Afifah Hasna, Langkah Maju untuk Konservasi Anoa di Manado
Afifah Hasna memilih berkarya di Anoa Breeding Center (ABC) di Manado demi keberlangsungan kehidupan anoa.
Afifah Hasna (25) tak mau menunggu lebih lama lagi pada malam pertaruhan 16 Januari 2023. Sudah jelas sejak awal, bayi dalam perut Denok, anoa betina yang sedang bunting besar itu, tak akan bisa lahir secara normal. Ia pun mengambil sebuah tindakan medis yang radikal: operasi caesar tanpa menunggu tenggat waktu 8 jam proses kelahiran alami.
Pukul 20.14, para staf Anoa Breeding Center (ABC) Manado merebahkan Denok dengan perut sebelah kiri menghadap atas. Afifah segera menyuntikkan bius lokal. Setelah obat bekerja, dengan cekatan ia membuat satu sayatan vertikal yang dalam di perut anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) berusia 13 tahun itu.
Benar belaka, anak anoa itu masih jauh di dalam rahim Denok. Badannya besar pula. Tanpa ragu-ragu, tepat pukul 20.52, Afifah menarik bayi anoa itu keluar, lalu buru-buru menyerahkannya kepada seorang asisten untuk diperiksa.
Dokter hewan anyar itu kemudian berpasrah pada semesta. Dari 11 kelahiran di ABC selama 2015-2022, hanya tiga yang bertahan hidup akibat tingginya insiden distokia alias sungsang. Operasi caesar, yang selama ini dipercaya sebagai alternatif terakhir, pernah dilakukan tiga kali setelah mengikuti prosedur standar kelahiran natural, tetapi anak anoa selalu berakhir mati.
Apa yang kali ini bakal hidup? Entahlah, itu urusan nanti. Sambil menekan harapannya agar tak tumbuh, Afifah fokus menjahit sayatan di perut si induk agar tak kehilangan lebih banyak darah. Namun, para asistennya tak kuasa menahan diri untuk tak menatap ke arah bayi anoa yang baru lahir itu. Mereka kemudian berseru, ”Wah, gerak itu! Gerak!”
Seruan itu diikuti tangisan pendek yang lirih, ”Oek… Oek….” Anoa mungil itu hidup. Ia kemudian dinamai Raden, kombinasi dari nama induknya, Rambo (12) dan Denok. Kelahirannya menandai keberhasilan operasi caesar pertama pada anoa dataran rendah tak hanya di ABC, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Bandel
Sore, 28 Mei 2021, sekira 1,5 tahun sebelum malam kelahiran Raden, Afifah menghadap ibu dan ayahnya di ruang tamu rumah mereka di daerah Pancoran, Jakarta Selatan. Suasana tegang. Bagaimana tidak? Bagai geledek di siang bolong, Afifah tiba-tiba minta restu untuk hijrah ke Manado karena ia diterima kerja sebagai dokter hewan di ABC.
Masalahnya, Afifah tak pernah bilang ke orangtuanya bahwa dia sudah melamar kerja ke sana-sini. Padahal, ia belum resmi jadi dokter hewan. Jadwal Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan-nya (UKMPPDH) bahkan belum terbit.
Baca juga: Raden Si Anoa Menang Melawan Maut
”Orangtuaku menentang. Ibuku bilang, ’Kenapa sih kamu kok enggak cari kerja yang deket-deketaja? Kan, kerjaan PNS (pegawai negeri sipil) banyak? Kamu bisa di rumah. Kamu tuh udah pergi ke sana kemari, harusnya udah puas! Jangan bikin kita capek mikirnya!’” kata Afifah, mengutip perkataan ibunya dari ingatan ketika ditemui di klinik ABC, Rabu (5/7/2023)
Afifah memaklumi perkataan ibunya. Selama lima tahun kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) University, ia gemar sekali melanglang buana. Dua kali ia ikut ekspedisi bersama Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB ke Kepulauan Mapia, Papua Barat, serta Ujung Kulon, Banten, untuk mengamati dan mendata satwa liar.
Ia juga pernah ikut Ekspedisi Nusantara Jaya yang diselenggarakan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi ke Pulau Semau, Nusa Tenggara Timur. Pernah pula ia turut berekspedisi ke Tapanuli Selatan untuk mengamati orangutan tapanuli bersama lembaga bernama Hutan Itu Indonesia.
Dari sanalah anak kedua dari tiga bersaudara itu menemukan arah dan tujuan hidupnya. ”Setelah lulus, aku mau jadi dokter hewan satwa liar, mau terjun di bidang konservasi. Jadi, semakin ibuku menyarankan aku jadi PNS, semakin aku menentang. Aku harus buktiin kalau aku bisa sukses tanpa jadi PNS,” tuturnya.
Di sisi lain, ayah Afifah merasa kecewa dan putus asa. Pasalnya, sebagai pengidap diabetes, ia sedang menderita luka yang cukup parah di kakinya, dan hanya Afifah orang di rumah yang berani merawat luka tersebut. Ayahnya berharap ia tinggal di rumah setidaknya sampai sebulan lagi sambil konsentrasi mempersiapkan UKMPPDH.
