Jokowi-Ma’ruf Upayakan Alternatif Lain dalam Penuntasan Kasus HAM
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasangan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, akan menempuh alternatif lain dalam penuntasan kasus hak asasi manusia tanpa menutup jalur peradilan. Alternatif lain dipilih untuk meredam gejolak kepentingan politik dan pihak terkait yang dapat menimbulkan gejolak di masyarakat.
Hal tersebut mencuat dalam diskusi membongkar visi dan misi pasangan capres nomor urut 01 terkait komitmen pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (19/2/2019). Misi tersebut tercantum dalam poin keenam tentang penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.
Dalam kesempatan ini, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menilai, isu HAM belum mendapat porsi yang cukup dalam debat capres yang digelar KPU. Padahal, kata Ahmad, HAM menjadi nilai dan prinsip pembangunan di Indonesia.
Berkaitan dengan hal itu, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Arsul Sani, mengatakan, kasus pelanggaran HAM menjadi persoalan dari tahun ke tahun. TKN terus berdiskusi tentang alternatif penuntasan kasus HAM tanpa muatan politis serta menimbulkan gejolak di masyarakat.
”Komnas HAM ataupun organisasi sipil di bidang HAM didorong untuk tidak hanya berkutat dengan pendekatan peradilan. Selalu ada resistansi kekuatan politik untuk meredam penuntasan melalui jalur peradilan sehingga tidak mudah. Kami berupaya mencari alternatif lain tanpa mengabaikan jalur peradilan,” ucap Arsul.
Ketika berbicara penuntasan kasus HAM, akan terjadi silang pendapat antara pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan kelompok masyarakat sipil. Tidak berhenti di situ saja, basis dukungan atau kekuatan politik juga bergejolak.
Silang pendapat dikhawatirkan malah menimbulkan resistansi yang dapat mengganggu stabilitas nasional. Lembaga negara dan pihak yang berkepentingan dapat saling sikut, melindungi kepentingan masing-masing.
”Pak Joko Widodo menaruh atensi besar terhadap persoalan HAM. Pendekatan sistematiklah yang ditempuh,” katanya.
Arsul mencontohkan, dalam reforma agragria dilakukan pembenahan kerangka regulasi, struktur lembaga terkait, ataupun budayanya. Pembenahan bertujuan mengakomodasi kepentingan bersama tanpa ada pihak yang dirugikan.
Hal serupa juga berlaku dalam revisi undang-undang. Perlu pertimbangan yang matang tanpa mengabaikan kepentingan bersama. ”Proses politik sangat panjang, tetapi tidak boleh mengabaikan penegakan hukum,” ujarnya.
Harus utuh
Penuntasan kasus HAM harus memperhatikan cara penuntasan dan pemulihan korban. Selain itu, juga tidak mengabaikan perspektif masyarakat.
Perwakilan Komnas Perlindungan Anak, Saul Situmorang, menjelaskan, penuntasan kasus HAM tidak boleh memisahkan penyelesaian dan pemulihan korban. Juga harus ada integrasi program dari pusat sampai ke daerah terkait isu-isu HAM.
Ia mencontohkan, reforma agraria harus melibatkan perempuan sebagai penyedia pangan. Jika sumber pangan dialihkan dan sulit ditemukan, keluarga akan kesulitan. Selain itu, peraturan daerah terkait perlindungan perempuan dan anak belum diimplementasikan secara baik.
”Roh konstitusi Indonesia ialah HAM. Penting untuk mengatasi persoalan secara lebih serius,” ucapnya. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)