Raden Si Anoa Menang Melawan Maut
Kelahiran Raden membawa kebahagiaan untuk semua yang terlibat dalam pelestarian anoa di Anoa Breeding Center Manado. Keberhasilannya bertahan hidup adalah satu kemenangan dalam perjuangan melestarikan satwa endemik itu.
Di balik jeruji hijau yang mengungkungnya, Denok tampak sangat gelisah. Meski payah, ia sesekali mondar-mandir menyusuri panjangnya kandang sempit itu. Agaknya ia tahu bahwa hari itu, Senin, 16 Januari 2023, bayi yang telah 292 hari mendekam dalam perutnya semakin mendesak minta dikeluarkan.
Kebuntingan bukan hal baru bagi Denok. Anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis) betina berusia 13 tahun itu sudah pernah beranak empat kali, hasil perkawinannya dengan Rambo, pejantan berusia 12 tahun. Mereka sama-sama menghuni Anoa Breeding Center (ABC), penangkaran anoa di Manado, Sulawesi Utara.
Masalahnya, riwayat Denok dalam persalinan kurang baik. Tingkat sintasan (survival rate) bayinya hanya 50 persen. Buktinya, hanya dua yang berhasil bertahan hidup pasca-kelahiran, yaitu Maesa, anoa jantan yang lahir pada 2017, dan Deandra, betina yang lahir setahun kemudian.
Itu pun berkat adanya dokter hewan di ABC yang membantu menarik mereka dari rahim Denok. ”Kami menduga Denok ada kelainan sulit melahirkan, namanya distokia. Bayinya sungsang sehingga sulit keluar,” ujar drh Afifah Hasna, dokter hewan di ABC, Kamis (2/2/2023).
Tak heran kalau Afifah tak kalah gelisah dari Denok. Persalinan kelima Denok ini adalah pertaruhan, pertama bagi ABC yang dibentuk Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan khusus untuk menangkar anoa secara ex situ pada 2015. Hingga 2022 tahun, tercatat ada 11 kali kebuntingan, tetapi hanya tiga yang lahir selamat.
Di samping itu, hidup mati bayi Denok akan berpengaruh bagi eksistensi satwa endemik Sulawesi itu di alam liar. Perserikatan Internasional untuk Pelestarian Alam (IUCN), memperkirakan populasi anoa saat ini tak lebih dari 2.500 ekor di seluruh Sulawesi.
Karena itu, Afifah dan tim ABC telah mengamati betul kondisi Denok sejak dua hari sebelumnya. Tanda-tanda akan melahirkan sudah tampak, antara lain melenguh gelisah serta sering buang air kecil. Maka, ia dipindahkan ke kandang isolasi dengan pantauan kamera pemantau (CCTV) 24 jam nonstop.
Dua hari kemudian, tanda-tanda kelahiran semakin jelas, seperti pembukaan rahim serta ekskresi lendir selama 3-8 jam. Denok, anoa yang didatangkan dari Palu, Sulawesi Tengah, setelah disita dari masyarakat, pun dipindahkan ke kandang yang jauh lebih sempit untuk melahirkan.
Namun, hingga 19.00 Wita, tidak ada perkembangan berarti. Anak dari rahimnya tak kunjung keluar, dan Denok yang kesakitan dan payah semakin stres.
Situasi itu sangatlah dilematis untuk Afifah. Ia bisa saja segera mengambil tindakan operasi caesar, tetapi pilihan tersebut biasanya hanya diambil sebagai opsi terakhir ketika tindakan lain tak berhasil. Di sisi lain, dengan pendekatan tersebut, riwayat operasi caesar di ABC pun kurang menyenangkan: tiga kali dan semuanya berujung kematian.
Pertama
Senin malam itu, sebagian staf Balai Penerapan Standar Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSILHK) Manado, satu dari dua lembaga Kementerian LHK yang mengelola ABC, berkumpul di area kandang anoa. Heru Setiawan, kepala BPSILH Manado yang sehari sebelumnya baru saja merayakan kelahiran anak ketiga, termasuk di antaranya.
Kali ini, bukan hanya dia yang harap-harap cemas menanti persalinan si ”ibu hamil”, melainkan juga jajaran stafnya. Sementara di dalam kandang, Afifah sang dokter hewan telah mengambil keputusan sekaligus risiko: Denok akan dioperasi caesar.
