Liz Truss, PM Inggris dalam Arus Inklusivitas
Liz Truss adalah perempuan ketiga yang menjadi Perdana Menteri Inggris. Tantangan berat menghadapi kiprahnya.
Untuk ketiga kalinya, pemerintahan Inggris dipimpin oleh seorang perempuan. Liz Truss resmi menjabat sebagai perdana menteri setelah memperoleh restu dari Ratu Elizabeth II. Politikus berumur 47 tahun ini kemudian membentuk pemerintahan yang dianggap paling inklusif di dalam sejarah Inggris.
Truss mengumumkan kabinet barunya pada hari Selasa (6/9/2022). Ada 23 menteri di kabinet tersebut dan delapan orang adalah perempuan. Selain itu, sebanyak tujuh menteri merupakan keturunan migran kulit berwarna. Jabatan Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dipegang oleh Therese Coffey.
Baca juga: Liz Truss Menghadapi Badai
Posisi menteri luar negeri dipegang oleh James Cleverly yang merupakan keturunan Sierra Leone dan kulit putih, Kwasi Kwarteng yang keturunan Ghana dipercaya sebagai menteri keuangan, dan Suella Braverman yang keturunan India menjadi menteri dalam negeri. Kabinet yang tampak progresif ini masih harus membuktikan kinerja mereka untuk menarik kembali kepercayaan masyarakat Inggris.
Saat ini, kita semua berada di tengah badai dan kita harus bisa keluar dari sana. Untuk itu, butuh langkah-langkah yang berani dari semua pihak agar segala dampak buruk pandemi Covid-19 dan invasi Rusia ke Ukraina ini bisa kita atasi, kata Truss dalam pidato pertamanya setelah dilantik menjadi perdana menteri pada Selasa. Ia berbicara dari rumah dinas Perdana Menteri Inggris di Jalan Downing Nomor 10 dan disiarkan oleh berbagai media arus utama.
Prioritas pertama Truss ialah sesuai dengan janji kampanyenya, yakni menurunkan pajak dan cukai. Truss mengatakan, ini adalah cara pemerintah menghargai masyarakat yang telah bekerja keras membanting tulang, tetapi hasilnya tidak maksimal karena resesi ekonomi global. Inggris mengalami inflasi tertinggi di antara tujuh negara terkaya di dunia (G7), yaitu 10,1 persen.
”Kita harus membuka investasi seluas-luasnya dan pada saat yang sama harus ada upaya untuk meringankan beban keluarga. Kita harus menjadikan Inggris negara yang penuh aspirasi dengan pekerjaan berupah tinggi, jalan-jalan yang aman, dan jaminan semua warganya memperoleh kesempatan setara,” ujarnya.
Baca juga: Untuk Ketiga Kalinya, Perempuan Menjadi Kepala Pemerintahan Inggris
Prioritas kedua adalah mengatasi krisis energi. Akibat invasi Rusia ke Ukraina, Eropa dilanda kekurangan energi karena selama ini bergantung pada pasokan minyak dan gas Rusia. Bahkan, lembaga kajian Resolution Foundation memperkirakan, per Januari 2023, biaya energi rumah tangga yang umumnya dipakai untuk listrik dan penghangat ruangan bisa naik tiga kali lipat. Data per September 2022 menunjukkan, pengeluaran rumah tangga Inggris sudah naik 80 persen sejak Februari 2022.
Untuk persoalan tersebut, publik akan mengawasi Truss dengan saksama. Alasannya, karena pada Maret 2022, ketika masih menjabat sebagai menlu, Truss mengutarakan bahwa Inggris ingin menjajaki hubungan lebih dekat dengan Arab Saudi. Masyarakat negara itu terbelah pendapatnya. Mayoritas menolak niat itu karena Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) terkenal otoriter dan sering melanggar hak asasi manusia serta memenjarakan oposisinya. Hal ini tidak sesuai dengan norma sosial dan ideologi yang dianut oleh Inggris.
”Saya tidak mendukung kebijakan MBS, tetapi kehidupan masyarakat kita dalam keadaan genting. Inggris harus mencari sumber-sumber energi baru, termasuk minyak dan gas, agar tidak bergantung pada rezim Vladimir Putin yang mengerikan,” tuturnya ketika diwawancara oleh media Sky News.
