Beban Ekologis IKN
Perlu pengaturan dan kebijakan yang ketat untuk mengendalikan jumlah penduduk dan menjaga lingkungan di IKN nanti. Ini penting untuk menjaga harmoni daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ideal.
Ibu kota negara (IKN) yang disebut Presiden Jokowi sebagai Nusantara, setelah terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN, menampakkan sosoknya ke arah mana kota tersebut akan dibangun. Luas wilayah IKN yang terletak di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ini mencapai 256.143 hektar (ha). Wilayah IKN terdiri dari tiga wilayah perencanaan, yakni Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) yang merupakan bagian dari Kawasan IKN (KIKN) seluas 6.671 ha, KIKN seluas 56.181 ha, dan Kawasan Pengembangan IKN (KP IKN) seluas 199.962 ha (Kompas, 24/2/2022).
IKN dibangun dengan konsep kota pintar, kota hutan, dan kota spons. Kota pintar salah satunya mencakup akses dan mobilitas. Presiden Jokowi menyebut IKN sebagai kota 10 menit, artinya untuk menempuh dari satu titik ke titik lain membutuhkan waktu sekitar 10 menit, dengan 80 persen transportasi publik. Presiden menginginkan agar transportasi di IKN nanti tidak menggunakan kendaraan berbahan bakar fosil, bisa menggunakan bahan bakar dengan energi listrik atau bio nabati.
Kota hutan dipilih karena IKN berlokasi di wilayah yang di dalamnya terdapat kawasan hutan dan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Dalam konsep Bappenas, IKN dibangun dan dikembangkan hanya menggunakan 20 persen kawasan lahan yang ada, sisanya akan dipertahankan sebagai kawasan hijau berupa kawasan hutan. IKN Nusantara juga bagian dari komitmen Indonesia dalam penanggulangan perubahan iklim dengan pengurangan temperatur 2 derajat. Sementara kota spons memiliki sistem perairan sirkuler yang menggabungkan arsitektur, desain tata kota, infrastruktur, dan prinsip keberlanjutan.
Baca juga: Ibu kota Baru Berbasis ”Smart City”
Dalam perspektif lingkungan, kota hutan, dan kota spons adalah kondisi lingkungan ideal yang diharapkan agar beban ekologis yang ditanggung IKN Nusantara ini tidak melebihi batas toleransi daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Ibu kota negara saat ini, Kota Jakarta, mempunyai beban ekologis yang luar biasa berat.
Daya dukung dan daya tampung wilayah Kota Jakarta sudah jauh di atas batas toleransi yang diperkenankan. Akibatnya, masalah lingkungan, seperti banjir, kekurangan air bersih, sampah, kemacetan selalu muncul setiap tahun tanpa ada solusi yang tuntas. Kepadatan, mobilitas, dan migrasi penduduk tampaknya menjadi salah satu pemicu dan faktor varibel yang sangat menentukan beban ekologis dan lingkungan bagi perkembangan suatu kota seperti IKN Nusantara nanti.
Bagaimana beban ekologis dan lingkungan IKN Nusantara nanti? Apakah kondisi eksisting tata guna lahan dan ketersedian air yang ada mampu mendukung beban ekologis yang ada. Berapa besar daya tampung ideal IKN bagi penduduk penghuni IKN nanti. Masalah-masalah sosial apa saja yang akan timbul dengan adanya IKN Nusantara.
Eksisting tata guna lahan IKN
Dalam rapat kerja Komisi IV DPR dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), (Kamis, 17/2/2022), Menteri LHK menjelaskan bahwa berdasarkan kawasan fungsi hutan, wilayah IKN terdiri dari hutan produksi terbatas 1 persen, hutan produksi yang dapat dikonversi 16 persen, hutan produksi biasa 17 persen, hutan konservasi 25 persen, dan areal penggunaan lain (APL) 41 persen. Berdasarkan peta tutupan lahan skala 1 : 5000 tahun 2019, KIKN yang masih berhutan seluas 42,31 persen (hutan lahan kering 38,95 persen, hutan mangrove 2,15 persen, dan hutan rawa gambut 1,21 persen), semak belukar dan tanah kosong 13,74 persen, perkebunan 29,18 persen, tanaman campuran dan tegalan/ladang 8,97 persen. Sisanya berupa sawah, padang rumput, pertambangan, dan sebagainya dengan luas rata-rata di bawah 1 persen.
