JAKARTA, KOMPAS — Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Fadli Zon dan sejumlah anggota DPR menganggap tidak ada kewajiban penyelenggara negara, termasuk DPR, untuk menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara setiap tahun. Padahal undang-undang yang mengatur hal tersebut, pengesahannya turut dilakukan oleh DPR bersama dengan pemerintah.
Seperti diberitakan sebelumnya, baru 40 anggota DPR dari total 524 anggota DPR yang wajib melaporkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), yang telah menyerahkan LHKPN. Padahal, batas akhir penyerahan LHKPN setiap tahun jatuh pada 31 Maret 2019.
Selain menyebut tidak ada aturan yang mengharuskan penyerahan LHKPN setiap tahun, Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/2/2019), berdalih, telah berbicara dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, dan Agus pun menyampaikan LHKPN tidak diperlukan.
”Saya sudah berbicara dengan Ketua KPK dan menyarankan cukup data wajib pajak sehingga LHKPN tidak perlu. Dihapus saja, karena semua data harta kekayaan tercantum di pajak,” ucap Fadli.
Batas akhir pelaporan LHKPN tahunan yang jatuh batas waktunya setiap 31 Maret, juga disebutnya, tidak ada dasar hukumnya.
Tak hanya Fadli Zon, Ketua Fraksi Partai Hanura di DPR Inas Nasrullah Zubir menganggap LHKPN cukup dilaporkan setelah seseorang dilantik menjadi anggota DPR. Di luar itu, tidak ada kewajiban menyerahkan LHKPN. Ini termasuk, kewajiban menyerahkan LHKPN tahunan.
”Tidak ada lagi surat untuk laporkan setiap tahun. Ketentuan juga tidak ada. Dari Partai Hanura ada 16 orang dan telah melaporkan setelah dilantik,” ucap Inas.
Meski demikian, jika memang hal itu diwajibkan dan diminta oleh KPK, Inas bersedia menyusun dan menyerahkan LHKPN. ”Jika ada surat dari KPK, pelaporan LHKPN akan segera dilaksanakan,” katanya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (25/2/2019), mengingatkan para anggota DPR untuk segera mengumpulkan LHKPN yang berisi jumlah harta kekayaan yang dimiliki hingga 2018 kepada KPK. Batas waktu dari penyerahan LHKPN ini 31 Maret 2019.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, mewajibkan setiap penyelenggara negara melaporkan dan mengumumkan harta kekayaannya sebelum dan setelah menjabat serta bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat.
Sanksi dibutuhkan
Menurut peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, alasan sejumlah anggota DPR yang mengaku tidak mengetahui adanya kewajiban menyerahkan LHKPN setiap tahun, tidak masuk akal.
Alasan itu hanya dicari-cari oleh anggota DPR untuk menutupi kelalaian mereka menunaikan kewajiban menyerahkan LHKPN.
Sikap mayoritas anggota DPR yang tidak menyerahkan LHKPN juga menunjukkan lemahnya komitmen mereka pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Pasalnya, LHKPN merupakan salah satu instrumen untuk mencegah korupsi. Dari LHKPN, misalnya, bisa diketahui jika ada penambahan harta kekayaan secara tidak wajar.
Untuk meningkatkan kepatuhan penyelenggara negara, termasuk DPR, menyerahkan LHKPN, Lucius mendesak agar ada aturan yang khusus mengatur sanksi bagi mereka yang tidak menyerahkan LHKPN.
”Lebih baik dibuat aturan wajib dan jelas melaporkan LHKPN. Laporan secara berkala, per tahun, dan harus diikuti sanksi,” katanya. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)