JAKARTA, KOMPAS - Revolusi industri 4.0 mendorong peningkatan konsumsi energi. Pertumbuhan kebutuhan energi diprediksi melebihi pertumbuhan ekonomi secara global. Pada kondisi ini, perlu ada upaya pengelolaan energi secara tepat.
“Digitalisasi membuat permintaan terhadap energi akan bertambah. Kebutuhan energi Indonesia, misalnya, tumbuh sekitar 10 persen setiap tahun melebihi pertumbuhan ekonomi,” kata Country President Schneider Electric Indonesia Denoly dalam konferensi pers Schneider Electric Innovation Day 2019 bertema Powering and Digitizing the Economy di Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Data Schneider Electric, diperkirakan sebanyak lima miliar orang akan terhubung dengan 30 miliar-50 miliar benda dan mesin pada 2020. Artinya, perangkat yang terhubung akan lebih banyak sepuluh kali lipat ketimbang manusia yang terhubung.
Xavier Denoly mengatakan, revolusi industri 4.0 mendorong kemunculan teknologi produk terkoneksi internet (internet of things/IoT), kecerdasan buatan, dan analitik data besar. Kebutuhan energi Indonesia yang begitu pesat muncul karena bertambahnya kelas menengah secara bertahap. Konsumsi internet ikut bertumbuh kencang.
Bank Dunia pada 2017 menyebutkan, tingkat kemiskinan di Indonesia menurun dalam dua dekade terakhir. Satu dari lima orang Indonesia masuk dalam kelompok kelas menengah.
Pelaksana Tugas Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika Bambang Dwi Anggono mengatakan, peningkatan kebutuhan energi berbanding lurus dengan penetrasi jaringan telekomunikasi. Hanya saja, penetrasi jaringan telekomunikasi jauh lebih cepat dibandingkan penetrasi jaringan kelistrikan.
Sebagai akibat, daerah pelosok di Indonesia tetap mengalami kesenjangan akses terhadap telekomunikasi. Padahal, pemerintah telah membangun Palapa Ring atau pembangunan jaringan serat optik nasional. Kebutuhan internet di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) pun didukung oleh satelit.
“Pemerintah, pelaku industri, dan akademisi perlu mencari solusi bersama agar digitalisasi dan penyediaan listrik lebih efisien sehingga teknologi digital bisa sampai ke pelosok. Harapannya, Indonesia merdeka sinyal pada 2020,” ujar Bambang.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2017 mencatat, sebanyak 54,68 persen warga Indonesia atau 143,26 juta jiwa merupakan pengguna internet. Dari jumlah itu, 87,13 persen pengguna internet memanfaatkan dunia maya untuk aktif di media sosial.
Manajemen energi
Denoly melanjutkan, produksi energi tidak bisa ditingkatkan untuk mengimbangi kebutuhan energi di masa depan. “Itu cara lama. Sekarang kita harus fokus melakukan konsumsi secara cerdas (smart consumption),” tuturnya.
Penggunaan energi harus dilakukan secara efektif dan efisien. Diversifikasi sumber energi perlu mulai diterapkan. Penggunaan sumber energi terbarukan, seperti tenaga matahari dan panas bumi, menjadi sumber energi alternatif.
Bambang menambahkan, kebutuhan energi di daerah pelosok Indonesia dapat diatasi dengan sumber energi terbarukan berkapasitas kecil, misalnya panel surya. Selain itu, penggunaan jenis gawai harus sesuai dengan kondisi medan.