KLHK telah melakukan proses alih fungsi lahan hutan produksi biasa menjadi hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 41.493 ha pada 2019. Kawasan hutan ini yang akan menjadi KIKN melalui proses pelepasan kawasan hutan menjadi APL dan akan dilakukan atas usul otorita IKN.
Secara legal formal, KIKN sudah siap dan tidak menjadi masalah karena kawasan tersebut adalah bekas HTI yang tidak ada konflik tenurial. Tutupan hutannya pun secara ekologis masih sangat memadai, yakni 42,31 persen. Sebagai kota yang mengusung konsep kota hutan (forest city) dan berbasis lingkungan yang sesedikit mungkin atau tidak ada penebangan hutan, luas tutupan hutan 42,31 persen ini dirasa belum cukup dan harus ditingkatkan lagi menjadi 70–80 persen.
Secara legal formal, KIKN sudah siap dan tidak menjadi masalah karena kawasan tersebut adalah bekas HTI yang tidak ada konflik tenurial.
KLHK telah mengantisipasi dengan penanaman pohon serta mempercepat program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) di KIKN dan kawasan pengembangan IKN. Selain kegiatan RHL reguler seluas 1.500 ha setiap tahun, untuk mendukung pembangunan IKN dilakukan percepatan RHL pada 2023 dan 2024 masing-masing seluas 15.000 ha. Untuk itu, KLHK sedang membangun persemaian modern seluas 120 ha di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara, yang mampu menyiapkan dan memproduksi 15.000.000 bibit berkualitas tinggi setiap tahun dan diharapkan tahun 2023 sudah dapat berproduksi.
Untuk mempertahankan keanekaragaman hayati di KIKN yang sebarannya meliputi Tahura Bukit Soeharto, kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Samboja, tutupan hutan dan kawasan buffer zone hutan lindung Sungai Wain, Teluk Balikpapan, Hutan Mangrove Kelurahan Mentawir, IUPHHK PT Inhutani II Batu Amapar-Mentawir, serta IUPHHK- HT PT ITCI Hutan Manunggal, maka KLHK telah menyiapkan koridor-koridor satwa. Desain koridor disiapkan berdasarkan tutupan hutannya, yakni hutan sekunder, semak belukar, hutan tanaman, areal terbuka, serta jalan pengelolaan, termasuk jalan underpass dan flyover.
Daya dukung dan daya tampung
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyebut bahwa dari luas KIKN 256.143 ha, hanya 20 persen lahan atau 51.228 ha yang akan digunakan sebagai areal built up (area pembangunan). Bahkan, dari area 20 persen tersebut, hanya 70 persen yang akan menjadi pusat bangunan, sisanya menjadi areal publik, seperti taman dan tempat olahraga. Sesuai masterplan, pemerintah akan menyiapkan 75 persen KIKN sebagai area hijau, baik untuk kawasan konservasi, lahan pertanian, kawasan hutan produksi, perlindungan terhadap kawasan bawaan, ekosistem bakau, perlindungan, hingga area perikanan.
Mengenai penduduk, tahun 2019 Bappenas membuat dua skenario tentang pemindahan aparatur sipil negara (ASN) ke IKN yang baru. Skenario pertama dengan estimasi biaya Rp 446 triliun akan terjadi pemindahan 195.550 ASN sehingga total jumlah penduduk ibu kota akan menjadi 1,5 juta orang, termasuk keluarga, perangkat pendukung, dan pelaku ekonomi. Skenario kedua dengan right-sizing, estimasi biaya Rp 323 triliun, sebanyak 111.510 ASN akan dipindahkan ke IKN sehingga total jumlah penduduk mencapai 870.000 orang.
Sebagai IKN yang baru, Kota Nusantara sebagaimana juga Kota Jakarta mempunyai magnet yang kuat bagi peduduk untuk migrasi ke sana, tidak hanya penduduk di provinsi lain, tetapi juga penduduk di daerah penyangga (hinterland). Secara langsung ataupun tidak langsung pelaku ekonomi di Jakarta yang terkait dengan pemerintahan pusat secara otomatis juga akan ikut hijrah ke IKN baru.
Dalam tempo lima tahun setelah pemindahan tahap awal (2022-2024) diperkirakan jumlah penduduk IKN Nusantara dapat tembus lebih dari 2 juta jiwa.
