Muhammad Arif Novianto, Oase bagi Anak Penyandang Diabetes
Kesiapan orangtua adalah kunci dalam menghadapi situasi sulit. Dia juga berpendapat banyak orangtua merasa terbebani dan miskin serta menganggap anak mereka yang menderita diabetes melitus sebagai beban.
Bukan hal mudah bagi Muhammad Arif Novianto (56) dan istrinya menerima kenyataan bahwa putra bungsunya, Faiz, menderita diabetes melitus tipe 1 sekitar 13 tahun lalu. Saat itu, Faiz berumur tujuh tahun dan tidak pernah sakit berat meski tubuhnya kurus dengan berat badan kurang dari 20 kilogram.
Suatu hari ketika dalam perjalanan mudik ke kampung halaman tahun 2003, Faiz enam kali buang air kecil. Sebelumnya, ia juga sering mengompol. Istri Arif, Sudarwati, melihat ada sesuatu yang tidak beres dengan fisik anak bungsunya itu.
”Sepulang mudik, istri saya langsung membaca buku Dokter di Rumah Anda. Indikasinya diabetes dari buku itu,” kata Arif di rumahnya di Jakarta Selatan, akhir Maret lalu.
Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan kadar gula darah Faiz cukup tinggi. Namun, dokter belum berani menyatakan Faiz sebagai anak dengan diabetes melitus (DM). Untuk memastikannya, Arif membawa Faiz ke dokter endokrin anak, Prof dr Aman Bhakti Pulungan. Prof Aman mendiagnosis Faiz sebagai pasien DM tipe 1.
Diagnosis itu membuat Arif dan istri khawatir dengan biaya pengobatan Faiz yang memerlukan suntikan seumur hidup. Apalagi saat itu Arif sedang tidak bekerja. ”Prof Aman sempat marah ke kami karena kami khawatir kalau Faiz kesakitan dan enggak ada biaya untuk pengobatan,” ujar Arif.
Meski sempat marah, Prof Aman meminta Arif untuk tidak memikirkan biaya terlebih dahulu. ”Yang penting anaknya sehat dulu,” kata Arif menirukan ucapan Prof Aman saat itu.
Arif sempat benar-benar jatuh dalam keputusasaan. Pikiran untuk mengakhiri hidup bahkan sempat tebersit. Namun, menurut dia, Tuhan terus memberikan pertolongan melalui teman dan keluarga terdekat. ”Ketika sedang butuh, ada saja tawaran pekerjaan,” kata Arif yang bekerja di bidang grafis.
Baca juga :Indonesia dalam Ancaman Obesitas dan Diabetes
Menjadi konselor
Arif dan istri akhirnya menerima kenyataan putranya menderita DM tipe 1. Mereka pun mesti belajar merawat anak dengan DM tipe 1 secara mandiri, antara lain mengecek gula darah dan menyuntik insulin pada Faiz. Edukator yang merupakan seorang perawat hanya mendampingi mereka selama dua minggu untuk memantau pengobatan Faiz.
Seiring waktu, Arif dilibatkan dalam program kerja sama International Diabetes Federation (IDF) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 2011. Ia bertugas memberi kesaksian bagi para orangtua dari anak pasien diabetes. Dari aktivitas itu, ia belajar lebih banyak bagaimana merawat anak dengan diabetes.
”Saat ikut dokter dan edukator menjenguk pasien, saya ikut mendengarkan informasi yang diberikan. Itu berulang-ulang tiap dua minggu sekali, selama dua tahun. Jadi saya makin mengerti,” kata Arif.
Pengetahuannya mengenai DM tipe 1 juga bertambah dari kebiasaannya membaca buku. ”Kami betul-betul menyiapkan diri untuk bisa merawat anak sendiri,” tegas Arif.
Pengalaman Arif saat melalui masa sulit merawat Faiz membuatnya menjadi konselor sukarelawan bagi keluarga lain yang memiliki anak dengan diabetes. Saat itu, Ikatan Diabetes Anak dan Remaja (Ikadar) telah dibentuk oleh para dokter endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta untuk menjadi wadah bagi keluarga pasien yang mereka tangani.
Untuk meluaskan jangkauan Ikadar yang masih sebatas Jabodetabek, para orangtua yang tergabung di dalamnya bersama para dokter membentuk Yayasan Ikadar pada 2018. Arif dipercaya sebagai Ketua Yayasan Ikadar.
Baca juga : Diabetes Makin Membebani Biaya Jaminan Kesehatan
Tanggung jawab ini semakin memantapkan langkahnya untuk terus mendampingi para orangtua lainnya. Kini Arif sering mengisi acara peningkatan kesadaran akan DM tipe 1. Beberapa kali ia memberikan kesaksian kepada para orangtua yang anaknya baru didiagnosis DM tipe 1.
Ia berusaha meyakinkan mereka untuk memahami bahwa diagnosis itu bukanlah akhir dari kehidupan normal anak mereka. ”Saya banyak menemui orangtua yang belum menerima fakta itu, belum ikhlas,” ucapnya.
