Pola pikir aparatur sipil negara sebagai penguasa harus diubah menjadi pengabdi negara yang melayani masyarakat. Hal itu diperlukan dalam sebuah reformasi birokrasi.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
SUMEDANG, KOMPAS – Peningkatan mutu aparatur sipil negara (ASN) mutlak diperlukan untuk menjalankan reformasi birokrasi. Pola pikir ASN sebagai penguasa harus diubah menjadi pengabdi negara yang melayani masyarakat.
Hal itu disampaikan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian saat melantik 1.608 muda praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis (31/10/2019). Setelah menjalani pendidikan dan pelatihan selama empat tahun, lulusan IPDN akan dilantik menjadi ASN.
“Setelah lulus, kalian akan menjadi pelayan masyarakat. Jadi, harus dibudayakan sejak praja. Harapannya, ketika kalian berkarier, pelayanan publik jadi lebih baik,” ujarnya.
Tito mengatakan, tantangan birokrasi semakin kompleks. Selain mengubah pola pikir, demokratisasi serta perkembangan teknologi dan informasi menuntut pemerintah bekerja lebih responsif.
Mantan Kepala Polri itu mencontohkan, demokratisasi membuat rakyat semakin kritis. Dengan begitu, ASN diharapkan dapat menjawab persoalan yang dihadapi masyarakat dengan cepat.
Tito juga meminta praja beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Salah satunya menerapkan digitalisasi untuk meningkatkan layanan pemerintah.
Kalau salah, dihukum push up, masih oke. Tetapi, budaya pukul memukul tidak boleh terjadi. Saya akan tindak keras dan tegas
“Perubahan-perubahan itu harus direspons dengan tepat. Birokrasi yang baik akan mendapat legitimasi dari publik. Jadilah pelayan masyarakat,” ujarnya.
Hapus Kekerasan
Tito juga meminta budaya kekerasan dalam pendidikan praja dihilangkan. Menurut dia, hal itu tidak relevan untuk membentuk karakter ASN dalam menjalankan birokrasi .
“Ingat, Anda itu sipil yang berseragam. Harus bermental dan berwatak sipil. Jika terdapat pelatihan berwarna militer, bukan berarti mengarah ke budaya militeristis,” ucapnya.
Baca juga; Inovasi dan Reformasi Birokrasi Jadi Fokus Tjahjo Kumolo
Tito menyebutkan, kedisiplinan dan cinta tanah air dalam budaya militer masih relevan diterapkan pada praja. Namun, tindakan fisik harus disesuaikan dengan sistem pendidikan kedinasan sipil.
“Kalau salah, dihukum push up, masih oke. Tetapi, budaya pukul memukul tidak boleh terjadi. Saya akan tindak keras dan tegas,” ujar Tito disambut tepuk tangan keluarga praja yang menghadiri pelantikan.
Tito bercerita, saat memimpin Polri, dia juga berupaya untuk menghilangkan budaya kekerasan dalam pendidikan Akademi Kepolisian (Akpol). Menurut dia, hal itu hanya bentuk balas dendam senior kepada junior.
“Di Akpol, lebih dari 10 taruna saya keluarkan, bahkan ada yang dipidana karena melakukan kekerasan,” ujarnya.
Tito berpesan kepada praja agar kesempatan menempuh pendidikan di IPDN dimanfaatkan dengan baik. Dia menilai kesempatan itu menjadi jalan meniti karier di pemerintahan sebagai abdi negara.
“Selain itu, ini proses mengenal keberagamanan Indonesia. Sebab, kalian di sini datang dari penjuru Nusantara,” ujarnya.
Pelaksana tugas Rektor IPDN Hadi Prabowo, mengatakan, 1.608 muda praja tersebut diseleksi dari 42.214 orang yang mendaftar secara daring. Mereka terdiri dari 1.031 laki-laki dan 577 perempuan.
Sebelum dinyatakan lulus seleksi, praja menjalani sejumlah rangkaian tes, seperti kompetensi dasar, psikologi, kesehatan, dan wawancara. Selain itu, mereka juga menjalani tes kejujuran dan integritas yang materi soalnya disusun oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.