Akan tetapi, tekad Afifah telanjur bulat. ”Kami sempat hening agak lama. Tapi akhirnya ayahku mengiyakan dengan syarat aku menjamin harus bisa dapetin ijazahku. Aku juga menjamin akan bayarin perawat buat bersihin lukanya sampai sembuh,” katanya.
Ibunya juga merestui asalkan ia hanya setahun bekerja di ABC. ”Aku bilang, ’Iya, habis itu balik.’ Tapi udah bisa diduga, kan, akhirnya gimana?” ujar Afifah sambil terkekeh.
Sendirian
Tiga hari kemudian, 1 Juni 2021, Afifah tiba di ABC. Satu-satunya pusat pengembangbiakan anoa di Indonesia itu terletak di kompleks Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado, 20 kilometer dari pusat kota.
Hari itu pula baru ia ketahui, dirinya adalah satu-satunya dokter hewan di sana. Selain itu, ternyata ada seekor anoa betina yang sudah bunting tua dan akan melahirkan dalam hitungan hari, namanya Rita.
Dari pengamatannya saja, Afifah tahu, kondisi kebuntingan itu tak normal karena badan Rita terlampau gendut. Namun, staf BPSILHK dan ABC saat itu tak mempermasalahkannya.
”Di sini lebih fokus ke gimana nanganin pas hari-H-nya. Beberapa kali kami meeting untuk menentukan, apa mau di-caesar langsung, atau mau ditunggu sampai lahir normal. Banyak yang bersuara, tapi enggak pernah ada evaluasi selama 9-10 bulan bunting. Manajemen pakannya gimana? Kapan harus dipindah ke kandang luas? Kapan harus USG dan gimana deteksi dini kebuntingannya?” kata Afifah.
Di hari Rita melahirkan, ABC mendatangkan dokter hewan yang bertugas di sana sebelum Afifah karena ia belum resmi jadi dokter hewan. Namun, yang dikhawatirkan pun terjadi. Rita si anoa malang sulit melahirkan dan harus 5 jam merintih kesakitan dulu sebelum tim dokter memutuskan untuk mengintervensi dengan penarikan.
Bayi anoa itu lahir, tetapi tak bernapas. Ketika ditimbang, beratnya mencapai 8 kilogram, jauh di atas ambang batas normal 5 kg. Dari proses nekropsi, terungkap bahwa kematiannya murni disebabkan faktor-faktor mekanis, salah satunya badan bayi anoa yang terlalu besar sehingga sulit bernapas saat dilahirkan.
Kejadian itu membuat Afifah sedih. Sebagai pecinta konservasi, ia belum bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan satwa endemik Sulawesi itu, yang menurut Perserikatan Internasional untuk Pelestarian Alam (IUCN) populasinya tinggal 2.500 ekor alias hampir punah.
”Sejak itu aku banyak merenung. Iya, ini salahku, enggak intervensi lebih awal. Tapi ada sebagian hal yang di luar kendaliku, misalnya perlakuan selama masa bunting. Seandainya aku datang lebih awal, mungkin aku bisa lebih banyak intervensi sehingga enggak sampai sebesar itu anaknya,” kata Afifah, yang baru resmi jadi dokter hewan sebulan setelah tiba di ABC.
Maka, perempuan kelahiran 26 Maret 1998 itu segera menenggelamkan diri dalam beragam literatur dan uji coba, karena pengetahuannya sendiri tentang anoa belum banyak. Ini dimulai dari mengurangi panjang periode kawin anoa. Jika tadinya jantan dan betina disatukan dalam kandang yang sama selama sebulan, ia membatasinya jadi 5-7 hari saja demi mempermudah perkiraan hari kelahiran.
Ia juga menjajal berbagai alat uji (test kit) untuk mendeteksi hormon penanda kebuntingan pada sampel lendir vagina anoa, meski sampai saat ini hasilnya masih inkonklusif. Ini sulit karena, ironisnya, tak banyak literatur dan riset mendalam tentang anoa di ABC. ”Kurang dieksplorasi jenis hormon, kandungan, dan kadarnya,” ujarnya.
Baca juga: Anoa Breeding Center Manado Sambut Kelahiran Bayi Keempat
Sialnya lagi, ketika ia datang, BPSILHK Manado baru saja ditetapkan sebagai perubahan dari Balai Penelitian dan Pengembangan LHK Manado yang tugas pokok dan fungsinya adalah riset. Akibat perubahan nomenklatur itu, anggaran institusi tak bisa lagi dialokasikan untuk penelitian. Mayoritas peneliti pun sudah dipindah ke Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Di sisi lain, fasilitas di ABC juga kurang. Alat ultrasonografi (USG) tak mumpuni sehingga sulit mendeteksi dini kebuntingan. Tak ada pula fasilitas inseminasi buatan untuk mempercepat kebuntingan. Pengembangbiakan pun hanya bisa dilakukan dengan cara alami setiap sebulan sekali.
