Mewaspadai Perubahan Cuaca Ekstrem Wilayah Perkotaan
Beberapa hari terakhir terjadi perubahan cuaca ekstrem di Jakarta. Litbang ''Kompas'' mencoba menguraikan mengapa terjadi fenomena siang hari panas terik, tetapi di sore hari muncul hujan lebat.
Oleh
Yoesep budianto
·7 menit baca
RONY ARIYANTO NUGROHO
Gulungan awan mendung tebal di atas gedung-gedung yang terlihat dari kawasan Palmerah, Jakarta (7/4/2022). Pergantian cuaca yang ekstrem dari panas terik ke hujan lebat terjadi di Jakarta beberapa hari terakhir. Situasi ini perlu diwaspadai baik untuk keselamatan berkendara maupun kondisi kesehatan tubuh.
Perubahan cuaca secara drastis terjadi di Jakarta beberapa minggu terakhir. Saat siang hari, cuaca kota sangatlah panas dan terik, tapi menjelang sore tiba-tiba hujan lebat disertai angin kencang dan petir. Gejala cuaca ekstrem salah satunya disebabkan oleh fenomena urban heat island atau pulau panas perkotaan.
Dua pekan terakhir di April 2022, BPBD DKI Jakarta mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem berkala ke publik, mulai dari hujan lebat, angin kencang, banjir, hingga potensi pohon tumbang. Peringatan dini memang dikeluarkan apabila terlihat ada potensi munculnya bencana dalam waktu cukup dekat, agar masyarakat lebih siap.
Kejadian hujan lebat biasanya diawali dengan proses evapotranspirasi atau penguapan dari badan air dan tanaman secara masif ke sistem atmosfer Bumi. Pengumpulan uap air yang telah mencapai batas, akan turun dalam bentuk hujan. Hal tersebut menggambarkan bahwa intensitas hujan sangat ditentukan banyaknya uap air di sistem atmosfer Bumi.
Secara umum fenomena hujan memiliki tiga tipe, yaitu hujan orografis, konveksi, dan frontal. Hujan orografis lazim terjadi di daerah pegunungan atau yang memiliki perbedaan ketinggian, sementara hujan konveksi terjadi karena massa udara yang mengandung uap air bergerak vertikal. Terakhir, hujan frontal terjadi di daerah-daerah pertemuan massa udara dingin dan panas.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Warga menembus hujan deras mengenakan payung di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat (5/4/2022). Perubahan cuaca drastis dari siang hari yang terik dan tiba-tiba turun hujan deras di sore hari terjadi akhir-akhir ini di wilayah Jabodetabek.
Massa udara sendiri adalah satuan ukuran tertentu di sistem atmosfer yang terdiri dari uap air dan awan dengan suhu tertentu. Perbedaan suhu dan tekanan udara memiliki pengaruh terhadap pergerakan massa udara, sehingga lokasi hujan dapat berpindah atau malah terpusat di satu titik tertentu.
Melihat proses hujan yang tidak sederhana, maka fenomena hujan lebat di perkotaan memiliki cerita tersendiri. Hujan lebat yang terjadi di perkotaan tidaklah terjadi begitu saja. Ada banyak faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah fenomena urban heat island (UHI).
UHI atau pulau panas perkotaan merupakan kondisi suhu wilayah pusat kota yang jauh lebih panas dibandingkan area sekitarnya. Pengaruh terbesarnya adalah penggunaan lahan yang minim pohon dan padatnya sistem transportasi yang mengeluarkan banyak emisi.
Fenomena UHI memiliki pengaruh pada proses hujan. Setidaknya ada hal yang dapat menjelaskan proses tersebut dengan cukup sederhana, yaitu suhu tinggi yang terkonsentrasi di wilayah perkotaan membuat proses penguapan dan pembentukan awan berjalan lebih intens, sehingga kandungan air banyak.
