Claudia Goldin Perjuangkan Kesetaraan dari Meja Akademis
Claudia Goldin telah menelusuri arsip-arsip dan mengumpulkan data dengan rentang waktu lebih dari 200 tahun. Ia dapat mengklasifikasi persoalan yang dihadapi perempuan pekerja selama berabad-abad.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Di pasar tenaga kerja global, perempuan hingga saat ini belum mendapatkan tempat yang sama dengan laki-laki. Kendati waktu yang perempuan korbankan untuk bekerja sudah setara dengan laki-laki, tetap saja secara umum penghasilan yang perempuan dapat tidak setara dengan laki-laki.
Claudia Goldin (77), seorang profesor ekonomi dengan spesialisasi bidang ketenagakerjaan dari Universitas Harvard, Amerika Serikat (AS), telah menelusuri arsip-arsip dan mengumpulkan data dalam rentang 200 tahun untuk mengungkap alasan kesenjangan jender di pasar tenaga kerja terjadi selama berabad-abad.
Atas dedikasi yang telah ia salurkan dalam beberapa dekade terakhir untuk isu-isu perempuan pekerja, Goldin diganjar Hadiah Nobel Ekonomi 2023. Ia tercatat menjadi perempuan ketiga peraih Hadiah Nobel Ekonomi setelah Elinor Ostrom pada tahun 2009 dan Esther Duflo pada 2019.
Namun, sebagai pemenang tunggal, Goldin tercatat menjadi perempuan pertama yang mendapatkan penghargaan ini sejak Hadiah Nobel untuk bidang ekonomi pertama kali diberikan pada 1969.
Buku Goldin tahun 1990 yang berjudul Understanding the Gender Gap: An Economic History of American Women merupakan kajian yang sangat berpengaruh dan membuka cakrawala para akademisi terhadap akar ketidaksetaraan upah antarjender.
Goldin menulis dalam bukunya, ”Seiring berjalannya waktu, perempuan telah meninggalkan arena rumah atau pertanian keluarga atau bisnis keluarga dan berpindah ke arena produksi pasar yang lebih luas.”
”Mereka telah menjadi pekerja, mereka mulai mencari nafkah untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Kehidupan mereka telah banyak berubah, namun pasar tenaga kerja dan kebijakan pemerintah sering kali lebih lambat dalam merespons hal ini.”
Goldin tidak menawarkan solusi, namun penelitiannya memungkinkan para pembuat kebijakan mengatasi masalah yang sudah mengakar. Ia menjelaskan sumber kesenjangan tersebut, dan bagaimana kesenjangan tersebut berubah seiring berjalannya waktu, serta bagaimana kesenjangan tersebut bervariasi sesuai tahap perkembangannya.
Menurut Goldin, tidak ada kebijakan tunggal yang dapat mengatasi ketidaksetaraan jender di dunia tenaga kerja, karena semua bergantung pada konteks waktu dan budaya dari tempat lapangan pekerjaan penyerap perempuan tenaga kerja berada.
Ekonomi-sejarah
Lahir pada tahun 1946 di Bronx, sebuah distrik di kota New York, AS, Goldin sangat menggemari sejarah sejak usia muda. Hal itulah yang membuat Goldin muda kerap membenamkan diri dalam keajaiban koleksi di American Museum of Natural History di Manhattan, New York.
Museum itulah yang membuat Goldin jatuh cinta pada bidang ilmu arkeologi dan bakteriologi.
Dia awalnya kuliah di Universitas Cornell untuk belajar mikrobiologi. Di tahun kedua kuliahnya, ia bertemu dengan Alfred Khan, seorang dosen yang gemar mengaitkan mikrobiologi dengan manfaat ekonomi. Sosok Alfred Khan pula yang menyadarkan Goldin bahwa ia punya hasrat terpendam untuk mempelajari ilmu humaniora dan sosial. Pada akhirnya, Goldin beralih ke jurusan sejarah dan ekonomi.
Setelah mendapatkan gelar sarjana di Universitas Cornell, Goldin langsung melanjutkan di Universitas Chicago. Gelar doktor di bidang industri dan ekonomi tenaga kerja ia dapat pada tahun 1972.
Goldin menjelaskan mengapa sejarah penting bagi perekonomian dengan mengutip buku The Race between Education and Technology (2008), yang ditulisnya bersama rekan ekonom yang juga suaminya, Lawrence (Larry) Katz.
”Larry Katz dan saya mengamati perubahan ketimpangan pendapatan pascatahun 1980 dibandingkan sebelum tahun 1980 dan menyelidiki teori bahwa ketimpangan semakin meningkat pascatahun 1980 karena perubahan teknologi yang berbasis keterampilan,” kata Goldin.
”Sejarah memungkinkan kita untuk memahami bahwa perubahan teknologi yang berbasis keterampilan bukanlah hal baru, namun telah ada sejak lama,” tulis Goldin dalam bukunya
Kesenjangan pendapatan antara pekerja yang berpendidikan lebih tinggi dan berpendidikan lebih rendah juga melebar pada tahun 1915, kemudian menyempit hingga tahun 1950-an, dan kemudian melebar lagi pada tahun 1980-an. Demikian temuan Goldin dan Katz.
Dengan mempelajari tren tenaga kerja sepanjang abad ini, Goldin melihat bahwa meningkatnya penawaran dan permintaan terhadap pekerja berlabel lulusan perguruan tinggi jadi penyebab fluktuasi premi upah bagi pekerja. Naik turunnya upah pekerja merefleksikan perlombaan antara pendidikan dan teknologi karena sistem pendidikan terus mengikuti perkembangan tuntutan teknologi dan keterampilan.
Pisau sejarah juga ia gunakan untuk mengkaji jender perempuan di bidang ketenagakerjaan. Buku pertamanya yang berjudul Urban Slavery in the American South, 1820-1860: A Quantitative History adalah disertasi yang ia buat untuk program doktornya di Universitas Chicago.
Dia kemudian bekerja dengan sejarawan ekonomi, Kenneth Sokoloff, untuk meneliti era industrialisasi awal di AS, peran perempuan pekerja, pekerja anak, serta keluarga imigran dan kelas pekerja. Pada saat itu, ia menyadari bahwa sebagian besar perempuan pekerja telah diabaikan dalam sejarah perekonomian dan ia mulai mempelajari bagaimana perempuan angkatan kerja berevolusi secara peran dalam pertumbuhan ekonomi. Dari yang semula hanya pelengkap, lama-kelamaan perempuan menjadi motor pertumbuhan ekonomi.