Saat masuk ke kamar mandi, saya terkejut melihat lubang air yang terbuka. Tutupnya telah bergeser hingga lebih dari 30 sentimeter. Berbagai pertanyaan dan spekulasi muncul di benak. Apakah ada tamu tak diundang?
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
Setelah seharian keliling meliput tentang kedaulatan rupiah di tapal batas RI-Malaysia, saya kembali ke hotel. Ini adalah hari kedua saya menginap di hotel ini, Sabtu (16/7/2022).
Saat masuk ke kamar mandinya, saya terkejut ketika melihat lubang air yang terbuka. Tutupnya telah bergeser hingga lebih dari 30 sentimeter. Berbagai pertanyaan dan spekulasi muncul di benak. Adakah tamu tak diundang yang masuk ke kamar yang saya huni ini?
Sebelumnya, setelah hampir dua tahun tidak bertugas ke luar daerah, kantor menugaskan saya untuk liputan khusus dalam rangka HUT RI, yakni terkait penggunaan uang rupiah di perbatasan, tepatnya di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
Saya berangkat dari Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tempat sehari-hari bertugas pada Kamis (14/7/2022), dan tiba di Sebatik pada Jumat sore.
Perjalanan dimulai dengan menumpang Bus Efisiensi menuju Yogyakarta International Airport dilanjutkan terbang menuju Tarakan setelah sebelumnya transit di Makassar.
Baru 36 jam kemudian saya tiba di Pulau Sebatik karena harus menginap semalam dulu di Tarakan sebelum melanjutkan perjalanan dengan speedboat selama 2,5 jam.
Di Sebatik, saya menginap di kamar hotel berukuran 8 meter x 7 meter yang dindingnya bercat biru dongker. Hotel itu masuk wilayah Desa Sungai Nyamuk. Sepertinya namanya, Sungai Nyamuk, daerah itu dipenuhi serangga berdengung itu. Tak terkecuali di kamar hotel yang sebenarnya dilengkapi fasilitas pendingin udara.
Kamar hotelnya sendiri cukup nyaman. Selain AC, tersedia pula fasilitas televisi dan penghangat air untuk mandi meski alirannya kecil. Namun, lantai kamar mandinya tidak rata. Ada bagian yang agak cekung sehingga menyisakan genangan setiap kali usai mandi.
Saya kembali melihat ke lubang air yang menganga tadi. Saya ingat betul, terakhir ke kamar mandi, lubang itu tertutup rapat. Saya menduga, kamar ini dimasuki petugas untuk membersihkan atau setidaknya membuang air genangan di lantai kamar mandi.
Namun, jika memang ada orang yang masuk untuk membersihkan, mengapa keset di depan kamar mandi tidak kembali rapi alias tetap berantakan seperti saat saya tinggalkan?
Selain itu, di lantai kamar tetap ada jejak pasir dan tanah bekas alas kaki saya. Jadi, dugaan saya ini pun gugur. Kalau memang ada petugas yang membersihkan, seharusnya keset ikut dirapikan dan lantai kamar disapu bersih.
Dugaan lain, ada orang yang bermaksud jahat masuk ke kamar. Saya segera mengecek laptop dan sejumlah uang yang saya tinggalkan di dalam kamar. Ternyata masih ada dan aman. Dugaan ini juga gugur.
Dugaan ketiga cukup bikin merinding. Kamar ini kemungkinan dimasuki binatang, tikus, ular, atau lainnya. Saya jadi khawatir jangan-jangan saat tidur nanti, kaki atau badan digerayangi tikus atau malah dibelai binatang melata itu. Tiba-tiba perasaan saya dihinggapi kecemasan.
Baru pada hari ketiga atau Minggu (17/7/2022), muncul petunjuk. Pagi-pagi benar ketika saya hendak membuka bekal oat untuk sarapan, terlihat lubang bergerigi di plastik kemasannya.
Butir-butir remahan pun jatuh berhamburan. Wah, parah. Ini pasti ulah tikus, batin saya. Jengkel karena bekal yang masih lumayan banyak itu disikat tikus, saya langsung membuangnya ke tempat sampah.
Akhirnya saya berangkat dengan perut kosong. Bersama rekan fotografer, Raditya Helabumi, kami pergi meliput suasana Pasar Aji Kuning. Pukul 06.00 kami sudah berangkat karena pukul 09.00 sudah harus di dermaga untuk bersiap ke Tarakan.
Jarak ke Aji Kuning hanya sekitar 7 kilometer tetapi kontur jalannya berbukit. Di tengah perjalanan, ketika hendak menaiki tanjakan pertama, sepeda motor sewaan yang kami kendarai itu tiba-tiba kehilangan tenaga, mesinnya mati.
Waduh, ini sepeda motor kenapa. Mesin tidak mau menyala meski tombol starter tangan sudah ditekan dalam-dalam. Lalu saya mencoba menyalakan mesin dengan tuas kaki. Puji Tuhan, mesin menyala dan motor bisa kembali berjalan.
Setelah jalan turun, kami langsung disambut tanjakan kedua, tepatnya sebelum Tugu Perbatasan Garuda Perkasa. Di sana, motor bertarif sewa Rp 120.000 per hari itu mati lagi mesinnya. Kali ini tuas kaki pun tak mempan. Sepertinya ada yang tak beres dengan mesinnya.
Karena tidak ada bengkel di dekat lokasi mogok, apalagi waktu sudah hampir pukul 07.00, kami pun segera menghubungi tempat penyewaan sepeda motor. Sekitar 30 menit kemudian, datang Roby dari tempat penyewaan.
Dia lalu mendorong sepeda motor mogok itu menuju bengkel yang berlokasi di dekat hotel. Sepeda motor yang ia bawa ganti diserahkan kepada kami untuk dipakai menuju Aji Kuning.
Liputan tentang penggunaan rupiah dan ringgit di pasar akhirnya selesai pukul 08.30. Buru-buru kami sempatkan sarapan lalu kembali ke hotel untuk beberes dan check-out.
Sebelum ke dermaga, kami singgah membeli oleh-oleh. Baik orang di Tarakan maupun para narasumber di Sebatik akan menjawab, ”Milo”, saat ditanya oleh-oleh wajib dari sana.
Padahal, Milo itu produksi negara tetangga. Minuman itu memang jadi menu wajib di warung atau rumah makan setempat. Katanya, Milo dari Malaysia ini lebih enak dibandingkan produk serupa di Tanah Air. Namun, setelah saya cicipi, rasanya sama saja. Atau mungkin lidah saya yang tidak peka?
Pukul 09.05, kami tiba di Dermaga Sungai Nyamuk dan bersiap menyeberang ke Tarakan dengan speedboat. Setelah menempuh rute kebalikan saat berangkat, akhirnya saya tiba kembali di Purwokerto pada Selasa (19/7/2022) pukul 00.04 WIB.
Saya bersyukur mendapat kesempatan bertugas di ujung utara Indonesia ini. Bisa membantu menyampaikan harapan warga untuk ikut merasakan hasil pembangunan di negeri ini, membawa kebahagiaan tersendiri. Meskipun untuk menjalaninya, harus mengalami ”drama” misteri lubang air yang menganga dengan pelaku tikus got yang tergoda aroma oat.