Koruptor Gugat Ahli Lingkungan karena Dinilai Merugikannya
Oleh
DD07
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Basuki Wasis, saksi ahli yang diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menghitung dampak lingkungan suatu perkara korupsi, digugat oleh si pelaku kasus itu karena dianggap merugikannya.
Padahal, seorang ahli, berdasarkan undang-undang, tidak bisa diancam karena kesaksian yang dia sampaikan di persidangan.
Penggugat, Nur Alam, adalah mantan Gubernur Sulawesi Tenggara yang telah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan 12 tahun penjara pada 18 Maret 2018. Karena terbukti melakukan korupsi, Nur Alam juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.
Perkara korupsi yang membelit Nur Alam meliputi persetujuan pencadangan wilayah pertambangan dan persetujuan izin usaha pertambangan PT Anugerah Harisma Barakah.
Basuki, yang juga dosen Institut Pertanian Bogor, mengungkapkan, kasus korupsi ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 2,7 triliun akibat berkurangnya atau musnahnya kondisi ekologis di lokasi tambang di Pulau Kabaena.
Selain itu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memperkirakan, kasus korupsi ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebanyak Rp 1,6 triliun. Secara total, kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp 4,3 triliun.
Keterangan Basuki itu menjadi dasar bagi Nur untuk mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Cibinong.
Dalam dokumen gugatan yang disampaikan tim kuasa hukum Nur kepada Pengadilan Negeri Cibinong, Pasal 1365 dan Pasal 1366 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata merupakan dasar hukum yang digunakan untuk menggugat Basuki.
Tertulis dalam pasal itu, orang yang membawa kerugian kepada orang lain harus menggantikan kerugian itu.
Orang itu bertanggung jawab, bukan hanya atas kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga yang disebabkan kelalaiannya.
Menanggapi gugatan itu, Muji Kartika Rahayu, salah satu Kuasa Hukum Basuki, mengatakan, KUH Perdata merupakan peraturan lama yang disusun pada masa rezim Belanda.
Kini, ada UU lain yang mengatur itu, yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Berdasarkan undang-undang itu, orang-orang dibebaskan dari Pasal 1365 dan 1366 KUH Perdata apabila posisinya sebagai pelapor, ahli, atau saksi. Aturan yang paling baru mengecualikan aturan yang paling lama," kata Muji saat jumpa pers di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (16/4/2018).
Koalisi Masyarakat Sipil mengecam gugatan Nur kepada Basuki dan menyatakan siap mendukung Basuki.
Tama S Langkun, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, kehadiran negara dalam membela Basuki sangat penting karena kejadian ini bisa mengancam proses pemberantasan korupsi dan perjuangan lingkungan hidup pada kasus-kasus lain.