Saprudin Bastomi, ”Dokter Pohon” di Qatar
Saprudin Bastomi berandil besar bagi pemandangan hijau di kota Doha. Sejak 2009, ia berkarier di Qatar hingga terlibat dalam proyek Piala Dunia 2022.
Langit baru saja berangsur menghitam ketika Saprudin Bastomi (46) mengantar Kompas untuk melihat Taman Aspire di Doha, Qatar, Minggu (27/11/2022) lalu. Itu adalah taman terbesar di Qatar dan salah satu ruang terbuka hijau terluas di Timur Tengah dengan hamparan rumput dan pepohonan seluas 88 hektar.
Taman Aspire adalah tempat berkarya pertama Saprudin ketika tiba di Qatar pada Maret 2009. Ruang publik yang masuk dalam kawasan Zona Aspire (Aspire Zone), kompleks olahraga Qatar, itu, diperindah oleh Saprudin sehingga bisa ditanami sekitar 800 pohon dari 80 spesies tanaman yang berbeda.
Seluruh hamparan di kawasan Taman Aspire berwarna hijau. Tak ada satu jengkal pun sisi di taman itu yang tak ditumbuhi rumput. Hanya jalur trek lari yang berada di tengah-tengah taman itu dan sebuah danau buatan yang tidak tersentuh oleh rumput dan pepohonan.
Bukan hanya di Taman Aspire, Saprudin juga berperan besar memperindah Qatar dengan taman-taman yang hijau dan dilengkapi juga tanaman bunga yang berwarna-warni. Setelah lima tahun bertugas di Taman Aspire, ia mendapat amanah baru untuk merawat lanskap taman di kawasan Education City, Doha.
Ia menghadirkan ruang terbuka hijau yang asri dan menyejukkan di kompleks pendidikan terbesar di Qatar itu. Kini, Education City menjadi salah satu lokasi favorit masyarakat Qatar menghabiskan sore untuk berteduh di pepohonan yang berada di taman dan mendengar cuitan burung-burung.
Pada 2016, ketika Qatar memulai seluruh proyek pembangunan untuk Piala Dunia 2022, ia mendapat peran baru sebagai manajer proyek untuk proyek penghijauan dari Supreme Committee for Delivery and Legacy Qatar (SC) yang memegang seluruh proses pembangunan, persiapan, dan pelaksanaan Piala Dunia 2022.
Saprudin pun bertugas secara khusus di Supreme Committee Tree Nursery yang berperan mengkreasikan taman dan menyediakan rumput bagi delapan stadion Piala Dunia 2022.
Di tengah pembangunan stadion-stadion itu, Saprudin juga mulai bertugas di Supreme Committee Tree Nursery untuk menyiapkan tanaman demi memperindah stadion. Ia bertanggung jawab mempersiapkan produksi, penanaman, dan pemeliharaan sekitar 16.000 pohon, 679.000 semak, dan rumput seluas 425.000 meter persegi. Berbagai jenis pohon, semak, dan rumput itu didatangkan dari sejumlah negara, di antaranya Spanyol, Thailand, dan Amerika Serikat.
Baca juga: Zlatko Dalic, Tangan Dingin ”Lidah Api”
Lanskap stadion pertama yang mendapat ”sentuhan” dari Saprudin adalah Stadion Al Bayt di kota Al Khor, yang berjarak 35 kilometer (km) arah utara Doha. Ia mengubah kawasan di sekitar Stadion Al Bayt yang sebelumnya hamparan gurun pasir menjadi taman hijau.
Al Bayt merupakan salah satu stadion Piala Dunia 2022 dengan lanskap taman terbesar. Selain Al Bayt, Saprudin juga mengurus pembentukan taman di Stadion Al Janoub di kota Al Wakrah, yang perlu menempuh jarak 22 km ke sisi selatan Doha.
Selain taman di dua stadion itu, hasil karya Saprudin menumbuhkan rumput di Supreme Committee Tree Nursery juga digunakan sebagai rumput di delapan stadion Piala Dunia 2022. Rumput itu juga digunakan di beberapa lapangan latihan yang digunakan tim-tim peserta Piala Dunia yang bermarkas di Doha.
”Dari pengalaman saya lebih dari 10 tahun di Qatar, saya mengetahui perawatan seperti apa yang cocok agar tanaman bisa tumbuh Qatar. Jika ada tanaman yang mati, saya bisa menilai juga apa penyebabnya,” ujar lulusan Jurusan Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu.
Selain menangani proyek nasional Qatar, Saprudin juga mendapat kepercayaan mengurus dan memberikan konsultasi bagi warga Qatar yang hendak membangun taman hingga perkebunan privat.
”Banyak orang di Qatar yang sebut saya ’dokter pohon’, tetapi sebenarnya saya hanya mengaplikasikan ilmu yang saya dapat di bangku kuliah dulu. Alhamdulillah, bisa bermanfaat untuk orang lain,” tutur bapak empat anak itu.
Keluarga petani
Saprudin tumbuh di keluarga petani di Desa Segeran, Kecamatan Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan pertanian dan perkebunan karena membantu orangtua memanen padi dan jeruk hingga mencari rumput untuk pakan binatang ternak, seperti kambing.
Keputusannya untuk mengambil kuliah di Jurusan Ilmu Tanah UGM tidak lepas dari keinginannya menjawab rasa penasaran karena banyak tanaman jeruk yang mati di desanya pada akhir dekade 1980-an. Alhasil, banyak petani jeruk yang mengalami kerugian sehingga menyalahkan proyek eksplorasi sumber minyak bumi yang dimulai saat itu.
”Setelah mendalami ilmu tanah, saya mendapat jawaban bahwa penyebab jeruk mati waktu itu adalah serangan bakteri yang disebut penyakit CVPD (citrus vein phloem degeneration),” kata Saprudin yang menjalani masa kuliah di UGM pada 1995 hingga 2001.
Baca juga: Walid Regragui Pelecut ”Singa Atlas”
Karier profesional Saprudin juga tidak jauh-jauh dari bidang agrikultur. Ia pertama kali bekerja di pabrik pengolahan jamur kancing (Agaricus bisporus) di Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah. Setelah delapan tahun mengurus produk jamur yang dipasarkan ke Jakarta, Bali, dan Singapura, ia mencoba peruntungan untuk hijrah ke Qatar pada 2009.
Awalnya, tawaran untuk bekerja di Qatar diketahui dari rekannya yang bekerja di pabrik jamur itu dan telah lebih dulu berkarier di negara Timur Tengah itu. Hanya melalui wawancara via telepon sekitar 15 menit, Saprudin mendapat kesempatan untuk lebih mengamalkan ilmunya pada bidang pertanahan di Qatar.
Kini, warga Qatar dan pelancong yang menyaksikan Piala Dunia 2022 bisa menikmati hasil karya Saprudin yang mengatur dan mendesain beragam taman di seantero Doha.
Saprudin Bastomi
Lahir: Indramayu, Jawa Barat, 3 Juli 1976
Pekerjaan: Konsultan lanskap mitra Pemerintah Qatar