Sebuah riset yang dilakukan oleh BPPT dan The University of Melbourne menggunakan data wilayah DKI Jakarta selama periode 1986 hingga 2012 menunjukkan bahwa UHI berpengaruh kuat terhadap peningkatan curah hujan ekstrem. Ada peningkatan signifikan tren hujan, termasuk jumlah hari hujan yang memiliki intensitas lebih dari 50 mm/hari dan 100 mm/hari.
Proses terjadinya UHI menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh suhu terhadap faktor iklim, salah satunya curah hujan. Ke depannya, UHI bisa saja makin parah, mengingat tren suhu global makin tinggi dan banyak terjadi perubahan penggunaan lahan non-vegetasi. Implikasi berikutnya adalah bertambahnya tren hujan ekstrem di wilayah perkotaan.
Sebenarnya bukan hanya hujan ekstrem, hal lain yang perlu diwaspadai adalah angin kencang yang bisa saja membuat pohon tumbang atau kerusakan fasilitas perkotaan. Munculnya angin kencang adalah konsekuensi alami dari tingginya suhu di siang hari yang berubah drastis.
Konsep arah tiupan angin adalah bergerak dari wilayah bertekanan udara tinggi ke rendah. Area yang bertekanan udara tinggi memiliki suhu udara rendah, demikian sebaliknya. Oleh sebab itu, saat wilayah Jakarta sedang panas, maka daerah tersebut menjadi tujuan angin bertiup. Saat tiba-tiba mendung dan hujan, ada waktu transisi suhu panas ke dingin. Artinya, menit-menit awal hujan pasti terjadi tiupan angin kencang, baru kemudian mulai mereda anginnya.
Meluas
Pemantauan wilayah dengan suhu yang lebih panas di perkotaan menjadi penting di tengah risiko hujan ekstrem. Peningkatan frekuensi hujan lebat akan membuat risiko banjir makin besar. Kondisi memungkinkan memburuk karena tata wilayah kota yang tidak berkelanjutan.
Iklan
Sebuah studi yang berjudul “Increasing Urban Heat Island area in Jakarta and it’s relation to land use changes” tahun 2021 menganalisis fenomena UHI selama periode 2008 hingga 2018. Acuan data awal yang dilakukan bahkan dari tahun 1989, di mana luas wilayah UHI mencapai 84,53 kilometer persegi atau hanya 0,1 persen dari total luas wilayah.
Batasan wilayah UHI adalah semua titik perkotaan yang memiliki suhu di atas 30 derajat celcius. Hasil pantauan selama satu dekade terakhir menunjukkan luasa UHI telah mencapai 93,7 persen dari total wilayah DKI Jakarta. Perluasan tersebut identik dengan penambahan area terbangun di perkotaan.
Selama lima tahun pertama, yaitu 2008 hingga 2013, suhu terpanas yang tercatat adalah 30,1-34 derajat celcius. Sementara lima tahun berikutnya (2013-2018), suhu rata-rata area UHI sebesar 34,1 derajat celcius. Peningkatan suhu wilayah perkotaan paling besar disebabkan oleh area terbangun, khususnya perkantoran, industri, perumahan, dan sarana transportasi.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Orang tua menemani anaknya bermain di Taman Sambas Asri, Kelurahan Kramat Pela, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (10/4/2022). Selain menjadi area bermain, taman juga memiliki manfaat sebagai penyeimbang suhu dan kelembapan udara di lingkungan sekitarnya.
Mempertimbangkan faktor penyebab fenomena UHI, maka salah satu cara penanganan yang tepat adalah memastikan cakupan ruang terbuka hijau (RTH) yang memadai. Dalam UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ditetapkan RTH paling sedikit 30 persen dari total luas wilayah kota. Sayangnya RTH DKI Jakarta sangatlah rendah, bahkan kurang dari 10 persen.
