Kaum ”Emak-emak” dan Jejak Pilihan Politiknya
Peran politik ibu rumah tangga sebagai ”emak-emak” menjadi diskursus politik menarik yang membedakan pemilu presiden kali ini dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Dengan memosisikan kaum emak-emak sebagai sebagai pilar dukungan, apakah dengan sendirinya pilihan politik mereka tertambat?
Peran politik ibu rumah tangga sebagai ”emak-emak” menjadi diskursus politik menarik yang membedakan pemilu presiden kali ini dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Dengan memosisikan kaum emak-emak sebagai sebagai pilar dukungan, apakah dengan sendirinya pilihan politik mereka tertambat?
Bisa jadi baru pada pemilu kali ini kalangan emak-emak dengan beragam jenis persoalannya banyak diangkat dan dipersoalkan. Status dan peran kaum emak-emak, yang lebih sering merujuk pada kelompok ibu rumah tangga, tampaknya tidak hanya berhenti sebagai entitas yang melulu berurusan dengan persoalan domestik keluarga.
Lebih dari itu, kiprah emak-emak kali ini ditarik lebih jauh, menjadi entitas politik yang aktif berinteraksi peran dalam pemilu.
Pasangan calon presiden-wakil presiden Prabowo Subianto-Sandi Salahuddin Uno sadar betul dengan eksistensi kelompok ibu rumah tangga semacam ini. Apalagi, dalam sisi jumlah, kelompok ini tidak sedikit. Hasil survei selama ini, misalnya, dari total responden diperkirakan terdapat 25-30 persen yang tergolong sebagai ibu rumah tangga.
Sebanyak 56,2 persen dari total kalangan ibu rumah tangga mengatakan menambatkan pilihan politiknya kepada pasangan Jokowi-Amin.
Dengan besaran sebanyak itu, dapat disimpulkan bahwa hampir separuh dari total perempuan pemilih masuk dalam kelompok ibu rumah tangga. Jumlah yang sangat besar dan tentunya secara politik sangat signifikan ikut menjadi penentu kemenangan pemilu bagi yang berhasil menguasainya.
Dengan melabelkan ”emak-emak”, para pendukung Prabowo-Sandi tampaknya berupaya sedemikian rupa mengapitalisasi status dan peran yang disandang perempuan ibu rumah tangga. Bahkan, kaum emak-emak tidak hanya dinilai sebatas pada sisi potensi dari jumlahnya yang besar.
Kaum emak-emak juga ditempatkan dalam posisi strategis, sebagai bagian dari upaya pendelegitimasian kinerja rival politiknya. Dalam setiap kampanye, misalnya, kaum emak-emak menjadi suatu simbol dari sekelompok warga negara yang menjadi korban kegagalan kinerja pemerintahan Joko Widodo.
Tidak mengherankan, dalam ruang publik, diskursus status dan peran politik kaum emak-emak tergolong berhasil. Kelompok ibu rumah tangga tidak lagi dapat dipandang sebelah mata sebagai kaum yang hanya berurusan dengan persoalan-persoalan ekonomi dan sosial rumah tangga.
Kelompok ibu rumah tangga dalam barisan pendukung Prabowo-Sandi bertransformasi menjadi kaum emak-emak yang tampil sebagai subyek politik militan.
Dengan tetap menggunakan isu-isu mikro, seperti semakin sulitnya pengelolaan ekonomi keluarga lantaran mahalnya harga-harga bahan kebutuhan pokok, mereka menggugat kondisi makro yang terkait dengan pengelolaan ekonomi negara yang dinilai tidak berpihak pada persoalan mereka.
Persoalannya kemudian, dalam pemilu kali ini, apakah strategi pelibatan kaum emak-emak semacam ini tergolong mumpuni?
Tampaknya menjadikan kaum emak-emak sebagai bagian dari strategi penguasaan suara dalam ajang pemilu presiden tidak selamanya jitu. Prabowo-Sandi yang dalam setiap kampanye bahkan memosisikan emak-emak secara khusus dalam pemilu tidak sepenuhnya mampu menguasai hati kalangan ini.
Pilihan politik mereka bergeming, justru lebih banyak tertambat kepada Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Hasil Pemilu Presiden 2019, jika merujuk pada berbagai hasil survei dan hitung cepat, secara konsisten menempatkan pasangan Jokowi-Amin sebagai peraih proporsi suara terbanyak, dalam kisaran 54,5-55,8 persen. Rival politiknya, pasangan Prabowo-Sandi, tertinggal dan hanya menguasai 44,2-45,5 persen.
Apabila dielaborasi berdasarkan latar belakang pemilih, khususnya untuk mengetahui kepada siapa pilihan kelompok ibu rumah tangga itu tertambat, tampaknya tidak banyak berbeda. Maksudnya, seperti juga proporsi dukungan yang diraih kedua pasangan calon presiden secara nasional, kondisi yang sama juga terjadi pada para pemilih yang berlatar belakang ibu rumah tangga.
