Sambut Mudik dengan Perbaikan Manajemen Pengobatan Covid-19
Kecenderungan belum optimalnya aspek pengobatan harus menjadi perhatian serius pemerintah meskipun tren pengendalian pandemi masih positif. Masa mudik lebaran menjadi ujian penting bagi pengendalian pandemi tahun ini.
Oleh
Rangga Eka Sakti
·6 menit baca
Secara umum, tren pengendalian pandemi di Indonesia masih positif. Meski demikian, indikator dari aspek pengobatan masih belum berjalan secara optimal. Menambah kapasitas layanan kesehatan untuk merawat pasien Covid-19 menjadi penting seiring dengan meningkatnya risiko perburukan pandemi akibat antusiasme mudik Lebaran.
Berlanjutnya tren positif pengendalian pandemi di Indonesia ini tecermin dari Indeks Pengendalian Covid-19 atau IPC Kompas per 4 April 2022. Berdasarkan indeks tersebut, 27 provinsi di Indonesia mengalami peningkatan skor pengendalian. Sementara tujuh provinsi lainnya memiliki skor yang sama dengan periode penghitungan seminggu sebelumnya.
Berlanjutnya tren positif pengendalian pandemi di Indonesia ini tecermin dari Indeks Pengendalian Covid-19 atau IPC Kompas per 4 April 2022.
Dilihat berdasarkan gugus kepulauan, perbaikan pengendalian Covid-19 terkonsentrasi di Sumatera, Sulawesi, dan Maluku-Papua. Ketiga gugus kepulauan ini mengalami perbaikan rata-rata sebesar 3 poin dibandingkan seminggu sebelumnya. Adapun perbaikan di Jawa dan Bali-Nusa Tenggara hanya berada di kisaran 1-2 poin.
Selaras dengan itu, provinsi-provinsi dengan perbaikan skor pengendalian tertinggi berada di Sumatera dan Sulawesi. Di Sumatera, Aceh menjadi provinsi dengan perbaikan paling signifikan dengan kenaikan skor sebesar 6 poin. Sedikit di bawahnya, Jambi juga mengalami perbaikan yang cukup besar dengan peningkatan sebanyak 5 poin.
Adapun Provinsi Lampung, meski sudah meningkat sebanyak 3 poin, skor yang dimilikinya baru mencapai angka 70. Angka ini di bawah rata-rata nasional yang skornya adalah 79. Lampung menjadi salah satu provinsi dengan skor pengendalian pandemi paling buruk di Indonesia.
Di gugus kepulauan Sulawesi, Sulawesi Tengah menjadi provinsi dengan perbaikan pengendalian yang menonjol. Selama sepekan, provinsi ini mengalami perbaikan skor hingga 5 poin, dari skor 69 menjadi 75. Selanjutnya, baik Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan sama-sama berhasil mendongkrak skor pengendalian sebanyak 4 poin.
Meski trennya masih positif, perbaikan pengendalian di kawasan Jawa dan Bali-Nusa Tenggara mulai melambat. Dari kedua kawasan ini, hanya Provinsi Nusa Tenggara Timur yang mencatatkan perbaikan signifikan dengan kenaikan skor sebesar 7 poin. Dengan kenaikan tersebut, NTT menjadi provinsi yang paling besar perbaikannya selama periode 29 Maret 2022–4 April 2022.
Provinsi-provinsi lain di kedua gugus kepulauan ini terpantau relatif stagnan progres pengendalian pandeminya. Beberapa provinsi, seperti DKI Jakarta, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa Timur, memiliki skor pengendalian yang tidak berubah dibandingkan dengan seminggu sebelumnya. Sementara Provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten masing-masing mengalami perbaikan skor sebesar 2 poin. DI Yogyakarta hanya naik sebanyak 1 poin.
ISTIMEWA
Ruangan di Pondok Singgah Covid-19 Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, Banten, yang akan merawat pasien Covid-19 tanpa gejala.
Hal serupa juga terjadi di wilayah Kalimantan. Di kawasan ini, peningkatan tertinggi terjadi di Kalimantan Utara yang skor pengendaliannya melejit dari 79 poin menjadi 85 poin.
Meski tidak sebesar Kaltara, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur turut mencatatkan perbaikan skor sebesar 1-2 poin selama seminggu pengukuran. Sisanya, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sama-sama memiliki skor yang stagnan.
Kecenderungan stagnansi perbaikan pengendalian pandemi ini sebetulnya tidak bisa dikatakan buruk.
Kecenderungan stagnansi perbaikan pengendalian pandemi ini sebetulnya tidak bisa dikatakan buruk. Skor beberapa provinsi seperti DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, dan NTB yang tidak bergerak ini menunjukkan kemampuan mereka untuk mempertahankan pengendalian pandemi yang sudah cukup baik. Pasalnya, skor keempat provinsi ini tergolong tinggi, di atas rerata skor pengendalian nasional yang di angka 79.
Namun, sayangnya, tidak semua provinsi yang mengalami stagnansi memiliki skor setinggi keempat provinsi tersebut. Jawa Timur, misalnya, memiliki skor sebesar 74 poin selama dua minggu terakhir. Serupa dengan itu, Jawa Barat yang pekan ini naik 3 poin ke level 78, posisinya masih di bawah rerata nasional.
