JAKARTA, KOMPAS — Aparatur sipil negara di sejumlah daerah masih melanggar aturan netralitas dalam Pemilu 2019. Bentuk pelanggaran tersebut mulai dari dukungan terhadap peserta pemilu lewat unggahan di media sosial hingga menjadi anggota partai politik.
Berdasarkan catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), hingga 1 Maret 2019, terdapat 165 pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) yang terjadi di 15 provinsi. Jawa Tengah menjadi provinsi dengan pelanggaran ASN terbanyak, yaitu 43 pelanggaran.
Daerah lain yang juga tercatat terjadi pelanggaran netralitas ASN antara lain Sulawesi Selatan dengan 26 pelanggaran, Sulawesi Tenggara 20 pelanggaran, Jawa Barat dan Banten masing-masing 17 pelanggaran, Bali 8 pelanggaran, Sulawesi Barat 7 pelanggaran, serta Nusa Tenggara Barat 6 pelanggaran.
Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, di Jakarta, Sabtu (9/3/2019), mengatakan, sebanyak 123 kasus telah ditindaklanjuti oleh Bawaslu. Adapun 26 kasus lainnya telah dihentikan, 10 kasus masih dalam proses, dan 6 kasus telah menjalani putusan pidana.
Bagja menjelaskan, mayoritas dari pelanggaran netralitas ASN itu terjadi di media sosial. Banyak ASN terang-terangan mendukung capres/cawapres atau calon anggota legislatif atau capres/cawapres di media sosial. Bawaslu mencatat, terdapat 56 kasus pelanggaran dengan kategori tersebut.
Selain itu, bentuk pelanggaran netralitas ASN lainnya, ASN menghadiri kampanye peserta pemilu, menggunakan atribut partai atau peserta pemilu, membagikan alat peraga kampanye, menjadi tim sukses peserta pemilu, mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, tetapi belum mengundurkan diri sebagai ASN, dan menjadi anggota partai politik.
Para ASN yang dilaporkan melanggar aturan netralitas itu tidak hanya pegawai biasa, tetapi ada juga yang menjabat kepala dinas, sekretaris kecamatan, satuan polisi pamong praja, dan perangkat desa. Selain itu, tak sedikit pula kepala daerah yang menjabat pembina kepegawaian di daerah justru ikut melanggar aturan itu.
Netralitas ASN ini tertuang dalam sejumlah peraturan, antara lain Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Surat Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, serta Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang pelaksanaan netralitas ASN.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menegaskan bahwa pihaknya telah berulang kali mengingatkan agar ASN bersikap netral dalam Pemilu 2019. Selain itu, pihaknya juga telah menyampaikan agar ASN tidak berpolitik praktis.
”ASN itu punya hak politik, tetapi nanti saat berada di bilik suara. Sebab, pelayanan negara tidak akan berjalan dengan baik jika 4,5 juta ASN berpolitik praktis,” ujarnya.
Ketua Komisi ASN (KASN) Sofian Effendi mengatakan, KASN telah memperketat pengawasan untuk menjaga netralitas ASN. Sebab, kata Sofian, pelanggaran tersebut akan mereduksi indeks efektivitas pemerintah. Salah satu indikator dari penilaian indeks itu adalah pemerintah harus memiliki model kelembagaan ASN yang mampu melawan intervensi politik.
Sebagai bagian dari upaya mengampanyekan pentingnya netralitas ASN di Pemilu 2019, KASN berencana mengajak masyarakat untuk ikut berpartisipasi mengawasi ASN. Ajakan ini akan disampaikan saat acara jalan santai, di acara car free day, di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (10/3).