JAKARTA, KOMPAS - Ombudsman RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi menjalin kerja sama menangani laporan masyarakat ke dua lembaga itu. kerjasama difokuskan pada upaya untuk menindaklanjuti laporan-laporan salah alamat. Adapun kesepakatan ini ditandatangani pimpinan Ombdusman dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kantor Ombudsman, Jakarta Selatan, Senin (18/3/2019).
Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, yang ditemui usai kegiatan tertutup itu, mengatakan, dengan ditandatanganinya nota kesepahaman ini maka KPK dan Ombudsman dapat meminta, memberikan dan/atau melakukan pertukaran informasi dan data untuk mendukung tugas dan kewenangan masing-masing.
"Masyarakat sekarang cukup kritis, hingga butuh lembaga-lembaga yang bisa menindaklanjuti laporan mereka. Tetapi, ada saja masyarakat yang melapor terkait pelaksanaan pelayanan publik ke KPK, padahal laporan itu lebih pantas ditangani Ombudsman. Begitu juga sebaliknya, laporan yang mustinya ditangani KPK, dilaporkannya ke kami," tutur dia.
Menurut Amzulian, laporan salah alamat yang diterima Ombudsman hanya sekian puluh dari hampir 10.000 laporan di 2018. Sayangnya, belum ada mekanisme pertukaran informasi dengan lembaga lain, seperti dengan KPK, agar laporan masyarakat bisa ditindaklanjuti secara optimal.
"Jadi, MoU ini dibuat agar kami bisa tukar menukar informasi. Laporan informasi layanan publik yang diterima KPK, ya itu diserahkan ke Ombudsman, dan sebaliknya. Selain itu, ini juga terkait dengan pendidikan dan pelatihan, serta penelitian bersama," imbuh Ketua KPK Agus Rahardjo yang ditemui pada kesempatan yang sama.
Pendidikan dan pelatihan bersama untuk pekerja di kedua lembaga di daerah itu bertujuan untuk menambah pemahaman di luar tugas dan fungsi masing-masing lembaga atas laporan masyarakat. Sebagai contoh, perwakilan Ombudsman di daerah harus memahami konsep gratifikasi dalam pelayanan publik. Dengan memahami itu, laporan terkait pelayanan publik yang menyangkut gratifikasi dapat diserahkan Ombudsman ke KPK.
"Kalau konsep gratifikasi tidak dipahami, bisa jadi laporan yang ada unsur gratifikasi tidak dianggap perkara gratifikasi, dan sebaliknya," lanjutnya.
Layanan publik
Sinergitas antara kedua lembaga itu, menurut Amzulian, penting untuk memaksimalkan kinerja pelayanan publik sekaligus upaya pencegahan korupsi. "Sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman, kami bertugas mengawasi pelayanan publik seluruh kementerian dan lembaga, yang tidak dapat diselesaikan oleh internal instansi tersebut. Kerja kami tentu tidak sederhana, karena kualitas pelayanan publik kerap sejalan dengan tingkat korupsinya. Jadi, kerja sama dengan KPK ini merupakan sinergitas yang penting," kata dia.
Kedua lembaga itu pun telah memiliki kantor pelayanan publik untuk menerima laporan terkait penyelenggara layanan publik oleh penyelenggara pemerintahan. Saat ini, Ombudsman telah menempatkan hampir 700 perwakilan di 34 kantor di setiap provinsi di Indonesia. Sementara, KPK sedang merintis pembangunan sembilan kantor perwakilan di daerah.
Untuk memudahkan layanan, Agus mengatakan, bahwa KPK telah memperkenalkan aplikasi berbasis Android bernama JAGA. Aplikasi itu dibuat untuk mendorong transparansi penyelenggaraan pelayanan publik dan pengolahan aset negara dengan menyediakan ruang diskusi dan pelaporan bagi masyarakat, yang bisa ditanggapi oleh pemerintah terkait, di sektor pendidikan, kesehatan, dan layanan publik lainnya.
"Perwakilan kami akan saling kerja sama dengan Ombudsman, pastinya terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi dan pelayanan publik. Mudah-mudahan kedua belah pihak bisa saling memperkuat dan bersinergi," pungkas Agus. (ERIKA KURNIA)