Andreas Sofiandi, Membuka Jalan Terang Mata
Andreas Sofiandi ingin menghabiskan sisa hidupnya untuk membantu orang yang membutuhkan, termasuk para penderita katarak.

Dokter Andreas Sofiandi (66) , Ketua Himpunan Bersatu Teguh
Andreas Sofiandi (65) telah membantu puluhan ribu warga kurang mampu untuk menjalani operasi katarak. Bersama timnya, dia berkeliling ke daerah-daerah membuka jalan terang bagi warga sekaligus membangun infrastruktur kesehatan.
Kristina Usboko (60) lemas. Perjuangannya ke lokasi operasi katarak dengan waktu tempuh perjalanan sekitar tiga jam sepertinya akan berakhir sia-sia. Hasil pemeriksaan menunjukkan tekanan darahnya melampaui ambang batas membuat dirinya belum diperbolehkan menjalani operasi. Saat hendak pulang dari lokasi itu, dokter Andreas menghentikannya.
Rupanya diam-diam Andreas memantau Kristina yang beberapa kali memohon kepada petugas pemeriksa kesehatan agar ia dibantu untuk bisa menjalani operasi pengangkatan katarak yang mengganggu penglihatan beberapa tahun terakhir. Petugas tidak mau ambil risiko lantaran tekanan darah Kristina yang mencapai 200. Secara teori, ini berbahaya bagi kesehatan Kristina.
Andreas berdialog dengan Kristina dan menangkap keinginan kuat ibu itu untuk menjalani operasi katarak. "Pak dokter, saya sudah jauh-jauh. Saya ingin sembuh dari katarak. Kalau tidak sekarang, kapan lagi kami bisa ikut operasi katarak gratis seperti ini? Tolong saya Pak Dokter," kata Kristina memohon.
"Gampang. Ibu tenang saja," jawab Andreas. Ia lalu meminta rekan dokter yang lain untuk memberikan Kristina obat penurun tekanan darah. Ia sendiri yang mengeluarkan obat berbentuk tablet dan menyerahkan kepada Kristina. Satu jam kemudian, tekanan darah Kristina kembali normal dan diperbolehkan menjalani operasi katarak. Penglihatan Kristina menjadi lebih terang.

Lasarus Sila (75) menangis haru lantaran kembali bisa melihat setelah mengikuti operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (16/9/2022). Kegiatan bakti sosial di perbatasan antara Indonesia dan Timor-Leste itu digelar oleh Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas yang didukung sejumlah pihak termasuk dokter dari Himpunan Bersatu Teguh.
Kristina menjadi bagian dari 83 orang yang pulang dengan gembira setelah berhasil menjalani operasi katarak di poliklinik Desa Humusu Wini, Kecamatan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Jumat (16/9/2022). Bakti sosial di perbatasan Indonesia dan Timor Leste itu digelar oleh Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas, Kementerian Sosial dan Himpunan Bersatu Teguh.
Selepas mengatasi masalah Kristina, Andreas mendatangi Lasarus Sila (75) yang terus menangis seusia menjalani operasi. Lasarus yang nyaris buta itu merasa haru lantaran ia kini bisa melihat kembali. Keluarga berusaha menenangkan, Lasarus masih tetap menangis.
Andreas lalu menyapa Lasarus dan meminta ayah sembilan anak itu berhenti menangis sebab air mata bisa mengganggu penyembuhan pascaoperasi. Lasarus pun akhirnya terdiam dan kembali tersenyum. Andreas mengajak Lasarus ngobrol sambil bercanda.
Tak berhenti di situ, mendengar beberapa warga yang belum terdaftar untuk operasi katarak, Andreas mendatangi mereka. Warga yang belum mendaftar ini mengaku tidak tahu prosedur. Mereka datang dari kampung-kampung pedalaman sejak pagi itu hanya berdiri di luar tenda sementara pendaftaran sudah ditutup. Andreas mencatat nama mereka, salah satunya adalah Kamilus Meol.