Baca juga: Anoa Breeding Center Manado Sambut Kelahiran Bayi Keempat
Maka, pukul 20.14, pawang anoa ABC merebahkan anoa bunting itu dengan perut kiri menghadap atas. Keempat kakinya kemudian dipegang kuat-kuat oleh enam staf laki-laki. Afifah pun mulai memeriksanya, dibantu dua dokter hewan yang didatangkan dari Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Minahasa Utara.
”Dari pemeriksaan, ternyata fetus (janin) masih jauh di dalam rahim. Kalau dibiarkan, risikonya bukan hanya pada bayi anoa, tetapi juga pada induknya karena dia sudah stres tinggi,” kata Afifah.
Pada pukul 20.24, Denok pun dibius lokal. Tim dokter hewan pun membuka perut kiri Denok dengan satu sayatan yang dalam, mengingat begitu tebalnya kulit anoa. Proses itu penuh tantangan, karena Denok yang tidak kehilangan kesadaran berusaha meronta.
Kurang dari 10 menit, bayi dalam perut Denok telah tampak. Dengan kuat dan cekatan, Afifah yang perawakannya kurus itu segera menarik anoa mungil itu keluar dengan memegang kakinya.
Akhirnya, pukul 20.52, harap-harap cemas tim ABC berakhir dengan sorak bahagia. Bayi anoa itu hidup, jenis kelaminnya jantan. Badannya montok dengan bobot 6,1 kilogram dan panjang badan 52 sentimeter. Bulunya coklat mendekati hitam.
Demikianlah dalam gelap malam yang diterangi lampu-lampu senter, ABC menyambut kelahiran keempat anoa yang berhasil bertahan hidup. Bayi anoa itu juga adalah anakan pertama yang berhasil hidup setelah dilahirkan dengan operasi caesar.
Tim ABC mengusulkan beberapa nama untuk anoa jantan itu, seperti Rano, Denbo, Adera, dan Raden, lalu mengirimnya kepada Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar. Semua usulan itu adalah kombinasi dari nama Denok dan Rambo, dua induknya. Namun, nama Raden-lah yang terpilih.
Heru mengakui, nama itu lebih identik dengan kultur Jawa, padahal Anoa adalah satwa Sulawesi yang tidak ada di Jawa. Namun, ia menegaskan, ”Raden” diusulkan lebih karena alasan praktis ketimbang filosofis, yaitu agar mudah mengingat siapa induknya. ”Mungkin berikut, kami akan coba cari nama-nama lokal asli sini (Sulut dan Sulawesi),” katanya.
Tidak buru-buru
Pekerjaan tim dokter yang dipimpin Afifah baru selesai pada pukul 22.07, yang dipungkas dengan jahitan terakhir pada bekas tindakan caesar di perut kiri Denok. Setelah kondisinya dipastikan stabil, Afifah baru dapat bernapas lega.
”Untuk pertama kalinya kami berhasil dengan tindakan caesar. Ini pencapaian besar untuk ABC,” kata dokter hewan lulusan IPB University itu.
Sementara itu, 30 menit setelah dilahirkan, Raden langsung berusaha berdiri. Staf ABC yang mengitarinya sambil memotret dan merekamnya menyerukan dukungan, ”Ayo! Kamu pasti bisa!” Namun, kaki anoa mungkil itu belum cukup kuat untuk menopang berat badannya sendiri.
Keesokan harinya, Denok dan Raden ditempatkan dalam satu kandang agar proses menyusui bisa dimulai. Namun, rupanya Denok masih risi dan kesakitan setelah operasi. Tim ABC pun harus memberikan susu pengganti.
Baru pada hari ketiga, Denok tidak mengelak ketika Raden mulai menyusu. Instingnya sebagai induk juga mulai bekerja. ”Dia menjilati bagian pantat dan genitalia anaknya untuk merangsang buang air. Dia juga menjulati fesesnya. Ini adalah proses yang wajar sehingga si induk tahu apakah anaknya sakit,” kata Afifah.
Hingga hari kesembilan, keduanya tak bisa dipisahkan. Raden sudah lancar berjalan, bahkan melompat, juga mencari makan sendiri. Ketika hujan turun, Denok akan menuntunnya ke bagian kandang yang teduh.
