Masih Ada Capim KPK Bermasalah, Harapan Kini Tinggal di Presiden
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meragukan kerja panitia seleksi calon pimpinan KPK. Pansel dinilai masih meloloskan sejumlah nama yang diragukan integritasnya. Kini, harapan agar KPK dipimpin komisioner yang bersih dan berintegritas tinggal ada pada Presiden Joko Widodo.
Oleh
Insan Alfajri
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Koalisi Masyarakat Sipil untuk KPK Bersih meragukan kerja panitia seleksi calon pimpinan KPK. Pansel dinilai masih meloloskan sejumlah nama yang diragukan integritasnya. Kini, harapan agar KPK dipimpin komisioner yang bersih dan berintegritas tinggal ada pada Presiden Joko Widodo.
Koalisi pun meminta pimpinan KPK bersurat ke Presiden yang berisi imbauan agar Presiden Jokowi menjaga betul proses seleksi calon pimpinan KPK. Jangan sampai nama-nama bermasalah masuk ke daftar 10 nama capim yang akan diajukan Presiden ke DPR.
Di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (29/8/2019), salah seorang perwakilan koalisi, Yati Andriyani, meminta pimpinan KPK proaktif memastikan calon pemimpin KPK periode 2019-2013 betul-betul berintegritas. Pimpinan KPK memiliki akses langsung ke Presiden Jokowi untuk memberikan pendapat, masukan, serta data-data relevan yang bisa jadikan pertimbangan presiden dan panitia seleksi calon pimpinan KPK (Pansel Capim KPK).
"Dari pertemuan tadi, pimpinan KPK menyatakan akan bersurat ke Presiden," katanya.
Menurut anggota koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz, obyektivitas pansel dalam menyeleksi calon pimpinan KPK diragukan. "Kami meragukan objektivitas Pansel dalam melakukan seleksi. Sebab kinerja Pansel KPK itu diukur dari output 20 nama diloloskan, sejauh ini masih ada nama-nama bermasalah yang diloloskan," ujar Donal.
Menurut dia, setiap kali masyarakat sipil memberikan masukan, bahkan masukan dari para tokoh-tokoh nasional, pansel sering kali merespon dengan sikap reaktif. "Inilah yang kami sayangkan selama proses ini berjalan. Baik hasil yang diperoleh sejauh ini dan termasuk cara pansel merespon sikap tokoh bangsa dan masyarakat. Tentu saja ini berdampak kepada Presiden sebagai pemberi mandat. Jika kontroversi berlanjut, maka akan memberikan dampak negatif bagi Presiden Jokowi," kata Donal.
Perwakilan koalisi lainnya, Asfinawati dari YLBHI menambahkan, sudah saatnya Presiden turun tangan. Pimpinan KPK bisa meyakinkan Presiden dengan memberikan data dugaan pelanggaran etik serta ketidakpatuhan melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), oleh sejumlah nama yang saat ini sedang mengikuti seleksi. Selain itu, KPK diminta memaparkan hambatan-hambatan yang membuat kerja-kerja KPK terhambat.
Inilah yang kami sayangkan selama proses ini berjalan. Baik hasil yang diperoleh sejauh ini dan termasuk cara pansel merespon sikap tokoh bangsa dan masyarakat. Tentu saja ini berdampak kepada Presiden sebagai pemberi mandat.
Dari Selasa hingga Kamis besok, pansel menggelar uji publik terhadap 20 nama capim KPK. Dari 20 nama capim KPK tersebut, dua nama yakni Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar dan Kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri sempat ditanya ihwal kontroversi yang melingkupi mereka. Anggota pansel, Hamdi Muluk sempat menanyakan kepada Antam soal dugaan ancaman yang dilakukannya terhadap penyidik KPK Endang Tarsa pada tahun 2015 saat KPK menetapkan Wakil Kapolri saat itu Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka korupsi.
Antam menyampaikan dirinya tidak pernah meneror Endang. Antam mengaku telah dikhianati oleh Endang yang merupakan penyidik KPK dari dari unsur kepolisian.
“Saya tahu Pak Budi Gunawan ini dizalimi karena saya penegak hukum. (Budi Gunawan) Dipaksakan untuk menjadi tersangka, saya tahu karena itu berdasarkan bukti dan fakta yang ada,” ujar Antam menjawab Hamdi.
https://youtu.be/HExzTg_-BrU
Lebih lanjut, Antam mengaku bahwa Endang lah yang ingin bertemu dengan dirinya untuk menyampaikan beberapa hal yang menguntungkan di persidangan KPK tentang Budi Gunawan. Bahwa ada kesalahan yang dilakukan KPK.