Pemeriksaan mata secara fisik sebelum operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (16/9/2022). Hasil pemeriksaan menentukan layak atau tidak dilakukan operasi.
"Nanti antara jam 2 sampai jam 3 ketemu saya di sini. Bapak sudah datang jauh-jauh, pasti akan dilayani," ujar Andreas memberi jaminan. Akhirnya, mereka pun menjalani operasi katarak dan kembali ke rumah dengan penglihatan semakin terang.
Andreas memimpin lima dokter dan beberapa asisten yang tergabung dalam Himpunan Bersatu Teguh dalam operasi katarak itu. Tim Andreas juga didukung beberapa petugas medis lokal yang membantu urusan administrasi dan pemeriksaan sebelum operasi. Andreas memilih tidak berada di dalam ruang operasi. Ia menyelip di antara riuh rendah pasien.
Andreas yang kini menjadi jadi pemimpin Himpunan Bersatu Teguh itu memulai operasi katarak tahun 2004. Lokasi kegiatan kebanyakan di daerah bencana. Di Nusa Tenggara Timur, ia dan tim hadir pasca badai Seroja pada April 2021 lalu. Mereka menggelar operasi katarak di Kabupaten Malaka.
Ia dan tim juga baru-baru ini menjalankan operasi katarak di Puncak Jaya, Provinsi Papua, yang rawan konflik bersenjata. Dalam hitungan mereka, sudah lebih dari 20.000 orang yang terbantu dari aksi sosial tersebut. "Yang membuat saya bahagia adalah ketika mata mereka bisa kembali melihat indahnya dunia," kata pria kelahiran Padang, Sumatera Barat itu.

Pasien kembali ke rumah seusai mengikuti operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (16/9/2022). Pasien sudah bisa melihat kembali.
Menurutnya, penanggulangan katarak berkejaran dengan waktu. Laju peningkatan kasus tidak sebanding dengan kecepatan penanganan. Indonesia berada pada urutan kedua negara dengan jumlah kasus katarak terbanyak di dunia setelah India. Mengutip dari data Kementerian Kesehatan, angka kebutaan mencapai 3 persen, dengan katarak sebagai penyebabnya mencapai 81 persen.
Sayangnya, banyak masyarakat yang berada pada level ekonomi lemah tidak bisa tertolong lantaran masalah biaya. Mereka akhirnya hanya pasrah. Di NTT, biaya untuk operasi katarak sekitar Rp 4 juta. Bagi masyarakat miskin, satu-satunya peluang kesembuhan adalah ikut dalam operasi katarak yang dilakukan secara gratis oleh berbagai lembaga.
Baca juga: Rolinawati Darisera, Persalinan Dibantu Cahaya Senter
Tak hanya kesembuhan bagi para pasien, kehadiran Andreas di suatu daerah selalu meninggal jejak infrastruktur. Ia dan tim membangun klinik, rumah sakit, hingga rumah ibadah. Di Malaka misalnya, ia ikut mendirikan gedung gereja Katolik yang nyaris roboh. "Di tempat lain, kami ikut bangun masjid atau mushola, " ujarnya.
Diakuinya, bukan perkara mudah tetap konsisten di jalan ini. Dalam operasi katarak misalnya, dibutuhkan peralatan dan dukungan medis lainnya yang tidak murah. Harga satu alat operasi katarak sekitar Rp 1,5 miliar. Padahal, yang mereka lakukan bukan hanya operasi katarak tapi juga operasi bibir sumbing dan hernia. Belum lagi biaya operasional yang jumlahnya tidak sedikit.

Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas menggelar operasi katarak di Wini, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur pada Jumat (16/9/2022). Sumber dana dari yayasan itu adalah para pembaca Kompas.
Ia bersama tim menggunakan uang saku sendiri untuk menalangi kebutuhan mereka. Selain itu, ada juga bantuan dari pihak lain yang peduli pada aksi kemanusiaan yang mereka lakukan. Bagi dia, selalu ada jalan untuk sesuatu yang diniatkan bagi kebaikan banyak orang. "Apalagi kalau untuk operasi ini, banyak pasien berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka sangat membutuhkan, " katanya.
Kristina, Lasarus, Kamilus, dan pasien yang sembuh dari operasi katarak di Humusu Wini berterima kasih atas sentuhan kasih dari dokter Andreas bersama tim. Namun di luar itu, masih banyak penderita yang belum tertolong. Ada harapan, dokter Andreas bisa kembali lagi ke daerah tersebut lagi. Suatu saat nanti.
"Doakan saja semoga saya bisa kembali lagi ke NTT. Saya ingin menyumbangkan sisa hidup saya untuk ini, " ucapnya sebelum meninggalkan Humusu Wini pada Sabtu (17/9/2022) siang. Sebab, ia harus secepatnya kembali ke Jakarta untuk melanjutkan operasi katarak di daerah lain.
Andreas Sofiandi
Lahir: Padang, 28 Mei 1957
Jabatan: Ketua Himpunan Bersatu Teguh