Ernawati, Jalan Terjal Dampingi Korban Kekerasan
Kini Erna bergabung di Flower Aceh, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu perempuan dan anak. Pelindungan korban kekerasan seksual menjadi salah satu kegiatan yang rutin dilakukan.
Sebagai lulusan keperawatan, seharusnya Ernawati (37) bekerja sebagai staf medis di rumah sakit. Namun, dia memilih meniti jalan terjal menjadi pendamping anak dan perempuan korban kekerasan di Kabupaten Pidie, Aceh.
Nyaris dua dekade Erna berada di jalan yang penuh tantangan itu. Dihina, diancam bunuh, dan difitnah tidak membuatnya goyah. Baginya, mendampingi korban kekerasan adalah cara Tuhan membuat hidupnya berguna bagi orang lain.
”Waktu saya dampingi anak korban kekerasan seksual, saya dicaci maki, dibilang membela pezina,” cerita Erna saat ditemui Kompas, Jumat (3/2/2023), di Pidie.
Alih-alih surut, Erna malah terus maju. Dia menebalkan kuping dan hati agar tekadnya tidak goyah. ”Saya tidak peduli orang bilang apa, bagi saya korban harus dilindungi,” ujar Erna.
Kini Erna bergabung di Flower Aceh, lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu perempuan dan anak. Pelindungan korban kekerasan seksual menjadi salah satu kegiatan yang rutin dilakukan.
Keluarga miskin
Lahir dari keluarga miskin dan penganut budaya patriarki, keinginan kuliah nyaris pupus. Orangtuanya beranggapan, meski sekolah tinggi, anak perempuan ujung-ujungnya ke dapur.
Ayahnya hanya tamat sekolah dasar, sedangkan sang ibu hanya sekolah sampai kelas II sekolah dasar. Bekerja sebagai petani garam, pendapatan orangtua hanya cukup buat menghidupi enam anaknya.
Erna berani mendobrak pola pikir orangtuanya. Dia mengancam akan bunuh diri jika tidak diberi izin kuliah. ”Saya bilang, kalau nanti sudah kerja, ekonomi keluarga akan membaik,” kata Erna.
Erna kuliah di jurusan keperawatan, diploma tiga. Tsunami 2004 turut menyapu desanya. Saat masa rehabilitasi dan rekonstruksi, banyak lembaga internasional datang ke kampungnya. Beruntung Erna bisa bahasa Inggris, jadilah dia sebagai penerjemah. Belakangan dia jadi penerjemah tetap bagi beberapa lembaga donor. Upah dari aktivitas menerjemahkan bisa untuk membantu ekonomi keluarga.
Tahun 2005, konflik Aceh berakhir. Beberapa organisasi melakukan advokasi dan pendampingan terhadap perempuan korban konflik. Erna bergabung di Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) sebagai sukarelawan. Dia kerap mengikuti pelatihan dan lokakarya mengenai isu perempuan.
Dia mulai menyadari, perempuan banyak jadi korban kekerasan dan kebijakan negara tak memihak perempuan. ”Dari sini saya mulai tertarik untuk terlibat dalam advokasi dan pendampingan perempuan korban konflik,” kata Erna.
Kasus kekerasan terhadap perempuan di Pidie marak terjadi. Salah satu lokasi kekerasan yang paling terkenal adalah Rumoh Geudong di Kecamatan Glumpang Tiga. Belakangan, Presiden Joko Widodo mengakui peristiwa di Rumoh Geudong sebagai pelanggaran HAM berat.
Erna juga bergabung di Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Masyarakat (Paska) Aceh, Balai Syura, dan terakhir di Flower Aceh. Saat mendampingi korban konflik, Erna diancam bunuh. Dia juga dituduh jaringan pendangkalan akidah. Bahkan, ada yang mempertanyakan identitas keagamaannya.
Seusai tamat kuliah, dia mendapatkan kesempatan kerja di rumah sakit umum daerah. Namun, kakinya telah telanjur melangkah di jalan advokasi perempuan. Dia konsisten pada pilihan hidupnya.
Baca juga : Desi Pratifa dan Febriana Ramadhani, Dua Sukarelawan Teman Tuli
Rumah aman nihil
Tahun 2015, Erna bergabung dengan Flower Aceh. Dia dipercaya menjadi pendamping korban kekerasan seksual. Sebelumnya dia telah dilatih menjadi pendamping.
Satu kali Erna harus mendampingi seorang anak usia 14 tahun yang hamil diperkosa ayah tirinya dan empat pemuda tanggung. Korban disidang di balai desa. Saat ditanya, korban tidak berani menunjuk ayah tirinya sebagai pelaku. Ibu korban melarang karena khawatir jika suaminya ditahan tidak ada yang mencari nafkah.
Korban hanya menunjuk empat pemuda kampung telah memerkosanya. Meski demikian, korban harus keluar dari kampung. Warga berdalih anak yang lahir di luar nikah membawa petaka bagi desa. Korban baru diizinkan kembali ke kampung beberapa tahun kemudian.
Proses hukum berjalan, tetapi tidak ada rumah aman bagi korban. Saat para pihak tidak tahu harus menempatkan korban ke mana, Erna bersedia membawa korban pulang ke rumahnya.
Erna mengeluarkan uang sendiri untuk pemenuhan biaya hidup korban. Keluarga Erna tidak keberatan, tetapi warga sekitar memandang negatif. Erna tidak mau ambil pusing. Baginya, melindungi korban jauh lebih penting daripada merespons orang-orang.
Dia berusaha menjadi teman bagi korban. Setelah didampingi sekian lama, korban baru mengakui bahwa ayah tirinya telah memerkosanya. Pelaku divonis penjara.
Dari Pidie, Erna membawa korban ke Banda Aceh karena di sana tersedia rumah aman. Erna mendampingi korban sampai melahirkan. Anak tersebut diadopsi oleh seseorang. Korban hanya menyimpan selembar foto.
”Ini foto sinyak (anak), apakah saat dia besar dia tahu saya ibunya?” kata Erna mengulang perkataan korban.
Tiba-tiba mata Erna berair, dia menangis. ”Anak usia 14 tahun melahirkan, lalu anaknya diadopsi. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana perasaan korban mengingat anaknya,” kata Erna.
Kejahatan seksual terhadap anak masih marak terjadi di Aceh. Pada 2017-2019 terjadi 2.692 kasus kekerasan terhadap anak. Dari total kasus itu, 1.038 anak menjadi korban kejahatan seksual, seperti pencabulan, inses, sodomi, dan pemerkosaan.
Erna menilai upaya pelindungan anak dari kekerasan seksual masih lemah. Di sisi lain, hak korban tidak terpenuhi. Kebijakan dan anggaran belum berpihak pada anak. Salah satu tolok ukur, belum semua daerah memiliki rumah aman dan tenaga psikolog masih minim.
Atas komitmen mendampingi korban kekerasan seksual di Pidie, pada 2022 Erna diberikan penghargaan sebagai perempuan inspiratif. Penghargaan itu bukan tujuan, melainkan motivasi untuk terus hadir bagi korban.
Ernawati
Lahir: Cebrek, Pidie, 14 Mei 1985
Riwayat pendidikan:
- Akper Jabal Ghafur Sigli (2006)
- SPK Pemda Pidie (2003)
- SLTP Negeri 1 Sigli (2000)
- SD Negeri No 5 Sigli (1997)
Aktivitas: Anggota staf perkumpulan Flower Aceh