“Saya bahagia karena polisi mau bela polisi. Besoknya, ternyata tidak, marah saya dibohongi oleh kolonel (Endang Tarsa) di KPK, di lembaga yang dianggap maaf kata suci katanya. Bohong,” ujar Antam.
Sementara Firli sempat ditanya soal dugaan pelanggaran etik saat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK karena bertemu dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Zainul Majdi saat lembaga antirasuah tersebut tengah menyelidiki kasus yang berkaitan dengan Zainul. Menurut Firli, dirinya tak terbukti melanggar etik karena kesimpulan lima unsur pimpinan KPK telah menyatakan dirinya tidak bersalah.
Laporan KPK menyatakan kasus Firli telah dibahas Dewan Pertimbangan Pegawai (DPP) KPK sesuai disposisi pimpinan. Namun, kesimpulannya tak pernah diungkapkan kepada yang bersangkutan karena Firli telah lebih dahulu ditarik oleh Polri (Kompas, 28/8/2019).
Menurut anggota koalisi dari ICW, Tama S Langkun, dengan meloloskan calon-calon yang memiliki catatan dan diragukan integritasnya seperti tak patuh melaporkan LHKPN, kinerja pansel seharusnya diragukan. "Meloloskan calon-calon yang memiliki catatan, misalnya seperti ketidakpatuhan melaporkan LHKPN, tidak bisa dipandang sebagai hasil keputusan dari orang perorang pansel, tapi itu adalah keputusan pansel dalam kesatuan," katanya.
Meloloskan calon-calon yang memiliki catatan, misalnya seperti ketidakpatuhan melaporkan LHKPN, tidak bisa dipandang sebagai hasil keputusan dari orang perorang pansel, tapi itu adalah keputusan pansel dalam kesatuan
Masyarakat menurut Tama tinggal berharap pada Presiden yang bakal mengirimkan 10 dari 20 nama capim KPK saat ini untuk mengikuti uji kepatutan dan kelayakan di DPR. "Harapan terakhir kami tinggal pada Presiden," katanya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, koalisi masyarakat sipil diterima oleh pimpinan KPK Basaria Panjaitan dan Alexander Marwata. Dalam pertemuan itu, pimpinan berjanji akan membicarakan usulan masyarakat sipil secara serius.
Dia melanjutkan, kewenangan KPK yang luar biasa akan berisiko jika dipimpin oleh orang yang bermasalah. Oleh sebab itu, KPK sudah mengundang secara resmi panitia seleksi Pansel Capim KPK ntuk hadir Jumat (30/8/2019) pagi ke Gedung KPK.
Dalam pertemuan itu, lanjutnya, KPK akan memaparkan bukti-bukti pendukung rekam jejak capim yang sebelumnya sudah diberikan ke Pansel. Hal ini bertujuan untuk menjawab keraguan pansel tentang catatan rekam jejak yang sudah diberikan itu.
"Kalau data persisnya seperti apa dan nama-nama, memang tidak bisa disampaikan karena ada beberapa informasi sangat spesifik. Tapi kami pastikan datanya valid," katanya.
Dihubungi terpisah, anggota pansel capim KPK Hendardi menyatakan, surat undangan dari KPK itu tidak seharusnya disampaikan ke publik. "Lah! suratnya bersifat rahasia kok disebar sendiri oleh mereka. Kami belum bisa menangapi karena rahasia sifatnya," katanya.
Hari ini, uji publik dan wawancara sedang berlangsung untuk enam capim. Sementara 14 capim sudah menjalani proses itu dua hari lalu. Setelah proses ini selesai, Pansel capim KPK akan berkumpul untuk menentukan 10 nama capim KPK yang akan diserahkan ke Presiden. Presiden lalu menyerahkan para capim itu ke DPR untuk dipilih lima orang jadi pimpinan KPK 2019-2023.
Terkait mekanisme kerja pansel, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi juga meragukan kemampuan pansel dalam melihat kemampuan capim KPK. Pasalnya, dari 20 nama yang sudah diloloskan pansel ternyata diduga ada calon yang tidak mengetahui tentang Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Kalau mekanisme seleksinya bagus sejak awal, tentu capim itu harusnya sudah gagal di tahap awal," katanya.
Oleh sebab itu, Presiden Jokowi menurut Wana, sudah seharusnya mengevaluasi kerja pansel. "Karena bagaimanapun juga, Presiden yang harus bertanggung jawab," katanya.