Kajian Efektivitas Transjakarta Jalur Nonkoridor Belum Ada
JAKARTA, KOMPAS — PT Transportasi Jakarta belum melakukan kajian untuk mengetahui efektivitas masuknya bus transjakarta di jalur nonkoridor. Padahal, pengkajian dari berbagai sisi diperlukan agar rencana pengalihan masyarakat menggunakan transportasi publik dan pengurangan kemacetan efektif.
Wibowo dari Humas PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menyatakan, kajian yang dilakukan dari jumlah penumpang transjakarta menunjukkan peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Perusahaan akhirnya memutuskan masuk ke jalur bus kota yang tidak memiliki jalur khusus.
Sebelumnya, transjakarta berorientasi pada sistem bus rapid transit (BRT). BRT adalah sistem bus yang mengharuskan kendaraan jalan di jalur khusus dan memiliki jadwal. ”Kami kaji dari segi antusiasme masyarakat dalam menggunakan transjakarta dan kebutuhan masyarakat akan transjakarta di jalur yang belum dilewati bus,” kata Wibowo, Senin (19/2) di Jakarta.
Data PT Transjakarta menyebutkan, jumlah penumpang yang menggunakan bus transjakarta 102,95 juta orang pada tahun 2015 dan 123,71 juta orang tahun 2016. Angka naik menjadi 144,86 juta tahun 2017. Saat ini, transjakarta membawa penumpang rata-rata 490.000 orang per hari pada tahun 2018.
Wibowo menyatakan, ada sejumlah faktor agar masyarakat mau beralih menggunakan transportasi publik dari kendaraan pribadi. Faktor pertama adalah ketersediaan kendaraan yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas. Faktor yang lain adalah membuat jalur steril bagi kendaraan umum yang menjadi ranah Dinas Perhubungan DKI Jakarta dan kepolisian.
”Penambahan bus transjakarta di jalur bus kota bertujuan mendorong program pemerintah untuk menggunakan transportasi publik,” katanya. Apalagi, saat ini pemerintah sementara memperbaiki jalur pedestrian. Masuknya transjakarta di jalur itu diharapkan memudahkan pejalan kaki untuk mengakses bus di halte terdekat tanpa perlu berjalan ke halte khusus transjakarta.
Sebelumnya, Direktur Teknik dan Fasilitas PT Transjakarta Wijanarko mengatakan, model pintu masuk rendah dipilih agar MRT ketika beroperasi dapat menjadi bus pengumpan jarak dekat (feeder). Bus juga direncanakan menghubungkan antarstasiun MRT, perkantoran, stasiun KRL, dan halte transjakarta layaknya bus kota (Kompas, 19/2).
Saat ini, terdapat empat rute yang dilalui bus transjakarta pintu masuk rendah (low entry) dengan nama Metrotrans. Keempat rute itu adalah Harmoni-Bundaran Senayan, Tebet-Karet, Kampung Melayu-Tanah Abang, dan Tanah Abang Explorer. Adapun uji coba telah dilakukan sejak November 2017 dengan biaya Rp 3.500 per orang.
Dengan tipe pintu masuk rendah, Metrotrans tidak memerlukan halte perhentian khusus seperti bus transjakarta lainnya. Bus dapat langsung berhenti di tepi jalan, seperti bus kota pada umumnya. Saat ini, jumlah bus Metrotrans yang beroperasi 58 unit. Misalnya, bus Tanah Abang Explorer akan berhenti pada halte bus di Stasiun Tanah Abang; Tanah Abang Blok G; Tanah Abang Blok B dan C; Tanah Abang Auri; Tanah Abang AURI; Tanah Abang Blok E; dan jalan layang Jatibaru. Jumlah penumpang rata-rata di rute itu adalah 10.000-12.000 orang per hari.
Untuk rute Kampung Melayu-Tanah Abang, bus akan berhenti di beberapa halte, seperti Masjid Jami Al Makmur 2, Thamrin City, London School, dan Mall Ambassador. Bus juga akan berhenti di Manhattan Hotel, Puri Casabalanca, Kota Casablanca, Telkom Tebet, dan Kampung Melayu Besar 2. Bus saat ini mengangkut sekitar 2.500 orang per hari.
