Pemilu dan Kutukan Ketua DPR
Saat Jerman harus tersingkir dalam fase grup di Piala Dunia 2018, banyak pihak meyakini juara Piala Dunia 2014 itu kena kutukan piala dunia, yaitu juara bertahan tak akan bisa mempertahankan gelar juaranya. Kutukan yang mirip, juga ada di parlemen kita, khususnya terkait posisi Ketua DPR.
Sejak era reformasi, belum pernah ada ketua DPR yang berhasil kembali menjadi wakil rakyat di pemilu berikutnya. Sebabnya bermacam, antara lain karena gagal terpilih kembali di pemilu berikutnya.
Kegagalan itu, antara lain dialami Ketua DPR periode 2004- 2009 Agung Laksono yang tidak terpilih kembali pada Pemilu 2009. Ketua DPR periode 2009-2014 Marzuki Alie, juga gagal kembali masuk parlemen pada Pemilu 2014.
Sebelum diduduki Bambang Soesatyo, kursi ketua DPR periode 2014-2019 pernah diduduki Setya Novanto dan Ade Komarudin. Kini, Novanto dan Ade Komarudin dipastikan tak akan ada di parlemen pada periode 2019-2024, karena mereka tak terdaftar sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.
Sementara Bambang, kembali menjadi caleg dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VII. Ini menjadi kali ketiga dia maju dari dapil yang mencakup, Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen tersebut.
Pada Pemilu 2009 dan Pemilu 2014, dia bisa memenangi pertarungan. Namun bagaimana dengan Pemilu 2019?
Jawa Tengah VII yang menyediakan tujuh kursi DPR, termasuk dapil yang berat karena partai-partai lain pun menempatkan jagoannya. Dari PDI-P, ada Wakil Ketua DPR Utut Adianto dan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang juga mantan Bupati Purbalingga, Heru Sudjatmoko. Partai Amanat Nasional menempatkan Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan. Dan ada pula anggota DPR petahana dari Gerindra, Darori Wonodipuro, Taufiq Abdullah dari Partai Kebangkitan Bangsa, dan Amelia Anggraini dari Nasdem.
Di luar nama di atas, masih ada pengusaha, pengurus teras parpol, aktivis, hingga wartawan yang jadi caleg di dapil itu.
Namun, Bambang tak menjadikan persaingan di dapil Jateng VII dan adanya ”kutukan” ketua DPR, sebagai sebuah beban berat. ”Itu tergantung rezeki anak soleh. Semua itu sudah ada garis tangannya,” ujarnya.
Bambang meyakini, partainya tetap akan memperoleh kursi di Jawa Tengah VII. Masalahnya, tinggal siapa caleg Golkar yang mendapatkan kursi itu. Terkait hal itu, dia memprediksi bakal terjadi pertarungan sengit antarcaleg Golkar di dapil itu. Namun, dia menyatakan sudah mengantisipasinya. ”Di antara caleg Golkar di Jawa Tengah VII, saya yang senior. Saya akan mengatur supaya di antara caleg tidak saling jegal. Kita akan berbagi wilayah. Ini seperti yang diterapkan di pemilu sebelumnya,” tuturnya.
Dia juga yakin peluang untuk kembali terpilih di 2019 masih besar karena selama ini dia menjalin komunikasi dengan konstituennya. Dia juga punya tim khusus di dapil-nya yang bertugas merawat konstituen.
Bukan jaminan
Menjabat wakil ketua DPR juga bukan jaminan untuk terpilih kembali di pemilu berikutnya. Tidak terpilihnya Wakil Ketua DPR (2009-2014) dari Golkar, Priyo Budi Santoso, pada Pemilu 2014, menunjukkan hal itu.
Terkait hal itu, meski dapil Jawa Tengah VII telah mengantarkannya ke parlemen pada Pemilu 2009 dan 2014, menurut Utut Adianto, bukan perkara ringan untuk bisa terpilih kembali di 2019 dari dapil itu.
”Pekerjaan paling sulit di dunia itu adalah menjadi caleg di pemilu. Saya pernah menjadi grand master catur, juga pernah usaha. Namun, tak ada yang sesulit (jadi caleg) ini,” katanya.
Menurut Utut, kontestasi dalam pemilu berlangsung ketat, bahkan keras. ”Pertandingannya memakai format tinju. Namun, di lapangan, sikut main, kaki main, rambut juga boleh dijambak,” katanya mengibaratkan.
Hal ini karena dalam pemilu, ada kemungkinan terjadi politik uang, pencurian suara, dan praktik-praktik curang lainnya. Kontestasi juga tak hanya terjadi antarpartai, tetapi juga antarcaleg dalam satu partai.
”Sebenarnya sudah ada konsep untuk mencegah saling jegal antar caleg satu partai, yaitu bagi-bagi wilayah. Namun, di lapangan, implementasinya tak mudah. Para caleg masih berebut suara di daerah yang gemuk (banyak pemilihnya), sedangkan di daerah kurus tidak ada yang datang,” ujarnya.
Ditambah lagi, lanjut Utut, dirinya dibebani tugas sebagai wakil ketua DPR dan tugas dari partainya untuk membantu pemenangan Pemilu 2019. Oleh karena itu, dia kemungkinan akan lebih banyak menghabiskan waktu di Jakarta.
Kunci keterpilihan
Menurut Marzuki Alie, pimpinan DPR, MPR ataupun DPD, yang maju kembali pada pemilu legislatif, sebenarnya punya modal yang kuat untuk bisa terpilih kembali. Syaratnya, tidak mudah terlena dengan fasilitas dan popularitasnya sebagai pimpinan.
”Jadi, bagi petahana, kuncinya mau bekerja dan selalu turun menyapa masyarakat. Jika hal itu dilakukan, pasti akan terpilih, meski politik uang di mana-mana,” katanya.
Marzuki mengaku gagal melakukan hal itu sehingga tak terkejut saat tak terpilih di Pemilu 2014. Ini karena menjelang 2014, dia memilih untuk tidak intens menyapa pemilih di dapil-nya. Dia lebih fokus untuk memenangi konvensi calon presiden yang digelar partainya, Demokrat. ”Saya tidak kampanye (di dapil). Saya keliling Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, ikut konvensi,” kenangnya. Namun, Marzuki juga gagal memenangkan konvensi tersebut.
Pengalaman Marzuki itu, memberi pelajaran bagi pimpinan legislatif, dan juga para anggota DPR saat ini, yang akan kembali maju pada Pemilu 2019, untuk rajin menyapa dan menyerap aspirasi masyarakat di dapilnya. Kemudian bersikaplah selaras dengan kehendak rakyat. Tidak hanya menjelang pemilu tetapi sejak dipercaya menjadi wakil rakyat.
Bersamaan dengan itu, harapan ditujukan kepada penyelenggara dan pengawas pemilu untuk menjaga, agar pemilu betul-betul langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dengan demikian, akan terpilih wakil rakyat yang terbaik.