YOGYAKARTA, KOMPAS — Kondisi Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada Selasa (19/2/2019) ini tenang. Sehari sebelumnya aktivitas gunung tersebut tinggi. Hal ini menunjukkan, aktivitas vulkanik Merapi masih fluktuatif sehingga dimungkinkan mengalami peningkatan atau penurunan dalam waktu mendatang.
Data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menunjukkan, pada Selasa pukul 00.00 sampai 18.00 WIB, Merapi hanya mengalami 16 kali guguran dengan durasi 11-55 detik. Dari total guguran itu, ada 1 guguran yang bisa terlihat secara visual dengan jarak luncur 500 meter menuju hulu Kali Gendol, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Jumlah guguran itu jauh lebih sedikit dibandingkan kondisi sehari sebelumnya. Pada Senin (18/2/2019), ada 95 kali guguran di Merapi dalam sehari. Dari total 95 kali guguran itu, sebanyak 30 kali guguran bisa teramati dengan jarak luncur 150 meter sampai 900 meter menuju hulu Kali Gendol.
Selain mengalami guguran dengan jumlah yang relatif tinggi, Gunung Merapi juga mengeluarkan tujuh kali awan panas guguran pada Senin. Seluruh awan panas itu mengarah ke hulu Kali Gendol dengan jarak luncur 200 meter hingga 1.000 meter.
Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan, kondisi Merapi saat ini masih fluktuatif. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan aktivitas vulkanik pada satu waktu, disusul dengan terjadinya penurunan aktivitas, lalu beberapa waktu kemudian kembali terjadi kenaikan.
”Kita bisa mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kondisi Merapi masih fluktuatif,” ujarnya, Selasa, di Yogyakarta.
Kita bisa mengatakan bahwa hal ini menunjukkan kondisi Merapi masih fluktuatif.
Aktivitas vulkanik Merapi yang fluktuatif antara lain bisa dilihat berdasar data jumlah guguran yang terjadi sebelum dan sesudah keluarnya awan panas pada Senin. Pada Minggu (17/2/2019) pukul 18.00-24.00, Merapi tercatat hanya mengalami delapan kali guguran. Namun, beberapa jam kemudian, terjadi lonjakan jumlah guguran.
Pada Senin antara pukul 00.00 dan 06.00, Merapi mengalami 31 kali guguran atau hampir empat kali lipat dibanding periode 6 jam sebelumnya. Sesudah terjadinya lonjakan jumlah guguran tersebut, Merapi mengeluarkan lima kali awan panas guguran dalam waktu berdekatan, yakni pukul 06.05, 06.13, 06.24, 06.25, dan 06.28.
Setelah itu, Merapi diketahui kembali mengeluarkan dua kali awan panas serta mengalami guguran dalam jumlah yang relatif banyak. Pada Senin antara pukul 12.00 dan 18.00, terjadi 30 kali guguran, sementara pada pukul 18.00-24.00 terjadi 16 kali guguran. Namun, jumlah guguran itu kemudian menurun drastis karena pada Selasa pukul 00.00-06.00 hanya tercatat 4 kali guguran.
Meski begitu, Hanik menambahkan, tren aktivitas Merapi tidak bisa disimpulkan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan dalam jangka waktu tertentu agar bisa terlihat adanya tren atau pola tertentu. ”Untuk melihat tren, memang kita tidak bisa berdasar data satu hari,” ucapnya.
Hingga saat ini, status Merapi masih Waspada (Level II) dan zona bahaya juga masih sama, yakni 3 kilometer (km) dari puncak Merapi. BPPTKG meminta masyarakat tidak beraktivitas di zona bahaya tersebut.
Lahar
Selain potensi akibat awan panas dan guguran di Merapi, masyarakat juga diminta mewaspadai kemungkinan munculnya lahar di sungai-sungai yang berhulu ke Merapi. Lahar merupakan material vulkanik yang biasanya berupa campuran batu, pasir, dan kerikil yang terbawa oleh aliran air.
”Masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi,” kata Hanik.
Masyarakat agar mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di seputar Gunung Merapi
Berdasarkan data BPPTKG, pada Selasa pukul 12.32 sampai 14.10, terjadi hujan di wilayah puncak Merapi dengan total curah hujan mencapai 100,5 milimeter. Namun, hingga Selasa sore, tidak ada laporan terjadinya lahar.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Biwara Yuswantana mengimbau masyarakat di sekitar lereng Merapi meningkatkan kewaspadaan. Secara khusus, Biwara juga mengingatkan pekerja pertambangan pasir dan batu di sekitar Kali Gendol agar benar-benar waspada dan terus memantau informasi terkini tentang Merapi.
Hal ini karena awan panas dan guguran dari Merapi cenderung mengarah ke hulu Kali Gendol. Selain itu, lahar dari Gunung Merapi juga berpotensi terbawa air hujan menuju aliran Kali Gendol. Oleh karena itu, apabila terjadi hujan deras di wilayah puncak Merapi dalam waktu cukup lama, para petambang juga mesti mewaspadai kemungkinan adanya lahar.
”Pada tahap sekarang, yang penting petambang meningkatkan kewaspadaan. Artinya, mereka harus mengikuti informasi perkembangan Merapi,” ujar Biwara.