JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tambahan atau DPTb terus bertambah. Jumlah tersebut diperkirakan baru akan mencapai finalnya pada Jumat (22/3/2019).
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan Azis, Kamis (21/3/2019), mengatakan, sejauh ini jumlah pemilih yang masuk dalam DPTb adalah 669.737 orang. Mereka adalah para pemilih yang telah memanfaatkan layanan pindah memilih sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
”Besok (Jumat) itu jumlah finalnya. Sore (Kamis) ini mulai (dilakukan) rekap sampai besok, lalu nanti hasilnya ada, besok,” ujar Viryan. Sebelumnya, jumlah DPTb itu tercatat sebanyak 569.451 pemilih dan sejumlah 275.923 pemilih pada 17 Februari lalu.
Ia mengatakan, terkait dengan hal tersebut, konsekuensi yang ada terletak pada pergeseran pemilih yang ada dalam DPTb. Ia menyebutkan, pergeseran pemilih karena terkait dengan sejumlah hal itu tetap terjadi sebagaimana mestinya dan relatif bukan menjadi persoalan.
”Yang jadi masalah (terkait pergeseran) itu dua hal, yaitu bagaimana dengan surat suara untuk pemilih tersebut. Kedua, kalau pemilih DPTb terkonsentrasi, itu kan perlu TPS. Nah, ini belum ada norma (hukum) TPS berbasis DPTb,” kata Viryan.
Menurut dia, dua poin penting itulah yang diharapkan KPU agar segera beroleh kepastian hukum. Kepastian hukum ini terutama tergantung dari proses uji materi UU Pemilu yang kini tengah diajukan sejumlah pihak ke Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut akan berpengaruh pada persiapan pemilu, misalnya terkait dengan pencetakan surat suara, pengelompokan ulang, dan juga kesiapan petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS).
”Kemudian logistik pemilunya, banyak sekali dampaknya karena pemilih (adalah) fundamen dari pemilu,” kata Viryan.
Ia menambahkan, sementara belum ada norma hukum terkait, hingga sejauh ini yang bisa diproyeksikan adalah para pemilih DPTb mesti bergeser ke TPS terdekat untuk menunaikan hak pilih. Ini karena berhubungan dengan ketersediaan surat suara di TPS bersangkutan.
Menurut Viryan, di sejumlah daerah ada kemungkinan pemilih tambahan mesti bergeser sekitar 5 kilometer hingga 10 kilometer ke TPS tujuan. Tidak tertutup kemungkinan pergeseran lokasi memilih bisa lebih jauh lagi.
Ia mencontohkan, misalnya, di Teluk Bintuni, Papua Barat, di mana ada konsentrasi pekerja pertambangan asal luar Papua yang mencapai ribuan orang. Jarak dari tempat tinggal pekerja tersebut ke TPS antara 15 kilometer dan 20 kilometer.
Viryan menyebutkan, dengan kondisi saat ini, hal tersebut merupakan masalah karena pada satu sisi UU Pemilu mengamanatkan adanya distribusi secara merata. Akan tetapi, dengan jarak menuju TPS yang relatif jauh, terutama jika masih harus bergeser bagi pemilih DPTb, tingkat partisipasi pemilih dalam Pemilu 2019 menjadi relatif terancam.
”Ini kan kompleks, ya, sehingga kita harap MK bisa segera memutuskan,” ujar Viryan.
Salah seorang pemohon uji materi UU Pemilu, Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari saat dihubungi pada hari yang sama menyampaikan, ada sejumlah hal yang bisa dilakukan KPU menjelang sidang lanjutan MK pada 25 Maret mendatang. Salah satunya menyiapkan untuk menjadi pihak terkait di MK guna menjelaskan kendala teknis yang dihadapi dari UU Pemilu, khususnya bagi pemilih berpindah.
”Sekaligus KPU bisa mempersiapkan diri sedari awal jika putusan MK memiliki dampak-dampak teknis penyelenggaraan,” ujar Feri.