Jumadi mendampingi warga Pulau Lirang untuk budidaya rumput laut. Prajurit TNI AL itu ikut mengangkat perekonomian warga di pulau terluar.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·5 menit baca
Dari bawah jembatan, Letnan Satu Laut (P) Jumadi (45) memandang satu per satu karung berisi rumput laut kering yang diderek crane ke atas kapal perintis di Pulau Lirang, Kabupaten Maluku Barat Daya, Maluku. Komoditas milik warga pulau terluar itu tak lain buah dari kerja pemberdayaan Jumadi selama beberapa tahun terakhir.
Dari Pulau Lirang, yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, rumput laut diangkut ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur dengan waktu pelayaran sekitar 24 jam. Di Kupang, sudah menanti pengepul yang siap membeli dengan harga Rp 30.000 per kilogram. Inilah harga rumput laut tertinggi yang pernah dirasakan warga Pulau Lirang.
Kembali dari Kupang, mereka membawa uang serta berbagai barang kebutuhan dan perlengkapan untuk budidaya rumput laut seperti tali pengikat benih serta botol bekas air kemasan untuk pelampung. Mereka menambah lagi luasan areal budidaya di pesisir yang sebelumnya kosong, menjadi hamparan rumput laut.
Perubahan hingga titik ini tidak lepas dari campur tangan Jumadi. Sejak ditugaskan oleh kesatuannya TNI Angkatan Laut pada 2016, ia mengusung ide untuk budidaya rumput laut. Tetapi ide itu beberapa kali ditolak oleh warga.
"Saat saya berbincang dengan mereka, spontan mereka tidak mau. Mereka bilang trauma, " tutur Jumaidi saat ditemui di Lirang pada Agustus 2022.
Ternyata, dulu pernah ada warga Lirang yang membudidayakan rumput laut. Namun, usaha yang didanai oleh pemerintah daerah itu gagal lantaran rumput laut terserang hama. Mereka tidak tahu cara penanggulangannya. Pendamping dari dinas terkait juga tidak pernah datang. Kerugian diderita warga akibat harga jual rumput laut sangat murah. Harga sekitar 10 tahun lalu itu sekitar Rp 7.000 per kilogram.
Jumadi tidak patah semangat. Ia akhirnya menemukan beberapa warga yang berminat. Sayangnya mereka tidak punya modal. Dengan uang gajinya, Jumadi membeli tali, pelampung, dan mencari benih rumput dari daerah terdekat. Berbekal pengetahuan yang dimiliki, ia mendampingi mereka mulai dari penyiapan, pemeliharaan hingga panen.
Proses itu berjalan selama 45 hari. Dengan modal tali sepanjang 120 meter, bisa dihasilkan hingga 50 kilogram rumput laut kering. Dengan harga jual Rp 30.000 per kilogram, diperoleh penghasilan Rp 1,5 juta. Melihat hasil itu warga yang lain ramai-ramai ikut membuka areal budidaya rumput laut.
Saat ini, hampir semua keluarga yang berjumlah 300 di pulau itu, telah menjadi pembudidaya. Bahkan, banyak pegawai yang bertugas pada kantor pemerintah di Pulau Lirang, ikut membudidayakan rumput laut.
Mereka terbagi dalam beberapa kelompok yang dibina Jumadi. Setiap musim panen, dalam satu kelompok yang terdiri dari 10 orang, bisa diperoleh paling sedikit 12 ton rumput laut kering. Nilai ekonominya Rp 360 juta. Setelah dikurangi biaya modal sekitar Rp 60 juta, keuntungan yang didapat Rp 300 juta.
"Kalau dalam satu tahun ini bisa panen sampai tiga kali, bisa hitung berapa banyak penghasilan mereka. Sekarang mereka bisa bangun rumah, beli sepeda motor, dan membayar biaya pendidikan anak mereka, " kata Jumadi.
Sebagai prajurit TNI AL, mendampingi masyarakat untuk budidaya rumput laut adalah bagian dari tugas pembinaan potensi maritim. Namun tugas utamanya adalah menjaga kedaulatan negara serta keamanan di daerah perbatasan.
Jumadi bertugas di daerah terluar itu sejak 2016. Dimulai dari Pulau Romang, Wetar, dan Lirang. Di dua pulau sebelumnya, ia mencoba mengajak warga untuk budidaya rumput laut namun hasilnya tidak sebagus di Lirang. Ia berharap masyarakat tetap konsisten dengan usaha tersebut. "Yang pasti harga akan berubah-ubah tergantung pasar. Jangan sampai harga turun mereka tidak mau lagi, " ujarnya.
Camat Wetan Barat Kostansium Aswali mengatakan, kehadiran Jumadi di Pulau Lirang membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat di sana. Komoditas rumput laut telah mengangkat perekonomian warga. Bagi Aswali, Jumadi mengabdi melampaui tugas dan tanggung jawabnya sebagai prajurit TNI. "Dia prajurit yang peduli dengan kondisi masyarakat di sini. Dia hebat membaca peluang dan ikut bekerja untuk kesejahteraan masyarakat. Karena itu, masyarakat sangat bersyukur dengan keberadaan dia di sini. Bahkan ada yang sampai minta untuk selamanya dia tugas di sini," ujar Aswali.
Ingin keliling dunia
Jumadi menikmati kondisi saat ini, yakni bertugas di daerah terluar yang serba terbatas. Di Lirang tidak ada pasar, bank, dan rumah sakit. Sinyal telekomunikasi juga sering terganggu. Untuk menjangkau bank, butuh waktu pelayaran lebih dari satu hari. Masalahnya, tidak ada pelayaran setiap hari.
Di Lirang, ia tinggal di pos. Sendirian, jauh dari istri dan anaknya yang kini menetap di Surabaya, Jawa Timur. Setiap enam bulan atau bahkan satu tahun, ia mengambil cuti. Dari Lirang ia menumpang kapal dengan waktu pelayaran 24 jam ke Kota Kupang. Selanjutnya, ia menggunakan pesawat ke Surabaya.
Ia menuturkan, gaji yang didapat cukup untuk kebutuhan hidup keluarga. Selebihnya ditabung. Ia sudah memiliki rumah. "Gaji prajurit perwira pertama sekitar Rp 2.735.300 hingga Rp 4.780.600 dan tambahan tunjangan pengamanan perbatasan sebesar. 2.500.000," katanya.
Jumadi memulai karier militernya melalui seleksi bintara dengan tantangan tidak mudah. Salah satu tahapan seleksi yang memerlukan persiapan ekstra adalah berenang. Sebagai calon prajurit TNI AL, ia harus mahir berenang sebab tempat tugasnya ada di laut. Sementara ia sendiri belum akrab dengan laut.
Jumadi barasal dari Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Jauh dari laut. Ia belajar berenang di sungai dan bendungan, tidak jauh dari rumah. Ia pun dengan mulus melewati proses seleksi mulai 1997 dan dilantik pada tahun berikutnya dengan pangkat sersan dua.
Motivasi dirinya jadi anggota TNI AL salah satunya ingin mengelilingi dunia dengan kapal perang. Mimpi itu pun telah terwujud. Ia pernah singgah di beberapa negara Eropa, Afrika, Timur Tengah, Asia Tenggara, hingga Australia. "Memang cita cita dari kecil ingin menjadi TNI. Ingin mengabdi kepada negara dan bangsa," katanya.