Pemberi Kasus Suap Bupati Labuhan Batu Tiba di Jakarta
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa Effendy Sahputra, pemberi suap kepada Bupati Labuhan Batu ke Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/7/2018). Sehari sebelumnya, Effendy telah ditangkap oleh tim KPK di kediamannya di Kabupaten Labuhan Batu.
Effendy, pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi (BKA), tiba di Gedung Merah Putih KPK sekitar pukul 15.55 WIB, dikawal dua petugas KPK. Ia mengenakan kaus berwarna cokelat dan celana hitam sambil menarik sebuah koper. Ia tidak mengenakan rompi oranye tahanan KPK. Tidak ada satu pun pertanyaan wartawan yang ia tanggapi.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengonfirmasi pengamanan Effendy tersebut. “Itu ES (Effendy Sahputra) sebagai pihak pemberi,” kata Febri.
Belum diketahui apakah Effendy akan diperiksa satu kali 24 jam atau segera ditahan di rumah tahanan (rutan KPK). Setelah ditangkap tim KPK, ia telah menjalani pemeriksaan awal di kantor Kepolisian Resor (Polres) Labuhan Batu bersama tiga orang lainnya.
Tiga orang tersebut adalah swasta H. Thamrin Ritonga, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Labuhan Batu Khairul Pakhri, dan pegawai Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara (BPD Sumut) berinisial H.
KPK telah menetapkan Effendy sebagai tersangka sebagai pihak pemberi. Di lain pihak, Bupati Labuhan Batu Pangonal Harahap dan orang kepercayaannya, Umar Ritonga ditersangkakan sebagai pihak penerima. Pangonal telah ditahan untuk 20 hari ke depan di rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK, sedangkan Umar masih buron setelah melarikan diri dari kejaran tim KPK.
Kasus suap ini diduga terkait dengan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rantau Prapat Kabupaten Labuhan Batu yang masuk dalam tahun anggaran 2017. “Sebab, baru saja beberapa saat sebelumnya dilakukan pencairan uang tersebut oleh pihak yang melakukan proyek,” kata Febri, Rabu (18/7/2018).
Effendy diduga memberi Rp 500 juta kepada Bupati sebagai bagian dari Rp 3 miliar yang diminta. Ia mencairkan cek sebesar Rp 576 juta dan menyuruh orang kepercayaannya, berinisial AT, untuk mengambil uang tersebut. Sebanyak Rp 61 juta ditransfer AT ke rekening Effendy, sedangkan AT mengambil Rp 16 juta.
Umar bertugas mengambil Rp 500 juta sisanya untuk Pangonal. Uang tersebut telah dititipkan kepada H dalam tas keresek. Saat itulah tim KPK menghadang Umar, namun Umar berhasil melarikan diri. Sementara itu, tim KPK menangkap Pangonal dan ajudannya, berinisial E di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)