malam itu, meski foto utama di halaman depan koran telah terpasang, kami masih tetap berjaga-jaga. Sebab, muncul kabar bahwa kondisi kesehatan Ratu Elizabeth II tengah kritis.
Akibatnya, meski pekerjaan sudah selesai, semua terlihat tetap serius. Tim Redaksi berjaga-jaga untuk menurunkan beritanya jika terjadi sesuatu pada sang Ratu Inggris tersebut. Saya kemudian bertanya kepada Mas M Hernowo, Wakil Redaktur Pelaksana yang bertugas malam itu, saat ia mendatangi Desk Foto.
Sambil menikmati tempe goreng kemebul yang baru saja diangkat dari penggorengan oleh Mas Kelik, Mas Hernowo berpesan untuk menunggu perkembangan hingga pukul 00.00 sebelum kemudian naik cetak.
Namun, hingga batas waktu yang ditetapkan ternyata belum ada perkembangan terbaru tentang kondisi sang ratu. Proses cetak koran pun dimulai dan kami bisa pulang ke rumah masing-masing.
Betapa terkejutnya ketika di layar televisi yang muncul justru gambar layar besar di Stadion Letzigrund, Zurich, Swiss, yang menayangkan foto Ratu Elizabeth II dengan tulisan di bagian bawah, ’In Memoriam Her Majesty Queen Elizabeth II 1926-2022’.
Tiba di rumah pukul 00.35, usai bersih-bersih tubuh, saya buru-buru menyalakan televisi untuk menonton pertandingan Liga Eropa antara FC Zuerich dan Arsenal.
Betapa terkejutnya ketika di layar televisi yang muncul justru gambar layar besar di Stadion Letzigrund, Zurich, Swiss, yang menayangkan foto Ratu Elizabeth II dengan tulisan di bagian bawah, In Memoriam Her Majesty Queen Elizabeth II 1926-2022. Lah, sudah meninggal, batin saya.
Segera saya menghubungi Mas Hernowo yang saat saya telepon tampaknya sedang makan karena terdengar seperti berbicara dengan mulut penuh. ”Oke tunggu dulu ya,” ujar Mas Hernowo.
Rupanya, saat itu Mas Hernowo tengah makan di daerah Pejompongan bersama Ponco (Editor Desk Politik dan Hukum), Pandu (Manajer Visual), dan Novan (Desainer Infografik).
”Setelah menerima telepon, saya ganti menghubungi Mas Gandi (Bagian Produksi) yang sedang dalam perjalanan pulang untuk tanya ke percetakan tentang posisi koran yang telah dicetak,” kisah Hernowo, Sabtu (10/9/2022).
Setelah mendapat informasi, Mas Hernowo kembali meminta Mas Gandi, kali ini untuk menyampaikan kepada percetakan agar menghentikan proses cetak sementara waktu.
Menurut Hernowo, koran yang sudah tercetak akan tetap diedarkan, sedangkan yang belum nantinya akan memakai foto utama halaman 1 yang diganti. Ia dan kawan-kawan kemudian bergegas kembali ke kantor.
Dalam kondisi seperti itu, satu-satunya pilihan adalah membuatstop pressdan menghentikan proses cetak koran yang sedang berlangsung. Langkah ini ditempuh jika terjadi peristiwa besar tetapi telah masuk waktu cetak.
Biasanya akan dibuat tulisan pendek saja tentang peristiwa tersebut atau seperti yang kali ini dilakukan, mengganti foto utama di halaman muka. Dengan demikian, akan ada edisi dengan dua versi tampilan muka.
Proses distribusi koran tetap berjalan normal sesuai urutan pengiriman sehingga akan ada kawasan yang memperoleh edisi stop press, dan kawasan lainnya mendapatkan edisi sebelum stop press.
Dengan keputusan stop press itu, saya segera mengontak tim foto yang sudah berada di rumah. Periset foto, Ade, dan penyelaras visual, Koko, segera memberi kabar siap kembali bekerja, meski sebelumnya saat saya telepon Koko sebenarnya sudah tidur. Bagaimanapun kami harus siap melakukan tugas.
Semua pekerjaan dilakukan dari jarak jauh. Saya membuka saluran kantor berita asing untuk memilih foto Ratu Elizabeth yang tersedia. Setelah pengeditan selesai, foto lalu dikirim untuk ditata di halaman. Semua proses itu berakhir pukul 01.12.
Di kantor, Mas Hernowo dan kawan-kawan bertemu dengan Mbak Dewi Indriastuti (Manajer Produksi) yang sedang mengecek keterangan foto Ratu Elizabeth yang kami kirimkan. Mbak Dewi lalu berkoordinasi dengan Mas Josie (Editor Desk Internasional) dan Mas Didik (Penyelaras Bahasa) yang dengan sigap mengedit dan mengecek ulang keterangan foto dari rumah masing-masing.
Jadilah foto Ratu Elizabeth II yang tersenyum dan melambaikan tangan dalam balutan busana hijau menggantikan foto utama sebelumnya, yakni pencarian korban kecelakaan pesawat Bonanza milik TNI AL.
Setelah semuanya beres, Mas Gandi yang juga kembali lagi ke kanto, mengirimkan versi terbaru halaman 1 ke percetakan. Ia juga menghubungi tim Teknologi Informasi untuk mengganti halaman 1 e-paper dengan yang baru.
Di tengah proses itu, Mas Josie membuat berita lengkapnya dan segera muncul di Kompas.id. Ia lalu membagikan link-nya ke sejumlah grup Whatsapp.
Berita tersebut tak sempat dimunculkan di koran karena proses untuk memasukkannya ke halaman 1 butuh waktu lama. Sementara proses cetak tak bisa ditunda lebih lama lagi.
Keesokan harinya, hadirnya Kompas dalam ”dua versi” itu sempat menarik perhatian pembaca. ”Punya saya yang ratu. Yang benar yang mana?” kata seorang pembaca di media sosial. Seorang pembaca di Surabaya berfoto dengan koran bergambar kapal.
Seorang sutradara terkenal membagikan foto yang menampilkan kedua koran dan memberi apresiasi positif. Tak sedikit yang sengaja mencari kedua versi koran untuk dijadikan koleksi karena langka terjadi.
Bagi saya pribadi, ini pengalaman berharga karena baru pertama kali ini menangani stop press dan belum tentu mengalaminya lagi. Sungguh hari yang luar biasa.