Di tengah kesibukan liputan, wartawan ”Kompas”, Priyombodo, memotret fenomena yang kontras, yaitu anak-anak bermain di selokan, di depan Plaza Indonesia. Foto itu tidak dimuat koran ”Kompas”, tapi viral di media sosial.
Oleh
PRIYOMBODO
·6 menit baca
Siapa yang menyangka, bahkan saya pribadi tidak berfikir, foto anak-anak bermain air di got di depan mal di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, yang saya rekam itu akan viral dan menjadi perbincangan netizen di jagat maya. Bahkan, foto itu pun saya unggah ke akun Instagram pribadi @priyombodo pada hari minggu (4/4/2021), atau tepat sehari setelah foto itu saya rekam.
Foto itu awalnya saya unggah ke insta story karena formatnya yang vertikal. Namun, kemudian saya berfikir ulang, jika hanya di insta story tidak ada ruang buat menuliskan caption atau keterangan foto mengenai momen tersebut. Lalu kemudian, foto yang sama dengan format yang sama tanpa editing bahkan crooping itu saya unggah ulang di feed Instagram dengan menyertakan keterangan foto yang berbunyi ”Jakarta Selow—Sebuah realita urban ketika anak-anak kota bermain di selokan tepat di depan sebuah pusat perbelanjaan di jantung ibu kota di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Sabtu (3/4/2021)”.
Foto itu berawal dari rencana liputan harian yang muncul seketika. Waktu itu hari Sabtu dan kebetulan jadwal saya piket liputan lapangan. Seperti biasa, setiap akhir pekan hampir tidak ada kegiatan menarik untuk diliput, terlebih lagi di masa pandemi.
Dibutuhkan kreativitas fotografer untuk berpikir terkait isu aktual melalui foto-foto ficer yang menarik. Sabtu itu merupakan libur akhir pekan yang berbarengan dengan libur panjang Paskah. Lantas saya berpikir, memotret aktivitas masyarakat di sepanjang jalan protokol Sudirman-Thamrin mungkin menarik.
Maklum, setelah kawasan jalan protokol itu ditata dengan pedesteriannya yang luas, serta banyak tempat untuk berfoto, banyak warga terutama kalangan remaja yang berswafoto pada sore hari. Lantas, setelah menyelesaikan liputan di Stasiun Manggarai, saya menuju Kawasan Bundaran Hotel Indonesia dan memarkir sepeda motor saya di belakang pos polisi, tempat bagi teman-teman pewarta foto kumpul.
Lalu saya berjalan menyusuri Jalan MH Thamrin dengan membawa kamera. Saya mulai memotret aktivitas warga. Mulai dari sepasang lansia yang duduk di bangku di jalur pedestrian, remaja yang tengah asyik shooting video di halte bus, hingga warga yang hilir-mudik menyeberang jalan. Saya pun ikut menyeberang dan terus menyusuri jalan MH Thamrin tepat di depan Hotel Hyatt.
Ramai sekali warga yang hilir-mudik dan kumpul-kumpul. Walaupun dengan menggunakan masker, dalam hati saya bergumam, ini kondisinya sudah normal lagi tidak seperti awal-awal pandemi dulu. Sekarang orang-orang sudah percaya diri untuk keluar rumah.
Awalnya, saya berencana menyusuri jalan MH Thamrin hingga masuk ke Grand Indonesia. Namun, setelah melewati pos satpam di depan Plaza Indonesia tepat di seberang Grand Indonesia, saya melihat kaki anak-anak dari balik tanaman lee kwan yew yang menjuntai ke got. Saya sempat menunggu beberapa dari antara mereka keluar.
Bahkan, saya sempat menyapa, ”Ngapainlu, boy?” Alih-alih menjawab pertanyaan tadi, mereka justru girang melihat saya berkalungkan kamera dan mereka minta difoto. ”Bang foto, Bang,” kata mereka sambil berpose.
Saya sempat memotret polah mereka sebentar. Namun, tiba-tiba ada orang dewasa di pinggir got yang muncul, lantas saya bertanya tetang apa kegiatan mereka di got. Dia menjawab, anak-anak lagi cari belut itu. Setelah sempat ngobrol sebentar, lantas saya melanjutkan memotret keceriaan mereka bermain air di dalam got.
