Meilsi Anita Mansula, Kepedulian Mengelola Bank Sampah
Meilsi Mansula, gadis Kupang, memiliki Bank Sampah Mutiara Timor sebagai wujud kepedulian untuk lingkungan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Meilsi Anita Mansula tidak tahan melihat sampah yang berserakan di sekitarnya. Dengan memberdayakan masyarakat sekitar, dia mengumpulkan sampah plastik untuk didaur ulang. Kepedulian terhadap masalah sampah diwujudkan melalui Bank Sampah Mutiara Timor di Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Kota Kupang termasuk salah satu smart city di Indonesia sejak 2017. Namun, kota pintar ini masih jauh dari harapan. Masalah persampahan menghiasi permukiman warga perkotaan. Masih banyak sampah berserakan di jalanan, ruang publik, pusat perbelanjaan, dan lingkungan sekolah.
”Saya prihatin dengan kondisi itu. Budaya bersih dari diri, keluarga, dan masyarakat masih sulit terbentuk. Itu butuh proses dan waktu panjang,” kata Anita, yang akrab disapa Nita, saat ditemui di Kupang, Kamis (29/9/2022).
Nita memiliki pengalaman mengelola bank sampah dan proses daur ulang saat kuliah di Malang, Jawa Timur. Pengalaman itu mendorong Nita mengelola bank sampah di Kota Kupang. Lingkungan Kota Kupang yang bersih, rapi, dan asri menjadi cita-cita Nita. Pekerjaan ini tidak mudah, tetapi harus dimulai dari sekarang.
Tahun 2019, Nita menyelesaikan pendidikan S-2 di jurusan pengelolaan lingkungan dan wilayah di Griffith University di Brisbane, Australia. Berbekal pengetahuan yang cukup di bidang lingkungan dan wilayah, Nita ingin membagikan ilmu yang dimiliki kepada masyarakat dan Pemerintah Kota Kupang.
Pada April 2020, alumnus Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, ini memulai usaha pengelolaan sampah. Ia fokus pada sampah kantong plastik yang dinilai sangat berbahaya bagi lingkungan, termasuk mencemari laut. Jika kantong plastik itu menumpuk di perairan NTT, hal itu sangat membahayakan biota laut. Kenyamanan ikan-ikan, terumbuh karang, dan berbagai plankton laut terganggu.
”Saat ini, kita belum rasakan dampak dari kantong plastik ini, baik di laut maupun di darat. Tetapi anak cucu kita akan mengalami itu kalau kita tidak mengatasi dari sekarang,” kata Nita.
Selain kantong plastik, dalam perjalanan, ia juga mengumpulkan benda-benda plastik, seperti kursi bekas, selang air, bolpen, kantong beras, serok sampah, serta botol dan gelas mineral. Dia juga mengumpulkan sampah jenis lain, seperti kaleng susu bekas. Bank sampah juga menerima sampah organik yang bisa dijadikan kompos. Sebanyak 26 jenis sampah plastik dan sampah lainnya dikumpulkan Nita.
Pengumpulan sampah diumumkan melalui rumah ibadah, iklan media massa, dan spanduk di ruang publik. Lalu, masyarakat sekitar mulai berdatangan membawa sampah ke Bank Sampah Mutiara Timor yang terletak di Kelurahan Maulafa, Kupang.
Tempat pengumpulan sampah itu masih menumpang di rumah orangtua Nita. Lokasi pengumpulan sampah ini hanya sementara. Nita sedang menjajaki satu bidang tanah yang lebih luas untuk pengumpulan dan proses pengelolaan sampah.
Bekerja sama
Untuk pengumpulan sampah, Kantor Kelurahan Maulafa mengajak Nita bekerja sama. Aparat kelurahan menggerakkan warga, mengumpulkan dan mengantar sampah, terutama sampah plastik, ke Mutiara Timor. Kerja sama seperti ini pun akan diteruskan dengan beberapa kelurahan tetangga, yakni Oebobo, Oepura, dan Kolhua. Bank sampah menerima 26 jenis sampah. Nita tidak mengejar keuntungan dari sisi bisnis, tetapi lebih mengutamakan kebersihan kota pintar itu.
”Obsesi saya, ingin mendukung Kupang sebagai smart city melalui pengolahan sampah yang komplet. Kota bersih, tampilan indah, dan masyarakat bebas dari bencana dan serangan penyakit. Itu cita-cita saya,” kata Nita.
Sebanyak 22 orang bekerja di Bank Sampah Mutiara Timor milik Nita. Empat di antaranya kaum pria dan 18 orang ibu rumah tangga. Mereka bekerja dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dengan mendapat besaran upah Rp 55.000-Rp 80.000 per hari. Para pekerja memisahkan, mengurutkan, merapikan, dan mengepres sampah plastik menjadi padat. Sampah plastik yang dipadatkan dikirim dengan kontainer melalui kapal laut menuju Surabaya. Setiap bulan bank sampah bisa mengirimkan dua kontainer sampah plastik yang telah dipres.
Awalnya, bank sampah mengepres dan mengirim sampah 2 ton per bulan. Kini, sampah plastik yang diolah mencapai 20 ton per bulan. Sampah itu dikirim ke Pasuruan dan Sidoarjo, Jawa Timur. Di sana sampah plastik didaur ulang menjadi benda-benda yang bermanfaat, seperti sandal, keset, sapu, dan selang air.
Alumnus SMAN 1 Kupang ini mengatakan, Mutiara Timor merupakan satu-satunya bank sampah yang aktif di Kupang. Sebenarnya, semakin banyak bank sampah yang beraktivitas di kota bisa lebih efektif menanggulangi masalah persampahan. Semboyan Kupang Kota Kasih (kenangan, aman, sehat, indah, dan harmonis) pun bisa segera terwujud.
Untuk menjalankan tanggung jawabnya yang besar, Nita ingin lebih mengembangkan bank sampah yang dikelolanya. ”Kami sedang proses Mutiara Timor berbadan hukum, berupa perusahaan. Saat ini kami masih di bawah Dinas Lingkungan Hidup Kota Kupang. Kalau sudah berbadan hukum, ada jasa pengolahan dari kelurahan,” tuturnya.
Salah satu upaya yang dilakukan Nita adalah melakukan studi banding di sejumlah perusahaan daur ulang sampah di Jawa Barat dan Jawa Timur. Dia berharap bank sampah yang dikelolanya bisa memproduksi barang-barang daur ulang, bukan sekadar mengepres sampah plastik. ”Ini mimpi besar saya. Saya lagi menjajaki kerja sama dengan beberapa perusahaan pengelolaan sampah di Pulau Jawa,” ucapnya.
Selain itu, gadis Rote ini sudah belajar bagaimana cara membangun tempat pengolahan sampah reduce, reuse, dan recycle (TPS3R). Dia ingin membangun TPS3R di Kota Kupang untuk mengatasi masalah sampah perkotaan.
Menurut Nita, masalah sampah di Kota Kupang tidak akan pernah selesai. Masyarakat sudah terbiasa dengan kebiasaan habis pakai buang. Nita selalu berusaha memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.
Meilsi Anita Mansula
Lahir: Kupang, 30 Mei 1990
Pendidikan Terakhir: S-2 Perencanaan Lingkungan dan Wilayah di Griffith University, Australia