Tak Terpengaruh Bursa Capres, Kader PDI-P Solid Tunggu Keputusan Megawati
Dukung mendukung bakal calon presiden yang mulai marak belakangan ini tak menggoyahkan komitmen para kader PDI-P. Para pengurus daerah PDI-P baru akan bergerak setelah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri menetapkan capres.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meneguhkan soliditas dan ketaatan pada hak prerogatif ketua umum dalam memilih calon presiden dan wakil presiden. Namun, para kader PDI-P perlu mengingat bahwa pada Pemilu Presiden 2014, kemenangan tak hanya diraih karena soliditas partai, tetapi juga tingginya elektabilitas calon presiden yang diusung.
Ketaatan terhadap keputusan pemberian hak prerogatif kepada Ketua Umum Megawati Soekarnoputri diungkapkan beberapa Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P dalam Rapat Koordinasi Pra Rapat Kerja Nasional di Gedung Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, yang diselenggarakan Sabtu hingga Minggu (31/10/2021).
Dalam rakor yang merupakan bagian dari persiapan pemenangan pemilu dan pemilihan presiden 2024 tersebut ditegaskan kembali bahwa terkait pencalonan capres dan cawapres merupakan hak prerogatif Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Karena itu, para pengurus dan kader tak akan terpengaruh dengan maraknya deklarasi capres-cawapres belakangan ini.
Ketua DPD PDI-P Provinsi Aceh Muslahuddin Daud, dalam keterangan tertulis, mengatakan, keputusan mengenai itu merupakan hak prerogatif Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
”Hal yang penting tugas kita adalah siapkan struktur dan gerak pemenangan. Sebagai petugas partai, kami siap melaksanakan instruksi agar di lapangan kami siap melaksanakan pemenangan,” kata Muslahuddin.
Sementara, Ketua DPD PDI-P Nusa Tenggara Barat Rachmat Hidayat mengatakan, saat ini fokus melaksanakan instruksi Dewan Pimpinan Pusat PDI-P untuk mengonsolidasikan seluruh struktur dan kader. Terkait isu capres-cawapres, Rachmat menilai bahwa itu adalah isu yang sengaja digaungkan pihak tertentu untuk mengganggu konsolidasi PDI-P.
”Kami pastikan kami tak terganggu isu capres-cawapres. PDI Perjuangan biasa menghadapi yang begitu-begitu. Yang lebih keras saja bisa kami hadapi, contoh 27 Juli kami hadapi. Kalau berusaha diadu domba dengan isu capres itu biasa. Mereka ingin ganggu kami karena kami besar,” ujar Rachmat.
Hal senada diungkapkan Ketua DPD PDI-P Sulawesi Selatan Andi Ridwan Wittiri. Menurut Andi, rakor prarakernas ini merupakan ajang konsolidasi struktur dan lapangan. Adapun mengenai capres-cawapres, Andi menegaskan bahwa hal itu adalah keputusan Ketua Umum PDI-P.
”Bagi kami, sesuai pengalaman-pengalaman sebelumnya, kalau struktur dan lapangan siap, siapa pun capres-cawapresnya, kami berjuang dengan penuh keyakinan untuk menang. Jadi, itu alasannya kami tegak lurus menjalankan perintah ketua umum melakukan konsolidasi khususnya melalui pendidikan politik dan kaderisasi,” kata Andi.
Ketua DPD PDI-P Jawa Barat Ono Surono menambahkan, soal capres-cawapres tidak lebih penting dari konsolidasi struktur, mesin partai, dan pengorganisasian rakyat. Selain itu, belajar dari pengalaman Pilpres 2014, Megawati memutuskan mengusung Joko Widodo sebagai capres sekitar enam bulan sebelum pemungutan suara pilpres. ”Kami pastikan, sukarelawan di Jabar hanya akan dibentuk setelah keputusan capres-cawapres diambil oleh ibu ketua umum,” tuturnya.
Menanggapi pendapat para ketua DPD tersebut, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto berpandangan bahwa pernyataan itu membuktikan soliditas seluruh kader dan struktur partainya di pusat dan daerah. Mengutip pesan Megawati, kepercayaan rakyat adalah hal yang utama, bukan pencitraan tokoh tertentu.
Untuk merebut kepercayaan rakyat, hal yang diperlukan adalah konsolidasi dan pengorganisasian masyarakat akar rumput secara langsung. ”Itulah kunci kemenangan kita di 2024,” kata Hasto.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya berpandangan, konstelasi yang terjadi di internal PDI-P saat ini seperti mengulang peristiwa menjelang Pilpres 2014. Saat itu orang bertanya-tanya mengenai pencalonan capres, yakni antara Megawati Soekarnoputri yang mewakili nama besar Bung Karno sekaligus tokoh sentral di PDI-P atau Joko Widodo yang mewakili kekuatan elektoral pada saat itu. Akhirnya Megawati memilih Jokowi.