Dalam tempo lima tahun setelah pemindahan tahap awal (2022-2024), diperkirakan jumlah penduduk IKN Nusantara dapat tembus lebih dari 2 juta jiwa. Bandingkan dengan jumlah penduduk kota-kota besar di Pulau Kalimantan saat ini, seperti Samarinda (825.949 jiwa), Banjarmasin (700.869 jiwa), Pontianak (646.661 jiwa), dan Palangkaraya (281.096 jiwa). Sementara kota-kota terpadat penduduk di Indonesia adalah Jakarta (10,56 juta jiwa), Surabaya (2,87 juta jiwa), Medan (2,44 juta jiwa), Bandung (2,44 juta jiwa), Semarang (1,65 juta jiwa), dan Makassar (1,51 juta jiwa).
Kurun waktu 2024-2029, dengan meningkatnya jumlah penduduk di kawasan IKN baru meski kepadatan penduduknya per kilometer persegi masih di bawah batas toleransi, daya dukung lingkungannya perlu diwaspadai, khususnya ketersediaan air bersih. Dalam sejarah terbentuknya kota-kota di dunia ataupun di Indonesia, hanya ada dua cara tumbuh dan berkembangnya suatu kota, yakni di pesisir dan di pinggir muara sungai serta laut atau di pedalaman tetapi terletak di pinggir sungai. Posisi ini dimungkinkan karena menyangkut ketersediaan air bersih untuk kepentingan warganya.
Meski IKN Nusantara dipilih karena diklaim sebagai lokasi yang aman dan minim acaman bencana, kedudukan KIKN ini jauh dari sungai besar ataupun pesisir pantai yang menjadi muara sungai. Sungai besar di Kaltim adalah Sungai Mahakam yang hulunya berada di wilayah Kabupaten Kutai dan Kutai Barat, sementara hilirnya membelah Kota Samarinda dan bermuara ke laut bagian utara di atas (posisi dalam peta) kawasan IKN.
Dalam konsep kota spons, IKN memiliki perairan sirkular, yang berarti ketersediaan air bersih disiapkan berdasarkan cadangan air dari pembuatan danau besar dan embung-embung penampung air yang diproses secara recycling (daur ulang) dengan bantuan teknologi. Sistem dan teknologi ini telah digunakan sejak lama oleh Singapura yang tidak punya sumber air dan sungai. Selama ini kebutuhan air bersih di Singapura selain mengandalkan recycling air limbah juga mengandalkan teknologi desalinasi, yakni proses pengolahan air laut menjadi air tawar.
Meski IKN Nusantara dipilih karena diklaim sebagai lokasi yang aman dan minim acaman bencana, kedudukan KIKN ini jauh dari sungai besar ataupun pesisir pantai yang menjadi muara sungai.
Konsep recycling sumber daya air tawar dapat dilaksanakan dengan baik oleh Pemerintah Singapura karena pertumbuhan jumlah penduduknya dapat dikendalikan dengan ketat. Selain itu, kesadaraan lingkungan warganya dan kedisiplinan serta kepatuhan pada regulasi sangat tinggi. Apabila ada orang yang melanggar akan dikenai denda/sanksi dengan membayar uang dalam jumlah yang cukup besar. Bagaimana dengan IKN baru, apakah sistem yang digunakan Pemerintah Singapura dapat dilakukan di IKN yang baru nanti? Mestinya harus bisa.
Sebagai IKN, Kota Nusantara harus mempunyai kekhususan dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Laju pertumbuhan jumlah penduduk di IKN juga harus mampu dikendalikan, dengan membuat regulasi yang khusus pula, siapa saja yang boleh dan tidak boleh tinggal dan bermukim di IKN.
Baca juga: Peran Strategis IKN Nusantara
Ketersediaan dan cadangan air tanah yang cukup bagi IKN—yang tidak mempunyai sumber air dari daerah hulu karena tidak ada sungai utama yang menjadi tempat tangkapan air hujan (catchment area)—menjadi satu-satunya cara yang dapat dilakukan. Untuk mempertahankan cadangan air tanah yang cukup pada saat musim kemarau, tidak ada kata lain selain mempertahankan dan meningkatkan kawasan hutan yang ada melalui penanaman pohon. Kebijakan IKN mempertahankan 75 persen area hijau adalah sangat tepat untuk mengurangi dan memperkecil beban ekologis, khususnya ketersediaan air tawar.
Mumpung belum terlambat, pengaturan dan kebijakan yang ketat memang diperlukan, tidak saja melalui regulasi yang baik, tetapi juga harus mampu merangsang kesadaran masyarakat akan lingkungan dalam rangka tetap menjaga harmoni daya dukung dan daya tampung lingkungan yang ideal. Semoga.
Pramono Dwi Susetyo, Pernah Bekerja di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan