Publik Perlu Dapatkan Informasi Rekam Jejak Caleg dan Teknis Pemilihan
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Transparansi dan integritas dinilai belum cukup dalam menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2019. Komisi Pemilihan Umum juga harus menjamin kebutuhan informasi bagi para calon pemilih terkait dengan rekam jejak peserta pemilu serta teknis pemilihan.
Informasi menyeluruh bertalian dengan rekam jejak peserta pemilu beserta teknis pemilihan menjadi penting agar pemilih bisa mengambil keputusan secara benar. Ini berkaitan dengan siapa yang akan dipilih ataupun prosedur teknis agar kertas suara tidak terbuang sia-sia.
”Apabila ingin pemilu yang tidak sekadar seremoni, maka yang harus benar-benar diperhatikan pemilih bisa membuat keputusan berdasarkan informasi yang cukup, baik soal prosedural pemilu, teknis, maupun memilih orang yang benar,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini dalam diskusi ”Menuju Pemilu Bermartabat” di Jakarta, Kamis (14/2/2019).
Dalam diskusi itu hadir Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan, dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
Titi mengatakan, pemilih perlu mengetahui informasi dari KPU terkait dengan prosedur pencoblosan secara tepat. Meski terdengar sederhana, ini menjadi masalah serius karena besarnya jumlah suara tidak sah pada pemilu sebelumnya. Pemilu 2014, misalnya, jumlah itu mencapai 14 juta suara.
Pemilih perlu mengetahui informasi dari KPU terkait dengan prosedur pencoblosan secara tepat
Ia menilai, KPU perlu mengantisipasi hal itu agar tidak terulang pada pemilu mendatang. Kerumitan pencobolosan diperkirakan meningkat karena rakyat Indonesia untuk pertama kali akan menjalani Pemilu Legislatif 2019 dan Pemilu Presiden 2019 secara serentak. Itu membuat pemilih akan menerima lima surat suara untuk memilih anggota DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan presiden.
Memengaruhi
Dari sisi pengetahuan pemilih terkait dengan peserta pemilu, Titi menilai, masih banyak narasi bohong yang mampu memengaruhi pemilih dalam membuat keputusan. ”Pemilu itu tidak akan bebas dan adil jika pemilih tidak terbebas dari kebohongan informasi menyesatkan ataupun tekanan kepada pemilih,” ujarnya.
Titi menyatakan, ada 2.043 calon anggota legislatif (caleg) DPR tidak bersedia riwayat hidupnya dibuka kepada publik melalui portal resmi milik KPU. Jumlah itu mencapai 25 persen dari sekitar 7.000 dokumen caleg yang telah diperiksa KPU. Kondisi ini, ujarnya, mengakibatkan pemilih diminta membuat keputusan di tengah minimnya informasi bertalian dengan rekam jejak peserta pemilu.
Ketua KPU Arief Budiman mengatakan, riwayat hidup peserta pemilu penting untuk dipublikasikan agar pemilih mempunyai basis informasi sebelum membuat keputusan. Adapun profil caleg dapat dilihat di laman resmi KPU. ”Ini juga mendorong pemilu yang transparan,” kata Arief.
Menurut dia, dibukanya rekam jejak dan profil caleg menjadi tolok ukur bagi masyarakat untuk melihat apakah pemilu sudah cukup transparan dan berintegritas, baik dari sisi penyelenggara maupun peserta pemilu.
Ketua Bawaslu Abhan mengatakan, pihaknya berkomitmen menjaga integritas pemilu mendatang. Ia mengimbau masyarakat agar senantiasa menjadi pemilih yang rasional sehingga tidak terjebak dalam praktik politik uang.