”Sebetulnya, pro dan kontra di PDI-P itu bukan pertama kali terjadi. Kita akan terus menyaksikan pernyataan tentang konsolidasi dan hak prerogatif Ketua Umum PDI-P karena memang partai ini tersentralisasi dalam satu sosok, yaitu Ibu Mega, dan para kader akan sangat berhati-hati meski mungkin secara pribadi punya jagoannya masing-masing,” katanya.
Menurut Yunarto, dalam melihat dinamika di internal PDI-P, hal yang menarik justru ungkapan Hasto mengenai sosok capres-cawapres yang bakal diusung pada Pilpres 2024 akan ditentukan Megawati setelah melakukan kontemplasi. Pernyataan mengenai kontemplasi itu jelas memperlihatkan Megawati sebagai patron sekaligus menyiratkan bahwa dia merupakan sosok ”darah biru” dalam partai berlambang kepala banteng tersebut.
Namun, lanjut Yunarto, pemilu juga perlu dipahami dengan pendekatan kekuasaan yang berorientasi pada kemenangan. Dengan demikian, yang dilihat adalah peluang untuk menang. Kemenangan PDI-P di Pemilu 2014 dipastikan juga dijadikan pembelajaran, terutama dalam memilih capres.
”Namun, apakah kalau menggunakan logika pendekatan kekuasaan ini maka Ibu Mega akan lebih memilih, semisal Ganjar Pranowo? Ya, belum tentu juga. Dulu Ibu Mega memilih Ahok meski saat itu dia belum jadi kader PDI-P,” tutur Yunarto.
Dari pengalaman tersebut, menurut Yunarto, masih ada variabel lain dalam menentukan sosok capres-cawapres PDI-P ke depan, yakni loyalitas. Hal itu dapat dilihat dari kepatuhan kader terhadap perintah Ketua Umum PDI-P untuk tidak mengeluarkan pernyataan mengenai isu capres dan cawapres saat ini. Selain itu, sosok tersebut juga akan dilihat kinerjanya dalam waktu ke depan.
Masih ada variabel lain dalam menentukan sosok capres-cawapres PDI-P ke depan, yakni loyalitas.
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, akan kecil kemungkinan Ketua Umum PDI-P mencalonkan sosok capres-cawapres jauh-jauh hari. Sebaliknya, akan sangat mungkin Megawati menentukan capres mendekati pilpres, termasuk untuk memberi kesempatan bagi kader dengan elektabilias rendah untuk membuktikan diri.
Terkait dengan dinamika PDI-P saat ini, Yunarto menilai perbedaan yang terjadi di internal partai belum sekeras pada 2014 yang bermuara pada perpecahan. Namun, pro dan kontra ini perlu dikelola atau tidak dibiarkan agar tidak ada pihak lain di luar partai yang memanfaatkannya.
Berkaca dari Pilpres dan Pileg 2014, PDI-P dapat menjadi partai pemenang ketika dapat mengombinasikan antara soliditas partai, ideologi partai, dengan calon yang tepat dan diterima publik. Namun, PDI-P diharapkan tidak besar kepala. Sebab, jika hanya mengandalkan soliditas dan ideologi, PDI-P akan gagal sebagaimana terjadi pada Pemilu 2004 dan 2009.
Mantapkan pemenangan Pemilu
Sementara seusai pelaksanaan rakor pra-rakernas, Hasto menjelaskan, kegiatan yang dilaksanakan bersama seluruh pengurus partai tingkat provinsi itu menghasilkan ikhtiar bersama untuk memantapkan kerja pemenangan menuju Pemilu 2024. Di akhir sesi, setelah melakukan evaluasi konsolidasi lapangan, sejumlah lembaga eksternal diminta untuk memaparkan hasil survei atas kondisi sosial politik di Indonesia dan kondisi partai politik, tak terkecuali PDI-P.
Menurut Hasto, hasil survei tersebut merupakan instrumen. Namun, yang lebih penting adalah gerak kolektivitas partai dalam menghadapi segala kondisi. Hasil survei tersebut akan membantu untuk menganalisis situasi yang ada. Dengan demikian, hal yang dinilai kurang akan diperbaiki.
”Hasil survei bersifat dinamis dan menjadi pengingat bagi kita agar tak di-ninabobokan oleh elektoral yang tinggi sebagai wujud kepercayaan rakyat bahwa selalu ada perbaikan yang harus kita lakukan. Skala prioritas partai adalah berjuang bersama Presiden Jokowi untuk membangun sinergi koneksitas, terutama di dalam program penguatan perekonomian rakyat,” tuturnya.
Hasto mengakui, hasil survei dan laporan akan menjadi dasar dalam melihat sebuah persoalan. Dengan demikian, saat rakernas yang direncanakan diadakan pada 1-3 Desember mendatang, pembahasan akan lebih terarah dan mampu menghasilkan rumusan trategi bagi gerak partai ke depan. Hal itu penting untuk memantapkan kerja partai sekaligus memperluas basis massa partai dalam menyongsong pemilu pada 2024.