Penggunaan ponsel menjadi salah satu faktor pendukung ekonomi digital. Nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2025 diproyeksikan mencapai 124 miliar dollar AS atau sekitar Rp 1.784 triliun.
Perkembangan teknologi digital makin cepat diadaptasi masyarakat Indonesia untuk mendukung berbagai keperluan gaya hidup. Hal ini mendorong kebutuhan akan gawai berkualitas terbaik, sering kali tanpa memedulikan harga.
Pada gilirannya, pengelola media harus mampu menggabungkan seluruh potensi, peluang, publik, kompetitor, dan ekosistem yang ada untuk menjaga kehidupannya dan terus mengembangkan jurnalisme serta kepercayaan publik.
Teknologi digital bisa memperkuat fanatisme merek, bahkan hingga level menjadi ”agama”. Namun, fanatisme itu mulai memunculkan masalah. Di tangan orang yang salah, teknologi justru bisa menjadi fasilitas penghancur.
Tahun 2020 akan segera kita tinggalkan dengan kenyataan pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan, menyebabkan tekanan, tetapi juga membawa harapan.
Jeratan internet kian kuat di tengah-tengah peradaban manusia. Namun, di Indonesia, masyarakatnya masih menjadi sasaran empuk para penambang data pribadi.
Indonesia berada dalam situasi yang sama sekali berbeda dengan China, India, dan Amerika Serikat. Dengan begitu, yang paling mungkin dapat diupayakan adalah merancang ekosistem inovasi sendiri.
Penerapan teknologi kini menjadi hal fundamental bagi perusahaan untuk berkembang. Namun, tetap penting untuk menerapkan teknologi secara etis dan bertanggung jawab demi keamanan semua pihak.
Pembelian tiket penyeberangan Danau Toba yang masih manual, tanpa sentuhan teknologi sama sekali, dikeluhkan para pengguna jasa penyeberangan dan pelaku wisata. Sudah saatnya dikembangkan pemesanan tiket digital.
Kehadiran teknologi memperkuat akses pasar, mengefisiensikan distribusi, dan diharapkan menarik minat generasi muda. Oleh karena itu, kemitraan pelaku industri dengan petani perlu diperkuat dengan memanfaatkan teknologi.