Akademisi di Malang Raya menolak revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi tersebut dinilai justru mengarah pada pelemahan fungsi dan kewenangan KPK.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Akademisi di Malang Raya menolak revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi yang kini diajukan DPR dinilai justru mengarah pada pelemahan fungsi dan kewenangan KPK.
Penolakan atas revisi UU KPK tersebut disampaikan dalam acara Diskusi Publik Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi bertema Tolak Revisi UU KPK, Selasa (10/9/2101), di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Diskusi ditutup dengan pernyataan sikap bersama menolak revisi UU KPK.
Hadir dalam diskusi tersebut para akademisi Fakultas Hukum dari beberapa kampus di Malang Raya. Adapun pemantik diskusi adalah dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Sulardi, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Muchammad Ali Safa’at. Mereka bersepakat menolak revisi UU KPK karena dinilai akan melemahkan kewenangan KPK.
”Secara substansial, materi yang mau diubah justru merugikan pemberantasan korupsi. Bukan upaya pengawasan KPK. Kalau itu dinilai sebagai upaya pengawasan KPK, tentu pengawasan itu tidak boleh merugikan proses pemberantasan korupsinya. Metode pengawasan KPK kalau seperti itu keliru,” kata pakar hukum Universitas Brawijaya Malang, Muchammad Ali Safa’at.
Safa’at mengatakan, upaya pelemahan KPK terlihat dari dasar-dasar pertimbangan revisi UU KPK. Menurut dia, justru hal yang tidak terkait pengawasan KPK, muncul sebagai dasar revisi UU KPK.
”Misalnya, penyelidik dan penyidik KPK harus dari Polri. Ini mengingkari histori KPK yang muncul karena ketidakpercayaan publik pada lembaga penegak hukum yang ada. Selain itu, muncul bahwa dalam penuntutan, KPK juga harus berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Itu tidak ada relevansinya dengan pengawasan KPK. Jadi, kalau dikatakan revisi UU ini agar KPK lebih bisa diawasi, nyatanya tidak begitu. Substansinya tidak terkait dengan pengawasan, justru pelemahan tugas dan kewenangan KPK,” katanya.
Hal tersebut dipertegas oleh pernyataan dari Dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, Sulardi. Menurut dia, dasar penolakan revisi UU KPK adalah adanya upaya pelemahan kewenangan KPK, misalnya, menjadikan KPK harus izin dewan pengawas dalam penyadapan kasus.
”Yang dimaksud pengawasan adalah hal di luar kinerja. Itu masalah etik, bukan soal kinerjanya. Kalau diawasi kinerjanya, KPK jadi tidak independen. Kami akan turut berdukacita pada KPK, andaikan revisi UU ini disetujui,” katanya.
Adapun dalam diskusi itu dibuat pernyataan sikap bersama oleh akademisi Malang Raya, pegiat antikorupsi Malang Raya, dan Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi Jawa Timur. Pernyataan sikap mereka adalah menuntut penguatan KPK sebagai lembaga independen, menolak berbagai upaya dan agenda pelemahan terhadap KPK, menyesalkan dan mengutuk keputusan serta tindakan DPR menyetujui RUU Perubahan UU KPK sebagai RUU inisiatif DPR, dan menuntut presiden untuk menolak dan tidak memberikan persetujuan terhadap perubahan Undang-Undang KPK.