Masih ada dua cara untuk membendung atau memperbaiki UU KPK baru, yakni uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK).
Oleh
·3 menit baca
Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat, akhirnya berlaku.
Tanpa ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, 30 hari setelah disepakati DPR dan wakil pemerintah, revisi UU KPK berlaku menjadi UU Nomor 19 Tahun 2019. Pemberlakuan UU itu memastikan legalitas UU KPK baru sehingga rakyat lebih mudah untuk menyikapinya. Di sisi lain, sebagian masyarakat tetap masih berharap Presiden Jokowi mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan pemberlakuan UU KPK yang baru itu.
Oleh sebagian rakyat, yang ditandai dengan unjuk rasa mahasiswa, pelajar, serta aksi dari akademisi dan profesional, revisi UU KPK yang diprakarsai oleh DPR periode 2014-2019 itu bukan hanya melemahkan KPK, melainkan juga mengancam pemberantasan korupsi di negeri ini. Oleh sebab itu, revisi UU KPK itu harus ditolak, meski ada juga warga yang mendukung revisi UU KPK dengan berbagai catatan.
Berbagai upaya dilakukan rakyat, termasuk mendesak Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan perppu. Perppu mensyaratkan adanya kegentingan memaksa. Namun, hingga revisi UU KPK itu secara konstitusional berlaku, perppu tidak juga keluar. Dan secara sosiologis, tak ada lagi kegentingan memaksa, yang bisa menjadi alasan cukup bagi Presiden untuk mengeluarkan perppu. Bahkan, mengeluarkan perppu saat revisi UU KPK sudah berlaku berpotensi menimbulkan kegaduhan yang tak perlu antara eksekutif dan legislatif.
Masih ada dua cara untuk membendung atau memperbaiki UU KPK baru, yakni uji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu, lewat legislative review, menguji kembali ketentuan UU No 19/2019 yang berpotensi melemahkan KPK dan melumpuhkan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, uji legislasi ini bergantung pada kesediaan pemerintah dan DPR periode 2019-2024. Mayoritas anggota DPR saat ini adalah anggota periode sebelumnya. Presiden dan jajarannya juga tak banyak berubah. Pasti butuh waktu dan kesabaran lagi agar legislative review itu bisa mewujud.
Pilihan untuk menguji materi dan uji formil terhadap revisi UU KPK, UU No 19/2019, di MK oleh sekelompok mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di negeri ini, seperti diberitakan Kompas, Selasa (22/10/2019), adalah rasional. Sidang di MK dibatasi waktu, tak bisa dibanding, dan bersifat final sehingga lebih bisa diperkirakan rampungnya. Judicial review juga tak menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Pasal 15 UU No 8/2011 tentang MK menegaskan, hakim konstitusi harus memenuhi syarat memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, serta negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan. Dengan syarat itu, siapa pun yang menjadi hakim MK, yang berjumlah sembilan orang, adalah sosok yang sudah lepas dari kepentingan pribadi dan golongan. Hakim konstitusi pasti mendengarkan suara rakyat yang jernih, sebab mereka berintegritas, tak tercela, dan adil. Suara rakyat pun jelas, jangan lelah melawan korupsi.