Selain mengisi acara komunitas secara formal, pendampingan secara personal juga terus ia berikan kepada para anggotanya. Ponselnya ia siap sediakan untuk terus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota yang bisa sewaktu-waktu merasa panik akan kondisi kesehatan anak mereka yang menyandang DM.
”Saya pernah memandu keluarga pasien dari Garut, Jawa Barat, yang sudah gawat sekaligus berkoordinasi dengan dokter yang akan menerima pasien tersebut di Bandung,” kata Arif.
Bagai oase di tengah terik gurun pasir, Arif menjadi wadah untuk menyegarkan hati, penguatan diri, dan media pembelajaran bagi para anggota Ikadar. Besarnya semangat Arif dibuktikan langsung oleh tidak sedikit orangtua penyandang DM tipe 1. Salah satunya Via (40), seorang ibu dari Alisha (8) yang delapan bulan lalu didiagnosis menderita DM tipe 1.
”Awal ke endokrin anak, saya langsung dimasukkan ke grup Ikadar, barulah kenal Pak Arif. Di sana ternyata banyak banget anak-anak DM tipe 1. Waktu itu kan saya merasa sendiri, merasa menderita, anak saya kok bisa ya kena DM tipe 1,” kata Via.
Awalnya Via khawatir akan masa depan buah hatinya kelak. Pikirannya tidak tenang dan bergelayut ke mana-mana. Dalam benak hatinya terus muncul pertanyaan bagaimana sekolah Alisha, bagaimana pasangan hidupnya, juga bagaimana nanti ia melamar pekerjaan. Namun, melalui grup yang digagas Arif, perlahan-lahan Via terus belajar ikhlas.
”Di grup Ikadar, ternyata banyak banget yang sudah menikah. Banyak yang sekolah ke luar negeri. Ada juga yang suaminya pilot, anaknya dokter. Setelah ikut grup dan seminar, saya pelan-pelan ikhlas,” ungkap Via.
Rasa syukur juga dirasakan Ayu (30), seorang ibu dengan dua anak balita penyandang DM tipe 1. Sama dengan Via, awal mulanya Ayu juga bingung dan khawatir bagaimana cara merawat anaknya. Kedua anaknya, Alif (4) dan Bianca (2), masih berusia sangat dini. Ditambah lagi suami Ayu sebagai pekerja lepas, membuat perekonomian keluarga Ayu sangat pas-pasan.
Di tengah kekalutan hati mendapati kedua anaknya terdiagnosis DM, Ayu tergerak untuk mencari komunitas anak penyandang DM di sejumlah media sosial. Setelah beberapa hari, pencarian Ayu berlabuh ketika ia menemukan Ikadar di media Facebook. Saat itu juga Ayu mengajukan permohonan bergabung di grup tersebut.
Tak berselang lama, Arif yang juga admin grup Ikadar di media sosial itu langsung menghubungi Ayu. Saat itu juga Ayu merasa sangat bersyukur dapat bertemu Arif. ”Pas di Facebook, ketemu Ikadar, masuk langsung di-japri Pak Arif. Ya Allah, saya kok bisa ketemu Pak Arif. Sebuah keajaiban,” ujar Ayu.
Baca juga : BPJS Tali Pertolongan Penyandang Diabetes
Bagi Ayu, sosok Arif sangat membantu hidupnya. Arif setiap saat setia menanggapi pertanyaan-pertanyaan Ayu terkait perawatan anaknya. Ketika pertama kali hendak kontrol dari rumah Ayu di Cibinong ke RSCM, Arif memberikan arahan naik transportasi umum apa saja. Arif juga membantu mendaftarkan Alif dan Bianca sebagai salah satu penerima alat cek gula darah dari Changing Diabetes in Children (CDiC).
Dari sosok yang semula merasa hancur dan hampir putus asa, Muhammad Arif Novianto menjelma menjadi mata air di tengah kekeringan bagi keluarga-keluarga yang sedang belajar hidup bersama DM tipe 1. Dengan penuh ketulusan, Arif berbagi pengalaman, pengetahuan, dan dukungan emosional bagi mereka yang membutuhkan.
Menurut Arif, banyak orangtua merasa terbebani dan miskin ketika merawat anaknya yang menderita DM tipe 1. Awalnya, ia pun merasa begitu. Namun, setelah belajar bersikap ikhlas, ia bisa menerima dan menjalani semuanya dengan baik.
”Ketika saya mencapai titik ikhlas, rezeki ada di mana saja. Proses menjadi ikhlas itu yang sulit sebetulnya,” ujarnya.
Muhammad Arif Novianto
Lahir: 13 November 1967
Istri: Sudarwati
Anak:
- Syifa Duhita Dewakanya
- Muhammad Avicenna Wimba Diwangkara
- Muhammad Faizcenna Dyota Danurdara Arif
Pendidikan: S-1 Program Studi Sastra Jawa, Jurusan Sastra Daerah, Universitas Indonesia
Pekerjaan: Pekerja Lepas Grafis
Aktivitas: Sukarelawan, admin Ikadar, Ketua Yayasan Ikadar Indonesia