Kendati begitu, kabar gembira kelahiran Raden tak langsung diumumkan kepada publik, tetapi dua pekan kemudian melalui konferensi pers. ”Kami enggak mau cepat-cepat. Harus dipastikan dulu anak anoa ini sehat dan kondisinya stabil baru kami umumkan,” kata Heru setelah acara jumpa media.
ABC juga tak mengumumkan apa-apa ketika mengetahui Denok bunting pada Maret 2022. Padahal, kebuntingan satwa-satwa endemik dan dilindungi seperti badak di Jawa atau gajah di Sumatera umumnya selalu diberitakan di media sosial unit pengelola penangkarannya.
Menurut Afifah, di ABC, praktik ini seperti hal yang agak tabu. ”Entah kenapa, (kebuntingan dan kelahiran) yang langsung diumumin itu sering berujung gagal. Jadi kayak pamali buat kita. Makanya, kami enggak langsung umumkan kelahiran Raden,” katanya.
Untuk pertama kalinya, kami berhasil dengan tindakan caesar. Ini pencapaian besar untuk ABC. (Afifah Hasna)
Kelahiran Raden pun membuat jumlah anoa yang ditangkar ABC menjadi sembilan, lima betina dan empat jantan. Delapan dari total anoa itu adalah anoa dataran rendah, sedangkan satu lainnya anoa dataran tinggi (Bubalus quarlesi).
Lepas liar
Tim ABC telah menyusun rencana reproduksi anoa-anoa tersebut. Tidak akan ada perkawinan sedarah atau inses, supaya keturunan yang dihasilkan tidak memiliki kecacatan. Semua ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang lebih besar, yaitu pelepasan liar.
”Kami tidak mau mereka selamanya di sini, tetapi akan kami lepas liarkan ke alam,” kata Askhari Daeng Masikki, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulut yang juga mengelola ABC. ”Saya pikir, pengembangan konservasi ex situ seperti di ABC muaranya ke sana,” katanya.
ABC sudah pernah melakukan ini, yaitu dengan melepasliarkan Deandra, saudara kandung Raden yang lahir pada 2018, di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Tujuannya jelas untuk menjaga ekosistem. Penangkaran ex situ untuk sekarang dibutuhkan karena eksistensi anoa terancam, salah satunya oleh perburuan.
”Satwa ini (anoa) adalah satwa kunci. Pengaruhnya, sebagai mamalia terbesar di Sulawesi, sangat besar juga untuk keseimbangan ekosistem. Kotoran yang dia buang, misalnya, akan menjadi gizi bagi tanaman di dalam hutan untuk tumbuh,” kata Askhari.
Heru sepakat. Namun, nyatanya tugas tempat penangkaran seperti ABC sangatlah berat. Saat ini, jumlah anoa di berbagai penangkaran di Sulawesi hanya sekitar 40 ekor, sedangkan tingkat fatalitas saat kelahiran begitu tinggi.
Di ABC, hanya satu dari setiap tiga kelahiran yang bertahan hidup. Banyak faktor yang berpengaruh, seperti induk yang baru pertama kali melahirkan sehingga belum tahu caranya atau bobot bayi yang berlebihan. ”Anoa ini bukan seperti rusa yang dilepas di padang rumput lalu bisa beranak pinak sendiri. Perlakuannya jauh berbeda,” kata Heru.
Di tengah kesulitan ini, setidaknya BPSILHK Manado dan BKSDA Sulut tidak bekerja sendirian. Banyak pihak dari kalangan korporat yang mau terlibat dalam pelestarian anoa sekalipun tidak ada keuntungan finansial yang muncul darinya. Salah satu pihak ini adalah PT Cargill Indonesia Amurang.
Baca juga: Habitat Terganggu, Anoa Berkeliaran di Lokasi Perusahaan Tambang di Konawe
Perusahaan pengolah kopra asal Amerika Serikat itu telah terlibat mulai dari pembangunan fasilitas ABC. ”Unit bisnis kami telah ambil andil dalam bentuk klinik dan fasilitasnya, kandang, serta secara berkelanjutan menyediakan dokter hewan dan keeper (pawang) untuk konservasi anoa,” kata Imelda Tandako, Plant Manager PT Cargill Indonesia Amurang.
Akhirnya, kelahiran Raden si anoa membawa kebehagiaan untuk semua yang terlibat di ABC. Keberhasilannya bertahan hidup adalah satu kemenangan dalam perjuangan melestarikan anoa.