Calon Kepala Daerah di Jabar Ikuti Pembekalan Antikorupsi
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS - Sebanyak 112 calon kepala daerah se-Jawa Barat yang terdiri dari empat pasangan calon gubernur, dan 52 pasangan calon bupati/ wali kota mengikuti acara Pembekalan Antikorupsi yang digelar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Sate, Kota Bandung, Selasa (17/4/2018).
Dalam acara yang dihadiri oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dan itu juga digelar kegiatan Deklarasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Tahun 2018.
“Pembekalan antikorupsi ini penting digelar apalagi sampai saat ini masih banyak calon kepala daerah yang terkena OTT (operasi tangkap tangan) KPK. Diharapkan seperti Provinsi Jabar, kasus OTT di Kabupaten Bandung Barat merupakan kasus yang terakhir. Namun kalau sampai terjadi lagi, ya mau bilang apa lagi,” kata Tjahjo Kumolo.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, di wilayah Jabar menjelang pilkada serentak ini terdapat calon kepala daerah yang terkena OTT, yaitu Bupati Subang nonaktif, Imas Aryumningsih pada Februari lalu.
Imas ditangkap atas dugaan menerima suap terkait perizinan pembangunan pabrik oleh dua perusahaan, yaitu PT ASP dan PT PBM. Uang suap tersebut diduga biaya kampanye Imas dalam pilkada 2018.
Berselang dua bulan kemudian, yaitu tanggal 10 April, Bupati Bandung Barat, Abubakar juga terkena OTT KPK. Abubakar diduga memungut sejumlah uang pada semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di lingkungan Pemkab Bandung Barat, yang salah satunya dana itu diduga untuk membiayai kampanye istrinya, Elin Suharliah yang juga maju dalam pilkada 2018.
Pada acara pembekalan antikorupsi hari ini, nampak pasangan Imas, yakni Sutarno, begitu pula pasangan Elin, Maman Sulaeman Sunjaya juga datang. Akan tetapi Elin yang diumumkan harta kekayaannya mencapai Rp 22,4 miliar itu tak hadir.
Pemateri dalam pembekalan antikorupsi itu adalah Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Ahmad Wiyagus, jaksa Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jabar Setia Budi Hartono, dan Koordinator Unit Koordinasi dan Supervisi Pencegahan KPK, Asep Rahmat Suwandha.
Turut hadir pula Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, Ketua Komisi Pemilihan Umum Jabar Yayat Hidayat, serta KPU kabupaten/ kota se-Jabar.
Basaria Panjaitan mengingatkan kepada para pasangan calon agar benar-benar mengikuti kontestasi pilkada dengan penuh integritas dan kejujuran.
“Perlu menjadi perhatian, sampai saat ini terdapat 18 gubernur dan 75 bupati atau wali kota atau pun wakilnya terjerat kasus korupsi. Diharapkan kepala daerah yang terpilih di Jawa Barat ini jangan sampai masuk grup ini,” ujar Basaria.
Basaria menyinggung, kegiatan ini dimaksudkan untuk membekali para pasangan calon kepala daerah, sehingga dapat terbangun perilaku antikorupsi, juga untuk memberikan pemahaman persoalan-persoalan pokok penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Basaria juga mengingatkan 9 titik rawan korupsi di lingkungan pemerintah daerah yang perlu diperhatikan oleh para calon kepala daerah, yakni perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah(APBD), perizinan, pembahasan dan pengesahan regulasi, pengelolaan pendapatan daerah, rekrutmen, promosi, mutasi, rotasi kepegawaian, pelayanan publik, serta proses penegakan hukum.
Sementara itu dalam pengumuman LHKPN para calon kepala daerah di Jabar, untuk lingkup pemilihan gubernur, harta kekayaan tertinggi dimiliki oleh calon gubernur Deddy Mizwar sebesar Rp 36 miliar. dan yang terkecil adalah calon wakil gubernur, Ahmad Syaikhu sebesar Rp 2 miliar.
Sedangkan untuk lingkup se-Jabar, harta kekayaan tertinggi calon kepala daerah dimiliki oleh calon wali kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso sebesar 82 miliar, dan yang terkecil calon bupati Subang, Imas Aryumningsih sebesar Rp 273 juta.
Yayat Hidayat menuturkan, deklarasi LHKPN ini juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mencegah para calon yang terpilih ketika memimpin selama 5 tahun tidak menyalahgunakan kewenangannya.
“Sebab ketika LHKPN ini diumumkan, masyarakat bisa memantau pergerakan harta kekayaan kepala daerah ini apakah berkurang atau bertambah signifikan. Jika terjadi penambahan harta yang terindikasi tak wajar, masyarakat bisa menilai kinerjanya, dan kalau memang terindikasi terdapat penyimpangan atau ketidakjujuran dalam LHKPN bisa melaporkan ke aparat penegak hukum,” kata Yayat.