Pesta pernikahan putra sulung betul-betul kami gelar dengan sederhana dan merakyat. Di tiap meja tamu tersaji air kendi, singkong rebus, dan singkong goreng.
Oleh
Marta Mahardika
·4 menit baca
Istriku sangat fanatik mendukung Presiden yang gemar bikin pencitraan populis. Di matanya, Presiden betul-betul merakyat dan karena itu layak dijadikan teladan.
Misalnya, ketika Presiden menggelar pesta pernikahan putra sulungnya, menu murahan sate kere ikut dihidangkan untuk tamu-tamu undangan yang mayoritas terdiri dari pejabat-pejabat tinggi, pengusaha-pengusaha kaya raya, dan tokoh-tokoh masyarakat yang notabene sangat terhormat.
Selain itu, suatu ketika Presiden memilih minum air kendi dalam suatu acara bersama kepala daerah dan tokoh masyarakat. Seperti yang bisa dilihat di TV dan koran-koran, semua kepala daerah dan tokoh masyarakat yang hadir tampak senang saat melihat Presiden menenggak air kendi dengan cara diangkat tinggi-tinggi di atas mulutnya yang terbuka.
Air kendi adalah simbol kesederhanaan rakyat kecil di pelosok desa-desa.
”Kita harus meniru kesederhanaan Presiden, Pak. Di pesta pernikahan putra sulung kita nanti, air kendi harus kita hidangkan di atas semua meja tamu, biar semua tamu menenggak air kendi. Dengan cara itu kita bisa ikut memopulerkan air kendi lagi.” Istriku bicara mantap di ruang keluarga, ketika kami mendiskusikan hal-hal terkait pesta pernikahan putra sulung yang akan kami gelar pertengahan bulan depan.
”Saya tidak setuju, Bu. Malu rasanya kalau kita menghidangkan air kendi di pesta nanti,” tukasku.
”Tak usah malu, Pak. Presiden saja tidak malu menenggak air kendi?!” Istriku masih ngotot.
”Sudahlah, Bu. Jangan sekali-sekali rakyat kecil seperti kita meniru Presiden. Kita bisa malu dan dipermalukan, kalau sampai ikut-ikutan bikin pencitraan populis yang wagu.” Aku pun ngotot mempertahankan sikap.
”Begini saja, Pak. Kita tetap menghidangkan minuman ringan, seperti jus buah, teh manis, es krim. Selain itu kita juga menghidangkan air kendi di setiap meja tamu sebagai pajangan saja. Tapi kalau ternyata ada tamu yang ingin mencoba minum air kendi, itu haknya dan itulah yang kuharapkan.” Ternyata istriku tetap ngotot ingin menghidangkan air kendi di pesta nanti.
Terpaksa aku mengalah. Toh bukan melulu air kendi yang dihidangkan. Bisa jadi tamu-tamu yang datang nanti akan menganggap kendi yang berisi air hanya hiasan meja saja, semacam pelengkap dekorasi. Dan, kalau toh nanti ada tamu yang mencoba menenggak air kendi, tak apalah karena air kendi memang untuk ditenggak.
Istriku tampak lega melihatku menyetujui keinginannya itu. Lalu, istriku menyatakan akan menyajikan singkong rebus dan singkong goreng di setiap meja tamu sebagai hiasan pula, tapi kalau ada tamu yang ternyata mau mencicipinya ya terserah saja.
”Dengan adanya air kendi, singkong rebus dan singkong goreng, lengkap sudah kesan sederhana dan merakyat akan betul-betul terwujud, Pak.” Ujar istriku dengan wajah ceria.
”Dasar pendukung fanatik Presiden!” geramku kesal. Kubayangkan akan banyak tamu menggerutu melihat singkong rebus dan singkong goreng di pesta nanti. Kalaupun nanti ada tamu yang mencoba mencicipinya lalu memuji bahwa singkongnya lezat, pasti hanya sekadar nyolu agar kami sebagai tuan rumah merasa senang.
***
Pesta pernikahan putra sulung betul-betul kami gelar dengan sederhana dan merakyat. Di tiap meja tamu tersaji air kendi, singkong rebus dan singkong goreng. Selain itu, ada meja dengan menu soto ayam, sate kambing dan bakso, serta aneka minuman ringan yang sudah lazim tersaji di pesta-pesta pernikahan.
Aku dan istriku berdiri di panggung mendampingi pengantin dan besan untuk menerima jabatan tangan dan ucapan selamat dan doa restu dari tamu-tamu yang hadir. Sesekali aku melihat ke arah kursi-kursi yang sudah diduduki tamu.
Kulihat ada satu dua tamu mencoba menenggak air kendi dengan tersenyum-senyum. Tampak juga beberapa tamu yang mencoba mencicipi singkong rebus dan singkong goreng sekali gigit kemudian dibuang di bawah meja.
Banyak tamu hadir juga membawa anak kecil. Namanya anak kecil, begitu melihat kendi berisi air langsung dibuat mainan. Air kendi dikucurkan ke badan hingga membasahi pakaian. Ketika ibunya melarang malah air kendi dikucurkan ke paha ibunya hingga basah kuyub. Si ibu marah lalu mencubit anaknya. Si anak yang dicubit menangis sambil membanting kendi yang dipegangnya.
Ada anak kecil tampak sengaja melemparkan sepotong singkong rebus ke anak lain, lalu saling lempar hingga sama-sama menangis.
Aku betul-betul kaget ketika tiba-tiba melihat ada anak kecil berdiri di atas kursi lalu memegang kendi dan membantingnya di atas meja hingga pecah berkeping-keping dan airnya muncrat menyiram wajah ayah ibunya dan tamu-tamu lain.
Aku betul-betul sangat malu ketika mendengar ada tamu menggerutu dan bahkan mengumpat: ”Sialan betul tuan rumah! Air kendi saja dihidangkan di pesta. Pasti maunya ingin ikut-ikutan bikin pencitraan populis!”
***
Joglo Pilar Papat, 2021
Marta Mahardika. Kelahiran 10 Mei 1993.
Banyak menulis prosa, esai, puisi, feature,
dan peneliti kebudayaan di Skala Prioritas Institute.