Kedua contoh tersebut menunjukkan bahwa masih ada provinsi yang belum maksimal di tengah tren perbaikan pengendalian pandemi di Indonesia.
Tren perbaikan pengendalian pandemi di Indonesia ini masih didominasi oleh aspek manajemen infeksi. Rerata skor manajemen infeksi nasional per 4 April 2022 berada di angka 40 poin.
Jika dibandingkan, rerata skor aspek manajemen pengobatan lebih rendah satu poin. Hal ini menunjukkan bahwa sebetulnya masih ada ruang perbaikan dalam hal pengobatan terhadap pasien Covid-19.
Perbaikan skor pengendalian infeksi ini merupakan cerminan dari kasus positif harian yang sudah jauh lebih sedikit dibandingkan sebulan lalu. Pada puncak gelombang Omicron pertengahan Februari lalu, kasus positif harian di Indonesia sempat menyentuh angka di atas 63.000 kasus. Angka ini perlahan turun hingga di level 14.000 pada pertengahan Maret. Kini, angka positif harian di Indonesia ”hanya” berkisar di angka 1.400 kasus.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA (BAH)
Warga mendapatkan vaksinasi saat Kick Off Vaksinasi Booster Jawa Timur di Kantor Dinas Ketenagakerjaan Jatim, Kota Surabaya, Rabu (12/1/2022).
Semakin menurunnya jumlah penderita Covid-19 ini sejalan dengan semakin banyaknya masyarakat yang telah divaksinasi. Dari 208 juta target vaksinasi, sebanyak lebih dari 161 juta atau 77,5 persennya sudah mendapat dua dosis vaksin. Sementara lebih dari 197 juta atau nyaris 95 persennya telah menerima vaksin dosis pertama. Tak hanya itu, lebih dari 28 juta penduduk Indonesia juga telah diimunisasi dengan dosis ketiga atau dosis penguat.
Di lihat di tingkat provinsi, sebagian besar provinsi memiliki skor yang berada di atas rerata nasional. Beberapa provinsi seperti DKI Jakarta dan Bali bahkan mencatatkan skor manajemen infeksi yang cukup tinggi, yakni masing-masing di angka 47 dan 45 poin.
Sebagian besar provinsi memiliki skor indeks pengendalian Covid-19 di atas rerata nasional.
Meski demikian, masih ada provinsi yang memiliki skor sangat buruk, seperti Papua (33 poin), Kalimantan Barat (35 poin), dan Sulawesi Barat (35 poin). Artinya, kini pemerintah perlu untuk memfokuskan aspek manajemen infeksi di beberapa wilayah yang masih tertinggal.
Adapun dalam aspek manajemen pengobatan, separuh dari 34 provinsi justru memiliki skor di bawah rerata nasional. Dalam aspek ini, hanya segelintir provinsi yang memiliki skor di atas 40 poin, yakni Bengkulu, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan provinsi-provinsi di gugus pulau Sulawesi dan Papua-Maluku.
Dalam aspek tersebut, provinsi-provinsi di gugus pulau Jawa dan Bali-Nusa Tenggara justru mencatatkan skor yang berada di bawah rerata nasional. Bahkan, Jawa Tengah menjadi provinsi di Indonesia yang memiliki skor manajemen pengobatan yang paling buruk di Indonesia dengan capaian sebesar 30 poin. Tak jauh berbeda, Jawa Timur juga memiliki skor manajemen pengobatan terendah dengan skor sebesar 32 poin.
Rendahnya manajemen pengobatan ini menunjukkan bahwa kemampuan RS dalam menyembuhkan pasien Covid-19 belum maksimal. Salah satu indikasi dari hal tersebut ialah tingkat keterisian RS yang masih relatif tinggi di provinsi-provinsi ini.
Dengan situasi infeksi Covid-19 yang relatif terkendali seperti sekarang, belum maksimalnya manajemen pengobatan ini mungkin tidak terlalu dirasakan dampaknya. Namun, kelemahan Indonesia dalam aspek pengobatan akan berbahaya jika muncul kenaikan angka infeksi secara drastis dalam waktu singkat, misalnya akibat kemunculan varian Covid-19 yang baru.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Warga menunggu untuk menyeberang jalan protokol Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (1/3/2022). Dengan mengacu pada sejumlah data, pemerintah mempersiapkan transisi dari pandemi menuju endemi. Kekebalan masyarakat yang cukup tinggi melalui cakupan vaksinasi dosis lengkap menjadi prakondisi menuju endemi.
Oleh karena itu, selagi situasi masih relatif terkendali, pemerintah perlu terus menggenjot kemampuan layanan kesehatan agar maksimal melayani pasien Covid-19 sembuh lebih cepat. Pasalnya, tidak ada jaminan bahwa kebijakan pemerintah yang membolehkan mudik Lebaran kali ini tidak akan menimbulkan kenaikan kasus positif.
Apalagi, pengalaman negara lain menunjukkan bahwa masih ada ancaman dari varian Covid-19 baru yang sewaktu-waktu bisa masuk dan merebak di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)