Isu lingkungan mendapat atensi dari PDI-P. Partai politik ini kian intens menggaungkan politik hijau untuk mendorong perlindungan terhadap lingkungan. Tantangannya ada pada implementasi di tataran kebijakan.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
Sejumlah petinggi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan turun gunung ke 15 lokasi wilayah di DKI Jakarta, Minggu (9/1/2022) pagi. Di antaranya ada Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPP PDI-P yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Basarah, Ketua DPP PDI-P yang juga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, serta Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat.
Di lokasi yang berbeda, masing-masing dari mereka menanam pohon. Seusai menanam pohon, mereka tak segan untuk ikut menyapu areal taman bersama puluhan kader lain. Aksi tersebut menjadi bagian dari rangkaian peringatan hari ulang tahun ke-49 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
”Politik itu bukan di awang-awang. Politik itu bersentuhan di kehidupan rakyat. Enggak ada artinya kita punya tatanan demokrasi yang begitu baik, tetapi kehidupan kita sehari-hari tidak memperhatikan aspek-aspek kebersihan lingkungan,” ujar Hasto di sela-sela kegiatan penanaman pohon di Kanal Banjir Timur, Jakarta Timur.
Perayaan puncak HUT partai berlambang banteng itu akan jatuh pada Senin (10/1/2022). Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri akan membuka perayaan puncak. Presiden Joko Widodo juga direncanakan akan ikut hadir.
Pentingnya merawat tanaman dan menjaga lingkungan sebenarnya sudah sejak lama disampaikan oleh Megawati, tepatnya pada akhir 2013 di sekitaran Kali Ciliwung, Jakarta Timur. Kala itu, Megawati tengah meninjau program konservasi Kali Ciliwung bersama Presiden Joko Widodo yang kala itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Tak hanya itu, Megawati juga menegaskan kembali pesannya tersebut dengan mengusung tema politik hijau pada saat pengumuman pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang diusung PDI-P di pemilihan kepala daerah serentak 2018. Harapannya, gerakan menanam pohon juga diikuti oleh semua kader, dari pusat hingga anak ranting.
Hasto mengungkapkan, kekhawatiran Megawati sangat beralasan karena banyak negara saat itu telah ramai membicarakan kerusakan lingkungan. Kekhawatiran itu semakin nyata saat dunia dilanda pandemi Covid-19. Defisit pangan menjadi salah satu yang tak terhindarkan.
”Seluruh kegiatan menanam semakin dipantau oleh Bu Mega. Selain instruksi-instruksi detail, juga dikeluarkan buku-buku khusus untuk membangun kesadaran merawat pertiwi dan menanam tanaman yang bisa dimakan,” ucap Hasto.
Partai negara
Secara filosofis, Ahmad Basarah memandang, PDI-P dibangun bukan semata-mata sebagai partai elektoral, yang mana hanya bekerja di tengah rakyat setiap ada pemilu. Namun, lanjut Basarah, PDI-P telah diajarkan oleh Megawati agar menjadi partai negara.
Artinya, partai memiliki urusan yang sama dengan urusan negara. Urusan negara itu bukan hanya urusan politik, melainkan urusan kemanusiaan, penghijauan, dan kerukunan umat beragama.
”Banyak aspek, multidimensional dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, kegiatan penghijauan kami ini hanya salah satu bentuk dari penjabaran kami atas doktrin kepartaian kami sebagai partai negara, bukan partai elektoral,” tutur Basarah.
Ia melanjutkan, jika partai hanya menjadi partai elektoral, partai akan berpikir elitis. Partai tidak akan berpikir pada substansi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
”Buat apa kami menang elektoral, kami menang pemilu, demokrasi kita bagus, tetapi lingkungan kita buruk. Jadi, kesehatan itu bukan hanya kesehatan demokrasi, tetapi juga kesehatan lingkungan dan kesehatan kehidupan kemanusiaan kita,” kata Basarah.
Kenyataannya, menurut Basarah, kerja nyata partai bagi rakyat akan memengaruhi perolehan elektoral partai. Ia menyebut, perolehan suara PDI-P selama dua pemilu secara berturut-turut terus naik.
Pada Pemilu 2014, perolehan suara PDI-P mencapai 18,95 persen dengan 109 kursi DPR. Perolehan suara PDI-P kemudian meningkat menjadi 19,33 persen pada Pemilu 2019, dengan 128 kursi DPR.
