Parpol Ramai-ramai Copot Anggota Dewan yang Ditahan
Oleh
Dahlia Irawati
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Partai politik di Kota Malang, Jawa Timur, mulai ramai-ramai memroses pergantian antarwaktu anggotanya yang terlibat suap. Mereka sepakat bahwa komposisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang tidak boleh kosong agar roda pemerintahan tetap berjalan.
Selasa (4/9/2018), perwakilan partai terlihat berdatangan ke DPRD Kota Malang. Mereka ingin berkonsultasi dengan sekretariat dewan terkait prosedur pergantian antarwaktu (PAW) atau bahkan ada yang sudah menyerahkan berkas PAW.
Ketua DPC PDI-P I Made Rian pada Selasa itu datang ke gedung dewan untuk menyerahkan berkas pengajuan PAW dari empat orang anggotanya. Mereka adalah M Arief Wicaksono (terpidana), Abdul Hakim, Tri Yudiani, dan Suprapto (ketiganya terdakwa). Keempatnya terlibat kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Malang 2015.
”Saya datang untuk menyerahkan berkas pengajuan PAW empat orang yang sudah berproses hukum sebelumnya. Adapun lima orang, yang baru saja ditahan, nanti malam akan kami proses PAW-nya,” kata Made.
Made berharap, sekretariat dewan pun segera bisa memroses pengajuan PAW tersebut. ”Kami berharap posisi kosong untuk empat orang pertama akan segera diganti empat orang baru. Berikutnya akan kami proses lima anggota lagi. DPP sudah menginstruksikan melalui e-mail DPC untuk segera mengambil langkah-langkah taktis terkait kondisi ini. DPP menginginkan agar roda pemerintahan Kota Malang dan kedewanan tidak terganggu dengan ditahannya teman-teman,” katanya.
Keputusan PDI-P untuk cepat mengurus PAW anggotanya yang ditahan, menurut Made, mempertimbangkan agar pemerintahan di Kota Malang tidak lumpuh. ”Kami berhitung dengan aturan DPRD di mana enam bulan sebelum masa keanggotaan habis, dewan tidak bisa di-PAW. Artinya kami berhitung dengan waktu. Saat ini keanggotaan dewan masih 11 bulan,” katanya.
Sembilan anggota DPC PDI-P terlibat suap dan ditahan. Mereka adalah M Arief Wicaksono, Abdul Hakim, Suprapto, Hadi Susanto, Erni Farida, Teguh Mulyono, Tri Yudiani, Diana Yanti, dan Arief Hermanto.
Upaya PAW juga dilakukan oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Abdul Rozaq, Ketua DPC PPP Kota Malang, Selasa siang, juga datang ke dewan untuk mengurus PAW tiga anggotanya yang menjadi tersangka suap dan ditahan KPK.
”Saya datang ke sini diutus DPW PPP Jawa Timur untuk berkonsultasi mengenai proses PAW anggota kami. Kami menjajaki kemungkinan-kemungkinan. Apalagi posisi ketiga anggota kami itu belum mengundurkan diri. Tapi partai sebenarnya bisa melakukan PAW. Maka, kami ingin berkonsultasi dengan sekretariat dewan mengenai prosedurnya,” kata Rozaq. Anggota DPC PPP yang terlibat suap adalah Asia Iriani, Heri Pudji Utami, dan Samsul Fajrih.
Abdurrohman, Pelaksana Tugas Wakil Ketua DPRD Kota Malang dari Fraksi PKB, mengatakan, partai sudah menyiapkan proses PAW anggotanya. ”PAW sudah dibahas dan tinggal menjalani proses administrasinya,” katanya.
Saat ini dari 45 anggota DPRD Kota Malang, 41 anggota ditahan KPK atas kasus suap pembahasan APBD-P Kota Malang 2015.
KPK menahan puluhan anggota dewan itu dalam tiga gelombang. Gelombang pertama, pada akhir 2017, KPK menetapkan tiga tersangka dan menahan mereka. Ketiganya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan (DPUPPB) Jarot Edy Sulistyono, Ketua DPRD Kota Malang M. Arief Wicaksono, dan pihak kontraktor Hendrawan Maruszaman. Ketiganya saat ini menjalani vonis selama 3-5 tahun penjara.
Gelombang kedua, pada Maret 2018, KPK menetapkan Wali Kota Malang Mochamad Anton dan 18 anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 menjadi tersangka. Wali kota dan 18 anggota dewan pun ditahan saat itu. Wali Kota Mochamad Anton saat ini sedang menjalani vonis 2 tahun 8 bulan atas kasus tersebut.
Saat ini, September 2018 KPK kembali menetapkan 22 anggota dewan sebagai tersangka. Tersisa lima anggota dewan.
Dengan hanya tersisa lima orang, saat ini roda pemerintahan di Kota Malang lumpuh. Tanpa anggota yang mencukupi, DPRD Kota Malang tidak akan bisa menjalankan tiga fungsinya, yaitu fungsi penganggaran, legislasi, dan pengawasan.
Skandal suap ini terjadi saat Wali Kota Malang dan kawan-kawan memberikan uang Rp 700 juta kepada ketua DPRD Kota Malang untuk memuluskan pembahasan APBD-P 2015. Uang tersebut kemudian dibagi-bagi kepada anggota dewan lain. Setelah dibagi-bagi, nilai suap untuk masing-masing dewan tidak banyak, yaitu Rp 12,5 juta-Rp 50 juta per orang.