Baca juga: Terpilih Jadi Ketua Partai Konservatif, Truss Dipastikan Jadi PM Inggris
Sikap keras
Truss sejak muda dikenal memiliki sikap keras dan ambisius. Ia adalah seorang politikus sejati dan tidak ragu untuk berpindah haluan. Dilansir dari surat kabar The Times edisi 22 Juli 2022, ia lahir di keluarga kelas menengah berpendidikan. Ayahnya, John Kenneth Truss, kini menjabat sebagai Guru Besar Emeritus Matematika Universitas Leeds. Ibunya, Priscilla, bekerja sebagai perawat.
Kedua orangtuanya menganut paham sosialis dan pendukung berat Partai Demokrat Liberal. Bahkan, sejak Truss masih kecil, orangtuanya sering mengajak dia berunjuk rasa. Salah satunya di Paisley, Skotlandia, tempat mereka mengikuti demonstrasi antinuklir. Truss kecil turut meneriakkan yel ”Turun Maggie!” yang intinya menyuruh Perdana Menteri Margaret Thatcher (1979-1990) mengundurkan diri.
Setelah lulus sekolah, Truss melanjutkan kuliah ke Universitas Oxford. Ia mengambil studi politik, filsafat, dan ekonomi. Di sana, Truss yang berasal dari keluarga kelas menengah profesional bertemu dengan anak-anak kalangan darah biru yang umumnya berhaluan konservatif.
Baca juga: Tagihan Listrik Warga Inggris dan Jerman Membengkak
Truss banyak berdebat dengan mereka dan pada saat yang sama juga membangun jejaring. Sejumlah teman kuliah mengingat Truss sebagai mahasiswa yang pandai, aktif dalam berbagai kegiatan politik dan sosial, serta berpendirian kukuh yang bahkan dapat dikatakan berkepala batu.
Truss bergabung dengan Partai Demokrat Liberal cabang Universitas Oxford dan menjadi ketuanya. Ia saat itu terkenal mengampanyekan pembubaran monarki Inggris dan pelegalan ganja. Dua hal itu sekarang tidak lagi ia dukung. Bahkan, sebagai politikus, Truss kerap dikritik plin-plan dan sering menarik kembali perkataannya.
Beberapa contohnya ialah Truss menolak Inggris keluar dari Uni Eropa melalui Brexit, tetapi kemudian mendukung. Ada pula ketika Truss mengatakan bahwa warga Inggris agar turut berperang melawan invasi Rusia di Ukraina, kemudian ia menarik pernyataan itu. Ia sempat beberapa kali diwawancara mengenai seringnya berganti-ganti pendapat.
”Namanya manusia pasti pendapatnya berubah-ubah. Pemikiran kita di usia 19 tahun tidak akan sama dengan di usia 49 tahun,” tuturnya membela diri dalam wawancara dengan Sky News pada Agustus 2022.
Baca juga: Para Pemimpin Eropa Berjatuhan
Perubahan pendapat ini pula yang membuat Truss berubah haluan. Lulus kuliah, Truss berkarier di perusahaan energi Shell dan kemudian pindah ke perusahaan telekomunikasi Cable and Wireless. Ia sempat dua kali mengikuti pemilihan umum legislatif daerah untuk Partai Demokrat Liberal dan keduanya gagal.
Setelah itu, Truss pindah kubu dan bergabung dengan Partai Konservatif. Di partai ini, karier politiknya justru berkembang. Sebelum menjadi menlu, ia memiliki pengalaman, di antaranya menjadi menteri perdagangan, menteri lingkungan hidup, wakil menteri keuangan, menteri kehakiman, dan wakil menteri pendidikan.
”Di satu sisi, tidak mengejutkan juga Liz berpindah haluan karena dia memang berambisi di dunia politik. Pendekatan dia masih serupa dengan ketika di kubu liberal. Ia orang yang keras, senang turun langsung ke lapangan, dan kalau tidak hati-hati bisa menjadikan negara terlalu masuk ke kehidupan pribadi rakyat,” kata Mark Lawrence, teman kuliah Truss yang kini menjadi pakar politik di Universitas Oxford. (AP/Reuters)
Mary Elizabeth Truss
Lahir: Oxford, Inggris. 26 Juli 1975 (47 tahun)
Pendidikan: Sarjana Strata 1 Universiats Oxford dengan studi Politik, Filsafat, dan Ekonomi
Suami: Hugh O'Leary
Anak: 2