Jasmine Seymour, Bangunkan Bahasa Dharug yang Tertidur
Penulis dan ilustrator asal Australia, Jasmine Seymour, berusaha agar literatur dan bahasa masyarakat Aborigin, khususnya Dharug, bisa pulih.
Oleh karena berbagai hal, masih sedikit literatur yang menyimpan wacana terkait masyarakat Aborigin, khususnya orang-orang Dharug di Australia. Jasmine Seymour (44) sebagai orang Dharug akhirnya mulai menulis buku bagi anak-anak. Dari situlah perjalanannya membangunkan bahasa Dharug yang tertidur dimulai.
Warami! Budyari naady’unya
Where are you from? Good to see you.
Sebagai bagian dari masyarakat adat Australia, Aborigin merupakan salah satu peradaban tertua di dunia. Mereka telah tinggal di benua itu selama lebih dari 40.000 tahun. Hanya saja, eksistensi Aborigin yang terdiri atas ratusan kelompok bahasa memudar tajam semenjak kedatangan koloni Inggris pada 1788.
Koloni melihat masyarakat Aborigin sebagai manusia primitif. Sebagai akibat, koloni merampas tanah dan sumber daya alam mereka, sekaligus tidak mengakui identitas mereka sebagai penduduk asli. Perlakuan itu berlanjut bahkan setelah Australia berdiri sebagai negara.
Momok besar lain bagi eksistensi masyarakat Aborigin ialah fenomena generasi yang terampas alias stolen generation selama pertengahan 1800 hingga 1970-an. Pemerintah Australia mengambil anak-anak Aborigin lalu menempatkan mereka ke berbagai institusi. Alhasil, anak-anak ini terputus hubungan dengan keluarga, tradisi, dan budaya sebagai Aborigin. Dampak peristiwa itu terasa sampai sekarang.
”Tumbuh dewasa dan menjadi guru SD, saya sadar tak ada buku bahasa Dharug untuk anak-anak di Sydney. Buku-buku yang membantu mereka merefleksikan diri dan merasa bagian dari sesuatu,” kata Seymour seusai peresmian Australian Reading Corner di Perpustakaan Jakarta Cikini bersama Duta Besar Australia untuk Indonesia, Penny Williams, Jakarta, Senin (15/8/2022).
Sydney, ibu kota New South Wales, merupakan kota dengan populasi masyarakat Aborigin terbanyak di Australia. Seymour, yang juga tinggal di sana, menceritakan, banyak anak keturunan Aborigin di kota itu yang berasal dari keluarga stolen generation. Mereka tidak tahu identitas mereka.
Seymour tergugah membuat buku tentang Dharug (atau Darug). Berbekal pengalaman menulis di sebuah klub buku dan latihan membuat ilustrasi secara otodidak, dia telah menggarap empat buku. Ia memadukan gambar konvensional dan digital untuk ilustrasinya.
Buku pertama yang ia rilis ialah Baby Business (2019). Buku berwarna biru ini menceritakan tradisi penduduk asli Australia menyambut kelahiran bayi ke negeri (bumi dan kehidupan di dalamnya) lewat upacara pengasapan. Mereka percaya asap itu menjadikan si bayi bagian dari tanah air, melindunginya hingga dewasa, dan membersihkannya dari roh jahat.
Seymour juga menggarap buku Cooee Mittigar: A Story on Darug Songlines (2019) dengan Leanne Mulgo Watson sebagai ilustrator dan Open Your Heart to Country (2022). Ibu dua anak ini terlibat sebagai ilustrator dalam buku Family (2020) karya Fay Stewart-Muir dan Sue Lawson.
”Orang Dharug percaya bahwa kita dari tanah. Kami tidak memiliki tanah, tetapi bagian dari tanah. Kami memandang ngurra (negeri) sebagai keluarga, nenek moyang kami. Adalah tanggung jawab kita untuk merawat negeri,” ujarnya.
Dalam buku-bukunya, Seymour menyertakan istilah ataupun padanan bahasa Dharug. Dalam Open Your Heart to Country, buku dwibahasa ini mengisahkan ajakan untuk berhubungan kembali dengan negeri dari perspektif penduduk asli dalam bahasa Inggris dan Dharug.
