Capres PDI-P Bukan Asal Deklarasi, Tunggu Momentum
Pengumuman capres-cawapres dari PDI-P memerlukan pertimbangan yang matang, bukan asal deklarasi. Seluruh kader pun kembali diingatkan keputusan capres-cawapres sepenuhnya di Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P kembali angkat bicara menyusul dinamika di internal yang terus memanas akibat aksi dukung-mendukung kader PDI-P menjadi calon presiden pada Pemilu Presiden 2024. Kader kembali diingatkan bahwa keputusan soal calon presiden merupakan kewenangan dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri. Dikeluarkannya keputusan itu akan menunggu momentum yang tepat.
Dinamika di internal PDI-P kian panas setelah dukungan pada kader PDI-P yang kini menjabat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo maju sebagai capres di 2024 muncul dari Wakil Ketua DPC PDI-P Purworejo, Jawa Tengah, Albertus Sumbogo. Ia mendeklarasikan kelompok relawan pendukung Ganjar Pranowo.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Aksi itu lantas ditanggapi Ketua DPD PDI-P Jawa Tengah yang juga Ketua Pemenangan Pemilu PDI-P, Bambang Wuryanto. Bambang yang selama ini dikenal sebagai orang dekat Ketua DPP PDI-P Puan Maharani menyebut kelompok Albertus sebagai celeng karena mendahului arahan Megawati. Pada Jumat (15/10/2021), DPP PDI-P memanggil Albertus.
Catatan Kompas, pada Juni lalu sejumlah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PDI-P lebih dulu menyuarakan dukungan agar Puan yang kini menjabat pula Ketua DPR diusung oleh PDI-P menjadi capres di 2024. Dukungan di antaranya disuarakan oleh DPD PDI-P Sulawesi Utara dan Jawa Timur.
Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (15/10/2021), mengatakan, keputusan terhadap capres dan calon wakil presiden (cawapres) PDI-P merupakan kewenangan sepenuhnya Megawati. Mandat tersebut telah diberikan kepada Megawati dalam Kongres V PDI-P di Bali pada 2019.
”Pengumuman akan dilakukan pada momentum yang tepat. Semua memerlukan pertimbangan yang matang, bukan asal deklarasi. Itulah tata cara melahirkan pemimpin, perlu pertimbangan matang dan jernih,” ujar Hasto.
Hasto melihat, saat ini ada sekelompok kepentingan yang tidak mau bekerja keras untuk melakukan kaderisasi secara sistemik. Lalu, kelompok tersebut justru mengambil jalan pintas dengan mencalonkan sosok tertentu dengan berbagai subyektivitas kepentingan.
Hal tersebut, menurutnya, bukanlah cara berpolitik PDI-P. PDI-P diklaimnya telah membangun demokrasi yang matang sehingga lahir pemimpin bangsa yang hebat. Hal ini juga dibuktikan dengan banyak pemimpin politik dari tingkat pusat hingga daerah yang disiapkan melalui mekanisme kaderisasi kepemimpinan partai.
Sosok-sosok itu, di antaranya Presiden Joko Widodo, Ketua DPP PDI-P Prananda Prabowo, Ketua DPR Puan Maharani, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, Ganjar Pranowo, Gubernur Bali Wayan Koster, Menteri Sosial Tri Rismaharini, mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat, mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, serta Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan.
”PDI-P terus melakukan konsolidasi dan kaderisasi partai. Itu semua perlu kerja sistemik melalui bangunan organisasi kepartaian. Jadi terkait dengan capres dan cawapres, partai memiliki banyak kader yang mumpuni yang telah dipersiapkan partai,” ucap Hasto.
Diminta klarifikasi
Secara terpisah, Ketua DPP PDI-P Bidang Kehormatan Komarudin Watubun menyatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari Albertus untuk diminta klarifikasi soal dukungan kepada Ganjar. Menurut dia, pemanggilan itu dilakukan sebagai bagian dari mekanisme internal partai karena hasil Kongres PDI-P mengamanatkan soal calon presiden-cawapres diputuskan sepenuhnya oleh Megawati.
”Karena itu, siapa pun kader partai sejak awal sudah diinstruksikan untuk tak terlibat dalam deklarasi-deklarasi kelompok relawan capres-cawapres. Ketentuan ini berlaku untuk seluruh kader partai,” kata Komaruddin.