Hasil exit poll Litbang Kompas, misalnya, menunjukkan bahwa sebanyak 56,2 persen dari total seluruh kalangan ibu rumah tangga mengatakan menambatkan pilihan politiknya kepada pasangan Jokowi-Amin. Pada sisi yang lain, sebanyak 43,8 persen kelompok ibu rumah tangga menyatakan memilih Prabowo-Sandi.
Penelusuran lebih jauh berdasarkan karakteristik yang melekat pada kalangan ibu rumah tangga juga menunjukkan hasil yang lebih kurang sama, yang lebih banyak menyimpulkan konsentrasi pilihan kaum emak-emak ini pada pasangan Jokowi-Amin.
Sebagai gambaran, dari sisi usia, misalnya. Apa pun kategori kelompok usianya tetap menunjukkan kesamaan. Baik kalangan ibu rumah tangga yang masuk dalam kelompok milenial, khususnya pemilih mula, pemilih milenial muda, maupun kalangan pemilih dewasa lebih banyak memilih pasangan Jokowi-Amin dengan proporsi yang relatif sama dengan proporsi suara nasional.
Kalaupun terdapat sedikit perbedaan, hal itu tampak pada kalangan pemilih tua, berusia di atas 70 tahun. Kelompok ini sedikit lebih banyak memilih Prabowo-Sandi.
Dari sisi jenjang pendidikan dan status sosial ekonomi para ibu rumah tangga pun, hasil yang ditunjukkan tidak terlalu berbeda. Dari sisi pendidikan, misalnya, baik kalangan ibu rumah tangga berpendidikan rendah, menengah, maupun tinggi sebagian besar menjatuhkan pilihan kepada pasangan Jokowi-Amin.
Pada kalangan ibu rumah tangga berpendidikan tinggi, terdapat juga kecenderungan peningkatan dukungan terhadap pasangan Prabowo-Sandi sekalipun tidak signifikan.
Pada kelompok sosial ekonomi ibu rumah tangga, umumnya hasilnya juga tidak banyak berbeda. Akan tetapi, tampak pula kesan bahwa terdapat kecenderungan sedikit perbedaan pada kalangan berstatus sosial ekonomi atas.
Pada kalangan tersebut, sekalipun pasangan Jokowi-Amin tetap menjadi rujukan pilihan terbesar, proporsinya sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan kalangan berstatus sosial ekonomi bawah. Sebaliknya, pada kalangan berstatus sosial ekonomi atas, proporsi para pemilih Prabowo-Sandi relatif lebih besar jika dibandingkan dengan mereka yang berstatus sosial ekonomi bawah.
Dengan kondisi demikian, strategi penguatan kaum emak-emak sebagai suatu entitas politik dalam pemilu kali ini tidak banyak berdampak. Sejalan dengan hasil nasional pemilu yang digambarkan oleh hitung cepat dan survei exit poll, kaum emak-emak tampaknya tidak dapat ditempatkan sebagai determinan dalam penentu pilihan ataupun kemenangan pasangan calon presiden.
Jika secara keseluruhan, preferensi politik kaum ibu rumah tangga masih sejalan dengan pola preferensi pemilu secara nasional. Persoalan selanjutnya, apakah semua kondisi tersebut terjadi juga dalam wilayah-wilayah politik yang menjadi basis kemenangan pasangan Prabowo-Sandi?
Menariknya, seperti juga kajian-kajian sebelumnya, preferensi para pemilih dalam pemilu kali ini lebih banyak bertaut pada faktor identitas sosial, seperti kesamaan kelompok suku dan etnisitas dari para pemilih di wilayah-wilayah yang menjadi penguasaan kedua pasangan calon.
Baca Juga: Wilayah Penguasaan Prabowo Meluas, Apa Penyebabnya?
Dalam hal ini, kelompok ibu rumah tangga pun terkait erat dengan faktor kesamaan identitas sosial kelompok suku dan etnisitas di tiap-tiap wilayah yang terkuasai. Sebagai gambaran, pada seluruh wilayah kemenangan pasangan Prabowo-Sandi, misalnya, proporsi pilihan kelompok ibu rumah tangga pun sejalan.
Pada 14 provinsi tersebut, 59,3 persen kelompok ibu rumah tangga menambatkan pilihannya kepada Prabowo-Sandi. Hanya 40,7 persen kaum ibu rumah tangga di wilayah ini yang memilih Jokowi-Amin. Sebaliknya, di 20 provinsi yang dimenangi Jokowi-Amin, tidak kurang 67,9 persen kelompok ibu rumah tangga memilih mereka dan hanya 32,1 persen memilih Prabowo-Sandi.
Jika dielaborasi lebih dalam lagi pada wilayah kemenangan setiap pasangan calon presiden, semakin kuat terindikasi bahwa pilihan kaum ibu rumah tangga tersebut berelasi dengan kesamaan suku bangsa dan etnisitas mereka.
Pola relasi demikian lebih banyak menyimpulkan kehadiran peran ikatan-ikatan identitas sosial yang lebih dominan dan mewarnai preferensi politik ketimbang latar belakang sebagai emak-emak. (LITBANG KOMPAS)