Bahasa dan literatur
Ibu Seymour adalah orang Belanda, tetapi ayahnya merupakan seorang Aborigin keturunan dari Yarramundi. Yarramundi terkenal sebagai ketua klan Burubiranggal dari Dharug yang bertemu Gubernur Arthur Phillip, gubernur pertama New South Wales, di Sungai Hawkesbury pada 1791.
Anak perempuan Yarramundi, Maria Lock, lahir pada awal 1800-an. Lock menjadi orang pertama yang masuk ke Blacktown Native Institution yang menandakan bermulanya masa stolen generation. Karena orang Dharug termasuk yang pertama dijajah koloni, paras keturunan mereka sudah berubah. Seymour sendiri berkulit putih.
“Orang Dharug yang pertama di-kolonisasi, tetap yang terakhir diakui. Kami masih memperjuangkan pengakuan itu di Sydney apalagi Sydney sekarang terdiri atas banyak orang dari seluruh dunia. Kami akan terus berjuang karena kami masih ada dan akan selalu ada,” kata Seymour.
Dari pengalaman Seymour, keluarga besarnya tahu kalau mereka adalah keturunan Aborigin. Namun, situasi sosial dan politik yang kompleks membuat mereka tak pernah membicarakannya. Situasi baru membaik beberapa dekade terakhir.
Seymour percaya pengakuan atas orang Dharug salah satunya bisa diperoleh dengan merevitalisasi bahasa. Tanpa bahasa dan literatur, maka perspektif, pengetahuan, dan budaya Dharug bisa hilang total. Kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Sama seperti Indonesia, Australia menjadi salah satu negara dengan tingkat kepunahan bahasa tertinggi di dunia.
Mengutip hasil studi The Australian National University pada 2021, sebelum kolonisasi Barat terjadi, ada lebih dari 250 bahasa penduduk asli Australia. Sekarang tersisa 40 bahasa yang dipakai dan hanya 12 bahasa yang dipelajari anak-anak. Dharug sebelumnya masuk dalam kategori punah.
Bahasa Darug adalah bahasa di sebagian besar wilayah cekungan Sydney yang berasal dari rumpun bahasa yang sama dengan bahasa penduduk asli Australia lainnya. ”Penelitian tentang kepunahan bahasa mengatakan, dibutuhkan dua generasi untuk kehilangan bahasa dan itu terjadi di Sydney ketika penjajah tiba,” kata Seymour.
Menurut Seymour, bahasa Dharug pernah dicatat William Dawes pada 1789, William Ridley pada 1880, dan RH Mathews pada 1900. Seymour tidak bisa berbahasa Dharug. Ia belajar lagi soal bahasa tersebut dari ayah dan keluarga ayahnya. Ia menjelaskan, komunitas-komunitas Dharug tengah mengupayakan revitalisasi bahasa ini lewat berbagai riset dan program.
Baca juga: Laurindo Dos Santos, Pengabdian di Tapal Batas
Dharug sangat berbeda dengan bahasa Inggris. Contohnya, bahasa ini memiliki banyak kata dimulai dengan ng dan getaran suara seperti brrr. Terjemahan dari Dharug ke bahasa Inggris juga sangat berbeda karena emosi dirasakan melalui perut, bukan hati. Karena itu, Seymour mencontohkan, mereka mengatakan budyari bindhi atau ”perut saya terasa enak” jika mereka sedang merasa senang.
”Tidak ada lagi penutur bahasa Dharug jadi kami menyebutnya sebagai bahasa yang tertidur. Sekarang kami mempelajarinya kembali dan membangunkannya lewat buku-buku ini. Ini akan menjadi perjalanan yang panjang,” ujar aktivis bahasa ini.
Jasmine Seymour
Lahir: Windsor, Sydney, 30 Maret 1978
Pendidikan: Master of Indigenous Languages Education, University of Sydney
Pekerjaan: Guru SD di Sydney barat, New South Wales
Pengalaman:
- Anggota Darug Custodian Aboriginal Corporation
- Sekretaris Da Murrytoola Aboriginal Education Consultancy Group (AECG)
Penghargaan, antara lain:
- Prime Minister’s Literary Award for Children’s Literature untuk Cooee Mittigar, 2020
- CBCA (Children's Book Council of Australia) Best New Illustrator Award, 2020