Sejauh ini, dari sejumlah survei, PDI-P masih berada di posisi puncak. Pada survei Litbang Kompas pada Oktober 2021 misalnya, elektabilitas PDI-P masih tertinggi, yakni 19,1 persen dengan margin of error +/- 2,8 persen. Di posisi kedua ada Gerindra (8,8 persen), dan diikuti Golkar (7,3 persen).
Saat ini, menjelang Pemilu 2024, sejumlah nama kader PDI-P mulai mencuat, salah satunya dalam Pemilihan Presiden 2024. Lambat laun, dukungan demi dukungan bermunculan tak hanya dari sukarelawan, tetapi juga dari kader dan pengurus parpol.
Wakil Ketua DPC PDI-P Purworejo, Jawa Tengah, Albertus Sumbogo, misalnya, pada Oktober 2021 mendeklarasikan dukungan terhadap Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Langkah politik Sumbogo itu membuat sebagian pengurus dan kader PDI-P meradang. Dukungan itu dianggap mendahului arahan Megawati. Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto sempat menyebut kelompok Sumbogo dengan sebutan celeng.
Namun, menurut Basarah, hal itu tidak pernah sampai menimbulkan gejolak di internal partai. Ia menilai, partai tetap dalam situasi teduh. Sebab, semua pihak menyadari keputusan final ada di tangan Megawati sebagai pemegang mandataris kongres.
”Jadi, sebenarnya kalau orang luar melihat bahwa ada dugaan ada gejolak, ada konflik, itu pandangan orang luar. Tetapi, kami di dalam biasa-biasa saja. Lihat saja nanti, pada akhirnya, sistem kepartaian kami dan kultur kepartaian kami akan menjawab apa yang diduga oleh publik eksternal sebagai suatu gejolak itu tidak pernah ada,” ucap Basarah.
Implementasi kebijakan
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta Arya Fernandes mengapresiasi gagasan politik hijau yang diangkat PDI-P. Menurut dia, ke depan, isu lingkungan akan semakin strategis karena tak hanya relevan di tingkat regional, tetapi juga global.
”Jadi, saya kira ke depan, gagasan politik hijau harus menjadi isu yang dibicarakan secara serius oleh partai karena tantangan kerusakan alam di dalam negeri sangat berat,” kata Arya.
Dia mengingatkan agar jangan sampai gerakan politik hijau ini insidental atau formalitas belaka. Menurut dia, partai melalui kadernya yang menjabat di pemerintahan juga harus mengimplementasikan konsep politik hijau ke dalam kebijakan-kebijakan.
Arya juga melihat, saat ini kaum muda sudah mulai tertarik untuk membicarakan isu-isu lingkungan. Mereka kerap mendapat pemberitaan mengenai isu lingkungan, entah itu yang terjadi di dalam negeri, maupun luar negeri. Atas dasar itu, bukan tidak mungkin, partai yang memberikan perhatian pada lingkungan akan menjadi sasaran pilihan mereka.
”Itu bisa menjadi satu narasi yang membuat mereka tertarik,” ucap Arya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Nasional Zenzi Suhadi juga merespons positif elite politik yang mulai fokus pada isu lingkungan. Artinya, mereka mulai sadar terhadap pentingnya menjaga lingkungan dalam kehidupan manusia.
Namun, seperti Arya, ia berharap tindakan itu diwujudkan secara nyata di dalam kebijakan. ”Elite politik harus menyadari bahwasanya kerusakan lingkungan di Indonesia, kerusakan hutan di Indonesia, itu bukan diawali oleh cangkul, melainkan diawali oleh pena,” ujarnya.
Ia berharap, pimpinan partai untuk mampu menerjemahkan kepedulian lingkungan itu menjadi gerakan peduli lingkungan di Indonesia. Sebab, jika gerakan peduli lingkungan itu tidak bisa diterjemahkan, yang muncul hanya sekadar pencitraan politik. Persoalan lingkungan pun tak akan terjawab.
”Penderitaan rakyat itu nyata, bencana ekologis nyata, maka saya menantang, kepedulian lingkungan elite ini menjadi gerakan peduli lingkungan yang nyata juga,” kata Zenzi.