”Ae owo, ae owo, ae owo, ae owo, aeee owooo.” Nyanyian bersemangat belasan perempuan disertai tarian adat dari Wamena itu mewarnai peresmian gedung Pasar Mama Papua di Kota Jayapura, Papua, Rabu (7/3) siang. Tarian ini sebagai simbol rasa syukur para pedagang asli Papua karena telah mendapatkan tempat berjualan yang layak setelah menanti 17 tahun.
Yuliana Pigay, koordinator para pedagang, meneteskan air mata ketika Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano menandatangani prasasti peresmian pasar itu. Tangisan perempuan asal Kabupaten Paniai itu bukanlah kesedihan, melainkan rasa haru dan bangga.
Akhirnya, setelah menanti selama 17 tahun, Yuliana bersama sekitar 200 pedagang lainnya bisa memiliki tempat berjualan yang layak. Pasar Mama Papua itu dibangun dari dana 44 badan usaha milik negara di atas lahan seluas 2.400 meter persegi.
”Saya teringat 29 pedagang dan salah satu aktivis Solidaritas Pedagang Asli Papua (Solpap), Robert Jitmau, yang telah meninggal dunia sebelum pasar ini diresmikan. Mereka adalah sosok pahlawan yang berjuang bersama kami selama belasan tahun,” ucap Yuliana.
Semua pedagang adalah kaum perempuan yang berasal dari sejumlah daerah di Papua, seperti Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Paniai, dan Jayawijaya. Sejak 2010, mereka hanya menempati sebuah pasar sementara yang berjarak sekitar 200 meter dari Pasar Mama Papua.
Pasar sementara itu berupa sebuah lapangan yang ditutupi tenda berwarna putih. Pengelola pasar telah dua kali mengganti tenda itu karena rusak saat diterpa angin kencang disertai hujan deras.
Tak ada lahan parkir di lokasi itu. Para pembeli harus memarkirkan kendaraannya, baik mobil maupun motor, di pinggir jalan. Kondisi itu tak ayal sering menyebabkan kemacetan lalu lintas di ruas jalan tersebut.
Para pedagang pun menjajakan barang jualan di lapak yang sempit. Mereka menggelar dagangan, seperti buah-buahan dan sayuran, di atas terpal yang dibentangkan di lantai. Puluhan pedagang yang lapaknya berada di pinggiran area pasar juga terpaksa berhenti berjualan ketika hujan.
Selain di pasar sementara, puluhan pedagang juga berjualan di pinggir sejumlah jalan Kota Jayapura atau di depan pusat-pusat perbelanjaan.
Akibat kondisi serba terbatas itu, Yuliana mengatakan, semua pedagang bersama Solpap berunjuk rasa. Mereka menuntut tempat berjualan yang layak. Aksi-aksi itu dilakukan di Kantor Gubernur Papua hingga DPRD Papua dalam sejumlah kesempatan sejak 2001.
Akhirnya, setelah 17 tahun berjuang, impian para pedagang untuk memiliki tempat berjualan yang layak pun kini terwujud melalui Pasar Mama Papua.
Bangunan pasar itu terdiri dari empat lantai yang dilengkapi berbagai fasilitas. Di setiap lantai tersedia dua kamar mandi dan dua toilet dengan interior layaknya fasilitas di pusat perbelanjaan modern. Setiap kamar mandi juga dilengkapi pancuran.
Lantai 1 dikhususkan untuk pedagang daging, ikan, dan buah-buahan yang juga dilengkapi 24 wastafel. Sementara lantai 2 untuk aktivitas pasar kering dan lantai 3 untuk pedagang kerajinan tangan khas Papua. Adapun lantai 4 adalah ruang pelatihan pedagang, perpustakaan online serta poliklinik.
Pihak kontraktor juga membangun tangga yang didesain khusus untuk memudahkan pedagang mengangkut dagangan ke lantai atas. Pembeli yang hendak berbelanja di lantai atas pun tak akan kesulitan naik-turun tangga itu. Selain itu, pasar juga dilengkapi satu generator listrik berkapasitas 100 kilovolt Ampere, bak penampungan air berkapasitas 5.000 liter, dan sumur bor.
Destinasi wisata
Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano mengatakan, Pasar Mama Papua juga menjadi destinasi wisata baru. Pasalnya, di pasar itu terdapat penjualan berbagai kerajinan tangan khas Papua, termasuk tas tradisional noken. Noken ditetapkan sebagai warisan dunia tak benda pada 2012 oleh UNESCO.
”Wisatawan lokal dan mancanegara dapat berkunjung ke pasar ini untuk mendapatkan aneka kerajinan tangan khas Papua. Kami berharap para pedagang bisa menampilkan produk kerajinan tangan dan aksesori yang bernilai ekonomis dan berkualitas tinggi sehingga bisa menarik minat wisatawan,” kata Benhur.
Ia mengatakan, para pedagang tas noken yang selama ini terkendala tempat pemasaran telah memiliki galeri penjualan di Pasar Mama Papua. ”Dengan galeri ini, tak ada lagi penjual noken di pinggiran jalan yang harus merasakan hujan dan terik matahari,” kata Benhur.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jayapura Robert Awi memaparkan, Pasar Mama Papua berkapasitas 298 pedagang, tetapi untuk sementara baru akan menampung 272 pedagang, yakni 212 pedagang dari pasar sementara dan 60 pedagang yang biasanya berjualan di pinggiran jalan. Adapun sisa tempat masih akan diseleksi dari pedagang yang berjualan di sejumlah ruas jalan di Jayapura.
Albertina Giyai, salah satu pedagang, sangat bersyukur akhirnya bisa mendapatkan tempat berjualan dengan fasilitas memadai dari pemerintah pusat. ”Terima kasih untuk program Nawacita dari Presiden Joko Widodo. Beliau telah mewujudkan perjuangan kami memiliki sebuah pasar yang layak,” katanya.