DPP PDI-P, lanjut Komarudin, akan memanggil anggota dan kader partai yang melakukan deklarasi capres dan cawapres sebelum pengumuman resmi partai untuk menegakkan disiplin partai. Ia menyampaikan, semua kader dan pengurus partai terikat mutlak dengan keputusan kongres yang menyerahkan mandat penentuan capres-cawapres kepada ketua umum.
”Oleh karena itu, DPP PDI-P sudah berkali-kali meminta kader, termasuk kepada publik, untuk bersabar menunggu keputusan akhir. Tentu jika tak melaksanakan aturan, akan didisiplinkan,” ucap Komarudin.
Tersentralisasi
Menanggapi dinamika di PDI-P, Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor menilai, salah satu problem parpol di Indonesia adalah terlalu kuatnya personalisasi politik. Figur ketua umum menjadi citra partai sekaligus sangat berpengaruh dalam pembuatan kebijakan partai. Implikasi dari hal ini berujung pada lemahnya demokrasi di internal partai. Setiap perbedaan pandangan tidak semuanya bisa direspons dengan bijak dan proporsional.
Namun, situasi berbeda akan ditemukan jika partai tersebut sudah mapan (established) dari sisi demokrasinya. Perbedaan wacana akan direspons secara matang sehingga wajar ada banyak sekali kandidat dalam satu partai jelang pemilu.
Jika melihat pada PDI-P saat ini, Firman berpandangan, partai tersebut memiliki aturan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang mana perintah harus dijalankan dari atas ke bawah (top-down). Namun, sebetulnya, cara itu pun tidak boleh dijadikan alasan untuk kemudian merespons yang berlebihan bagi perbedaan pandangan di dalam organisasi kepartaiannya, tetapi cukup didialogkan.
”Sebab, kan, sebetulnya kalau partai itu mau sadar, apa sih fungsi partai itu? Kan, fungsi pematangan demokrasi juga. Oleh karena itu, tentu saja, kalau memang itu spiritnya dan bukan menjadi kendaraan untuk berkuasa tokoh-tokohnya saja, ya, harusnya (perbedaan pandangan dalam pengusungan capres) ini direspons dengan bijak,” tutur Firman.
Situasi saat ini di internal PDI-P, menurut Firman, memang agak sulit bagi kader lain di luar trah Megawati untuk maju. Sebab, calon yang digadang-gadang saat ini adalah anak Megawati, Puan Maharani. Ini membuat kompetisi di internal partai menjadi tidak setara. ”Kalau mungkin tak seperti itu (yang maju bukan Puan), mungkin ceritanya akan beda. Ada sense of competition (rasa persaingan) yang lebih sehat karena posisinya equal. Kalau ini, kan, enggak,” ucap Firman.
Namun, apa pun keputusan Megawati nantinya, menjadi penting bagi PDI-P untuk bisa memastikan keputusan dipatuhi seluruh kader. Komitmen tersebut harus menjadi tujuan bersama. Ini untuk mencegah adanya perpecahan di internal partai.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes sependapat dengan Firman. Ruang kompetisi terbuka untuk mencari kader yang akan maju dalam Pilpres 2024 sepertinya akan sulit terjadi di PDI-P. Sebab, partai telah memberikan kewenangan tersebut kepada Megawati.
”Kalau kita lihat dalam proses penetapan penjaringan presiden sebelumnya, kan, juga tidak dibuka ruang kompetisi, ya,” kata Arya.
Meski demikian, menurut dia, jika gelombang dukungan kepada Ganjar semakin luas dan tak bisa dibendung, PDI-P akan bersikap realistis. Artinya, tak tertutup kemungkinan partai akan mendukung Ganjar. Alasannya, lanjut Arya, PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, serta partai penguasa, tentu tak ingin kehilangan momentum di Pemilu 2024. Sebagai partai, mereka dipastikan tidak akan mengambil risiko.
”Jadi, kalau ternyata, misal, peningkatan elektoral Mbak Puan lamban, pasti partai akan dukung Ganjar. Jadi, nanti ini, logikanya logika elektoral saja. Apalagi, kalau (Pemilu 2024) besok PDI-P menang, bagi PDI-P, itu sudah hattrick,” kata Arya.
Arya meyakini, secara kelembagaan, PDI-P akan kuat menghadapi dinamika internalnya saat ini. Sebab, kekuatan ideologi partainya dilihatnya sudah mengakar sampai ke kader yang paling bawah. Perbedaan pandangan pun, lanjutnya, tidak akan terlalu berpengaruh pada suara partai kelak.