Hingga tahun 2021, total luasan RTH DKI Jakarta hanya 33,3 kilometer persegi. Luasan tersebut terbagi dalam enam wilayah administrasi. RTH terbanyak terkonsentrasi di wilayah Jakarta Timur (26,14 persen) dan Jakarta Selatan (24,92 persen) dari total luas keseluruhan kota.
Keberadaan pepohonan di tengah wilayah kota berkontribusi besar dalam penyeimbang suhu dan kelembapan udara sekitar. Bahkan pepohonan menyediakan oksigen dan membersihkan udara wilayah perkotaan. Fungsi pohon tidak bisa ditawar dalam konteks penanganan titik-titik suhu panas di area kota.
Lebih awal
Seiring perkembangan wilayah kota, fenomena UHI tidak bisa dihindari lagi, malah bisa makin meluas ke arah pinggiran kota yang mulai terbangun dengan intensif. Dibutuhkan langkah-langkap yang adaptif untuk hidup berdampingan dengan UHI.
Hujan ekstrem yang terjadi di sore hingga malam hari mampu menambah debit volume perkotaan naik tajam. Di sisi lain, curah hujan yang melebihi batas normal akan mengakibatkan bencana banjir di titik-titik krusial DKI Jakarta. Tak hanya itu, perubahan cuaca drastis menyebabkan tubuh manusia bekerja lebih keras untuk mempertahankan kondisi seimbang (homeostasis), sehingga tubuh mudah lelah.
Beberapa penyakit yang menyertai fenomena perubahan cuaca drastis adalah infeksi virus berupa flu dan batuk, sesak nafas karena pengerutan saluran pernafasan manusia saat suhu dingin, gangguan pencernaan, seperti diare dan demam tifoid, serta kelelahan berlebih tubuh.
Dampak UHI terhadap sistem cuaca lokal DKI Jakarta yang berubah secara cepat, memaksa warga untuk melakukan penyesuaian diri dengan cepat. Berdasarkan pantauan media sosial selama seminggu (6-12 April 2022) menggunakan aplikasi TalkWalker menunjukkan respon beragam dari masyarakat.
Ada tiga hashtag yang dipakai untuk memantau, yaitu hujan, banjir, dan cuaca panas, dengan total bahasan ketiganya mencapai 136.000 akun. Berdasarkan pola yang muncul, percakapan media sosial publik mencapai puncak saat pukul 16.00-17.00 WIB, yaitu saat hujan turun dengan sangat deras.
Sebelum pukul 16.00 WIB, bahasan publik tentang hujan sebenarnya sudah naik drastis, tepatnya mulai pukul 13.00 WIB. Tiga jam sebelum waktu puncak hujan, publik telah memberikan banyak informasi bahwa telah muncul mendung atau awan gelap di langit. Hal tersebut bisa diartikan sebagai sikap antisipatif publik.
Sedangkan bahasan cuaca panas telah muncul satu hingga dua jam sebelumnya, tetapi beberapa juga memiliki kesamaan waktu dengan puncak bahasan tentang hujan. Sentimen yang muncul adalah ekspresi kaget atau bertanya-tanya tentang perubahan cuaca yang drastis tersebut. Bahasan tentang banjir lebih lambat satu jam, yaitu sekitar pukul 18.00 WIB.
Riuhnya ruang media sosial tentang kondisi cuaca yang berubah drastis harusnya menjadi kesadaran bersama, bahwa dibutuhkan langkah-langkah adaptasi yang cepat seiring penguatan mitigasi tata ruang wilayah perkotaan. Membangun lebih banyak ruang terbuka hijau (RTH) dan menanam pohon menjadi langkah penting saat ini untuk menyeimbangkan suhu dan kelembapan udara. Fenomena urban heat island adalah sebuah keniscayaan di tengah upaya manusia membangun kota, akan tetapi tidak mustahil untuk melakukan sejumlah usaha menekan risiko dan dampaknya. (LITBANG KOMPAS)