Master driver PT Transjakarta, Parulian Simanjutak, mengatakan, ia membawa Metrotrans rute Tebet-Karet pada giliran (shift) pertama, yaitu pukul 05.00-12.00. Dalam satu kali perjalanan atau ritase, ia rata-rata membawa 80 orang. Adapun total perjalanan yang ia bawa sekitar enam perjalanan dalam satu shift. Menurut dia, jumlah ritase tidak tentu karena terrpengaruh dari kelancaran lalu lintas.
Sebelumnya, PT Transjakarta memesan 300 bus pintu masuk rendah. Bus memiliki dua tipe casis, yaitu Mercedes-Benz Tipe O 500 U 1726 dan Scania Tipe K250UB. Karoseri atau perusahaan pembuat badan bus yang digunakan jasanya adalah Laksana untuk bus berbahan baja dan Nusantara Gemilang untuk bus berbahan aluminium.
Laksana membuat 199 bus, dan telah mengirim 150 unit bersasis Scania dan 41 unit bersasis Mercedes-Benz ke Jakarta. Adapun 101 unit tengah dikerjakan Nusantara Gemilang dan akan selesai Juni tahun ini (Kompas, 17/2).
Metrotrans memiliki kapasitas angkut 1 sopir, 41 penumpang duduk, 27 penumpang berdiri, dan satu kursi roda bagi kaum difabel. Dua pintu masuk berada di sisi kiri, yaitu di bagian depan dan tengah bus. Bus juga memiliki tombol stop untuk memberi tahu pengemudi dan mesin pembayaran (tapping machine).
Fasilitas di dalam bus adalah memiliki penyejuk udara, kursi prioritas, pegangan untuk penumpang berdiri, dan papan besi yang dapat menjadi jalur bagi kursi roda naik ke bus. Selain itu, terdapat 12 kamera pemantau (CCTV) di dalam dan luar bus dan dua televisi.
Tidak efektif
Analis kebijakan transportasi dari Forum Warga Kota Jakarta (Fakta), Azas Tigor Nainggolan, menilai PT Transjakarta seharusnya membuat pengkajian dari sisi permintaan, penataan rute, dan ketersediaan moda transportasi lain yang telah beroperasi terlebih dulu. Ketiadaan pengkajian dari berbagai sisi seolah memperlihatkan tidak adanya perencanaan dalam program.
”Konsep transjakarta selama ini adalah BRT sehingga memiliki jalur khusus. Kalau transjakarta masuk ke kawasan non-BRT, mereka tidak ada bedanya dengan kendaraan umum lainnya,” katanya. Hal tersebut berpotensi membuat PT Transjakarta tidak efektif mengurangi kemacetan.
Selain itu, Azas menyatakan, ketidaksiapan perencanaan dapat terlihat dari beberapa peristiwa lalu. Pada 12 Februari, sejumlah pengemudi angkutan perkotaan (angkot) memprotes bus transjakarta rute nonkoridor, yaitu Kampung Melayu-Tanah Abang.
Beroperasinya bus di rute tersebut membuat penghasilan pengemudi angkot menurun. Pengemudi akhirnya memarkirkan sekitar 150 mobil angkot di jalan dekat Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, sehingga lalu lintas arah Kota Kasablanka ke Kampung Melayu macet.
Pengemudi angkot di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga sempat melakukan aksi mogok pada akhir Januari. Salah satu tuntutan mereka adalah penghentian operasional bus transjakarta explorer di area Tanah Abang karena pendapatan mereka menurun.
Menurut Azas, tidak adanya evaluasi membuat PT Transjakarta berpotensi mematikan transportasi umum lain yang telah beroperasi, seperti mikrolet dan metromini. Hal tersebut karena penumpang cenderung memilih naik bus transjakarta dengan harga yang lebih murah dan fasilitas yang lebih memadai.
”Transjakarta tidak bisa langsung masuk ke non-BRT begitu saja. Sistem manajemen perusahaan harus ditata ulang,” ujar Azas. Ia menyarankan, transjakarta berintegrasi dengan transportasi publik yang telah ada. Setelah itu, kendaraan baru diremajakan secara perlahan. Hal tersebut bertujuan agar PT Transjakarta tidak segera mematikan usaha berbagai pengusaha angkutan umum. (DD13)