Bagi saya, aktivitas mereka dengan latar belakang pusat perbelanjaan elite itu sangat kontras. Apalagi, tepat di atasnya ada nama mal tersebut. Pasti orang langsung paham ketika melihat foto ini nanti. Cukup lama saya motret anak-anak tersebut, ada sekitar 10 menit. Karena posisi anak-anak yang berada di bawah dalam got dan gedung yang tinggi, sangat sulit menggabungkannya bila diambil dengan format foto horizontal.
Saya coba mundur beberapa Langkah untuk dapat merekam itu semua. Namun, tetap tidak mendapat feel-nya. Ketika saya mundur terlalu jauh untuk mendapatkan tulisan nama mal, anak-anak justru semakin tampak kecil. Akhirnya, format foto vertikal adalah yang paling tepat untuk merekam semuanya dalam satu frame foto.
Sayangnya, format vertikal biasanya tidak terlalu cocok untuk format website sehingga ketika foto vertikal itu saya kirimkan ke kantor, foto itu tidak mendapat tempat. Beberapa pejalan kaki yang melintas tampak tersenyum-senyum melihat kelakuan anak-anak itu, tidak sedikit dari mereka yang juga turut memotret dengan HP mereka. Selain memotret dengan kamera DSLR, saya juga sempat memotret dengan kamera HP untuk stok foto dan perbandingan.
Setelah selesai motret anak-anak tersebut, lantas saya kembali menyusuri Jalan MH Thamrin dan sempat mengabadikan beberapa aktivitas warga.
Keesokan harinya, sehari setelah foto-foto itu saya kirim ke kantor, saya iseng mengunggah momen anak-anak berenang di got itu yang ada di HP saya ke akun Instagram. Saya selalu mengunggah hasil kerjaan saya sehari setelah saya kirim ke kantor.
Maksudnya adalah memberikan ekslusivitas kepada Kompas. Jika lewat sehari atau lebih, baru saya berani mengunggahnya di akun pribadi untuk berbagi di media sosial. Hal serupa juga dilakukan beberapa teman fotografer di harian Kompas. Karena harian Kompas wujudnya koran, butuh waktu sehari kemudian untuk terbit.
Jadi kami selalu sabar menunggu. Jika sudah terbit di koran, kami baru bisa menanyangkannya di akun medsos masing-masing. Saya menyebutnya yesterday images alias gambar kemarin yang momennya sudah lewat.
Tidak disangka foto yang terlambat sehari itu mendapat banyak respons positif dari warganet. Di antaranya teman lama yang pernah jadi narasumber bersama di sebuah acara fotografi, seorang instagramer, mas Boy dengan akun IG-nya @boylagi berkomentar ”Gokil” dan menanyangkan ulang atau repost foto tersebut. Juga beberapa teman melakukan hal yang sama dengan repost di Instastory mereka.
Tidak berhenti di situ, keesokan harinya, Senin pagi saya menerima banyak DM yang intinya minta izin untuk me-repost foto tersebut dengan tetap mencantumkan sumbernya. Saya pribadi tidak masalah selama meminta izin dan tetap mencantumkan kredit dan sumber aslinya.
Selanjutnya, foto anak-anak yang bermain di got di depan mal tersebut menuai like dan repost dari banyak akun. Tidak berhenti di Instagram, foto tersebut juga menyebar ke Twitter. Bahkan ada yang mengedit foto tersebut layaknya poster film Parasite yang merupakan film pemenang piala Oscar 2020 yang mengangkat cerita soal kesenjangan sosial di Seoul, Korea Selatan.
Pesan-pesan minta izin repost foto tersebut terus mengalir. Juga komentar dari para netizen. Ada yang menilai kebahagiaan itu sederhana, ada yang melihatnya sebagai kesenjangan sosial, ada yang terheran-heran dengan air gotnya yang jernih, sampai ada yang cc ke akun Presiden Joko Widodo hingga akun Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Melihat itu semua, saya hanya bisa tersenyum, sambil bergumam sebuah foto yang sudah dilengkapi dengan keterangan foto pun kalau sudah viral di medos bisa menimbulkan banyak interpretasi dan itu sah-sah saja.