Ubah persepsi
Setahun berlalu, tak ada kebuntingan anoa di ABC. Banyak pihak mulai mempertanyakan alasannya kepada Afifah, termasuk PT Cargill Indonesia sebagai donor terbesar ABC. Afifah pun mulai mempertanyakan dirinya sendiri.
“Aku hopeless. Udah lama kerja, tapi enggak ada progres. Aku mulai memikirkan resign, daripada ABC menghabiskan waktu mempekerjakan aku, daripada aku mempermalukan diriku,” ujarnya.
Semua berubah pada suatu pagi di antara bulan September dan Oktober 2022. Tak seperti biasanya, hari itu Afifah memutuskan untuk mengunjungi anoa di kandang kecil terlebih dahulu. Di sana, ia bertemu dengan Johanis Muru, pawang anoa di ABC.
”Dok, itu Denok nyanda bunting so?” tanya Johanis padanya. Kemudian, dengan alat USG yang dipinjam dari seorang dokter hewan di Bitung, terdeteksi denyut jantung di dalam perut Denok. Ternyata, ia sudah bunting 6-7 bulan.
”Untung hari itu aku ketemu Pak Johanis. Kalau enggak, aku udah mau suntik hormon ke Denok buat reset siklus estrusnya (birahi). Kalau aku suntikin, bisa jadi besoknya dia keguguran,” kata Afifah.
Sejak itu, Afifah mengubah perlakuan terhadap Denok agar tak terjadi lagi fatalitas seperti pada kasus Rita di 2021. Porsi makannya dikurangi signifikan, jadi 10 kg rumput saja per hari. Vitaminnya dikurangi supaya nafsu makannya tak melonjak, sementara bobotnya dipantau dua kali seminggu.
Puncaknya adalah pada hari kelahiran Raden. Afifah menegaskan, kalau sejak awal Denok sudah tampak kesusahan karena distokia, ia akan langsung melakukan operasi caesar. Tak perlu menunggu proses kelahiran natural sampai 8 jam.
”Kalau worst case-nya anaknya enggak survive, aku siap ambil pelajarannya. Setidaknya ada one more thing to learn, daripada cuma ngulang cara yang sama tapi gagal lagi. Setidaknya dengan cara yang berbeda, kita akan tahu mana lagi yang perlu diteliti. We never lose, either we win or we learn,” tuturnya.
Kelahiran Raden pun, kata Afifah, adalah sebuah keberhasilan bagi konservasi satwa liar. Peristiwa itu juga mengubah persepsi di ABC maupun umum bahwa operasi caesar tak harus jadi alternatif terakhir. Dan, yang tak kalah penting, kelahiran anoa harus dipersiapkan dengan perlakuan khusus sepanjang 9-10 bulan masa bunting.
”Mungkin buat orang, Raden ini cuma satu ekor anoa. Tapi di balik itu, ada yang jauh berharga, yaitu evaluasi dan pelajarannya. Kita jadi tahu, cara apa yang akan berhasil. Satu keberhasilan ini akan menunjang 50 persen keberhasilan pengembangbiakan berikutnya,” kata Afifah.
Ketelitian dan ketelatenan Afifah berbuah lagi pada Minggu (9/7/2023). Anara, seekor anoa betina berusia 5 tahun, melahirkan anakan jantan secara normal. Kebuntingannya dapat dideteksi pada usia 1,5 bulan berkat modifikasi USG sehingga perlakuan khusus bisa diberikan sejak awal.
Afifah pun menyebutnya sebagai wujud dari pengelolaan yang baik di ABC. ”Gol besarnya adalah ketika anoa bisa beranak secara normal,” katanya.
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, Afifah punya satu mimpi, yaitu menjadi dokter ahli anoa. Namun, ia merasa tak bisa selamanya “mendekam” di ABC. Dia masih ingin memperdalam pengetahuan multispesies, salah satunya melalui pendidikan formal lanjutan.
Ia pun tak memungkiri, suatu saat ia mungkin harus pergi dari ABC. Namun, masalahnya, ”pasokan” dokter hewan sangatlah terbatas, apalagi di seluruh Sulawesi baru Universitas Hasanuddin di Makassar, Sulawesi Selatan, yang punya program studi kedokteran hewan. Lulusannya pun belum tentu tertarik dengan kedokteran hewan satwa liar.
”Personally, hal yang bisa aku lakuin adalah inspire orang lain, bahwa bidang ini sangat berpotensi. Banyak banget yang bisa dieksplorasi. Tanpa harus banyak omong, orang bisa lihat apa aja yang udah aku lakukan di sini. Masih banyak juga hal tentang anoa yang bisa dieksplorasi,” ujar Afifah.
drh Afifah Hasna
Lahir: Jakarta, 26 Maret 1998
Pendidikan:
- S-1 Kedokteran Hewan IPB University 2015-2019
- Pendidikan Profesi Dokter Hewan IPB University 2019-2021
Pekerjaan: Dokter hewan Anoa Breeding Center, Manado, Sulawesi Utara
Publikasi: Penanganan Distokia dengan Sectio Caesaria pada Anoa Dataran Rendah (Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional 2022)