Konsistensi Pelonggaran dan Pengendalian Pandemi
Konsistensi pengendalian pandemi di tengah kebijakan pelonggaran menjadi kunci untuk menjaga kondisi aman. Penerapan protokol kesehatan secara ketat tetap menjadi upaya pencegahan agar kita segera memasuki fase endemi.
Kondisi pengendalian pandemi di Indonesia terus membaik setelah melalui puncak gelombang Omicron. Kini, tantangan berikutnya adalah menjaga konsistensi pengendalian di tengah berbagai kebijakan pelonggaran yang diberikan.
Sejak awal Maret lalu, kondisi pengendalian pandemi di Indonesia mulai menunjukkan arah perbaikan setelah berhadapan dengan gelombang Omicron.
Banyaknya pasien yang sembuh, tingkat kematian yang tidak begitu tinggi, hingga berkurangnya jumlah pasien positif Covid-19 menunjukkan bahwa Indonesia mulai mengalami perbaikan kondisi pandemi.
Membaiknya kondisi pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia terekam Indeks Pengendalian Pandemi Covid-19 (IPC-19) dari Kompas.
Selama tiga pekan berturut-turut, skor indeks secara nasional selalu mengalami kenaikan setelah sempat turun cukup signifikan di tengah puncak gelombang Omicron pada Februari lalu.
Kenaikan skor pengendalian ini ditopang oleh membaiknya aspek manajemen infeksi dan pengobatan.
Bahkan, pada 21 Maret 2022, skor IPC-19 secara nasional mengalami kenaikan hingga lima poin dari 67 pada pekan sebelumnya menjadi 72. Inilah kenaikan skor tertinggi sejak Indonesia berhadapan dengan gelombang Omicron sejak Januari lalu.
Kenaikan skor pengendalian ini ditopang oleh membaiknya aspek manajemen infeksi dan pengobatan. Manajemen infeksi mencakup indikator rata-rata kasus terhadap maksimal kasus, rata-rata perbandingan jumlah kasus dengan tes yang dilakukan atau tingkat kepositifan (positivity rate), dan persentase vaksin dua dosis terhadap jumlah penduduk.
Sementara manajemen pengobatan menggunakan indikator total sembuh terhadap total kasus, rata-rata kematian terhadap total kasus, dan rata-rata tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit khusus Covid-19.
Perbaikan pengendalian pandemi di Indonesia dialami oleh seluruh gugus wilayah. Pulau Sumatera, misalnya, pada akhir Februari lalu, gugus wilayah ini sempat menyentuh skor indeks 58, terendah sejak Agustus 2021. Namun, dalam tiga pekan terakhir skor IPC-19 di Sumatera terus mengalami kenaikan.
Perbaikan pengendalian pandemi di Indonesia dialami oleh seluruh gugus wilayah.
Perbaikan pengendalian pandemi di gugus wilayah ini kian terlihat pada 21 Maret lalu saat skor indeks meningkat hingga enam poin dari 65 menjadi 71. Inilah kenaikan skor tertinggi di Sumatera sejak berhadapan dengan gelombang Omicron.
Kondisi serupa dialami oleh gugus wilayah lainnya, seperti Pulau Jawa, Sulawesi, hingga Maluku dan Papua. Kesenjangan kondisi pengendalian pandemi antargugus wilayah juga kian mengecil.
Pada saat berhadapan dengan gelombang Omicron, terjadi kesenjangan yang cukup lebar pada setiap gugus wilayah, terutama Indonesia bagian barat dengan timur yang menandakan perbedaan tingkat keparahan serta penanganan antargugus wilayah.
Namun, kini seluruh gugus wilayah di Indonesia memiliki skor pengendalian pada level yang setara. Ini menandakan pengendalian pandemi kian menunjukkan arah perbaikan.
Baca juga: Kenaikan Skor IPC di Tengah Pelonggaran Aturan
Kondisi daerah
Kini, membaiknya kondisi pengendalian pandemi di Indonesia juga diikuti oleh pelonggaran sejumlah kebijakan, seperti kewajiban tes antigen atau PCR bagi penumpang perjalanan darat dan udara, karantina, hingga wacana pembukaan akses untuk mudik dengan sejumlah syarat. Sejumlah pelonggaran ini diberikan kepada masyarakat yang telah divaksinasi.
Namun, penerapan pelonggaran kebijakan ini tetap perlu memperhatikan kondisi suatu daerah. Pasalnya, meski secara nasional membaik, jika menilik lebih dalam pada kondisi per provinsi, perbedaan situasi pengendalian pandemi masih terlihat pada sejumlah daerah hingga 21 Maret 2022.
Dari semua provinsi, skor IPC-19 pada 12 daerah di antaranya masih berada di bawah skor nasional (72). Bahkan, masih terdapat enam provinsi di Indonesia dengan skor IPC-19 di bawah 70, yakni Kalimantan Utara, Aceh, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi daerah dengan skor IPC-19 terendah di Indonesia, yakni 59. Rendahnya skor indeks di NTT ditopang oleh belum membaiknya aspek manajemen pengobatan.
Sejak berhadapan dengan gelombang Omicron, NTT belum pernah mencatatkan perbaikan pada aspek manajemen pengobatan, khususnya pada indikator keterisian tempat tidur khusus Covid-19.
Selain NTT, perbaikan pengendalian pandemi juga perlu menjadi perhatian bagi daerah Maluku. Pasalnya, pada saat 33 provinsi di Indonesia mengalami perbaikan skor IPC-19, Maluku menjadi satu-satunya daerah yang mengalami penurunan skor indeks dari 79 pada pekan lalu menjadi 78.
Sama seperti NTT, Penurunan skor indeks di Maluku disebabkan oleh perburukan pada aspek manajemen pengobatan. Artinya, evaluasi pada upaya menekan angka kematian, meningkatkan angka kesembuhan, hingga fasilitas pengobatan perlu dilakukan.
Pada daerah lainnya, meski mulai konsisten menunjukkan arah perbaikan pengendalian pandemi, kondisi ini tidak serta-merta menjadi jaminan bahwa situasi telah membaik seutuhnya. Pasalnya, skor rata-rata pengendalian pada setiap daerah belum mencapai angka 80.
Percepatan dan konsistensi capaian vaksinasi tentu dibutuhkan agar daya jangkau program ini semakin meluas.
Hanya Nusa Tenggara Barat yang berhasil mencapai skor IPC-19 sebesar 82. Artinya, kondisi saat ini masih belum lebih baik dibandingkan periode akhir tahun lalu saat sebagian besar daerah di Indonesia mampu mencapai skor IPC-19 di atas 80.
Baca juga: Imunitas Ganda Jadi Alasan Pemerintah Izinkan Warga Mudik
Jangan lengah
Ragam kondisi di daerah menyiratkan bahwa Indonesia tetap perlu waspada agar gelombang pandemi tidak kembali terjadi. Konsistensi pengendalian menjadi kunci bagi suatu daerah agar tetap dapat menjaga kondisi pandemi, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat.
Pada upaya preventif, konsistensi dibutuhkan bukan hanya terkait penerapan protokol kesehatan, melainkan pelaksanaan vaksinasi. Pasalnya, hingga awal pekan ini, baru 57,5 persen populasi di Indonesia yang menerima vaksin Covid-19 dosis lengkap. Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara berpenduduk besar lainnya, seperti Amerika Serikat (65,3 persen), Brasil (74,4 persen), dan China (85,9 persen).
Apalagi capaian vaksinasi dosis lengkap di Indonesia per pekan kini menunjukkan perlambatan. Jika pada akhir tahun lalu Indonesia mampu memberikan vaksin dosis lengkap hingga di atas 2 persen dari populasi per pekan, sepanjang Januari-Maret 2022 capaian vaksinasi secara rata-rata hanya mencapai 1,3 persen populasi penduduk per pekan.
Percepatan dan konsistensi capaian vaksinasi tentu dibutuhkan agar daya jangkau program ini semakin meluas. Pasalnya, hingga kini masih terdapat sejumlah daerah pada tingkat kabupaten dengan capaian vaksinasi di bawah sepertiga penduduk dari total target.
Kabupaten Seram Bagian Barat di Maluku, misalnya, hingga 23 Maret 2022 capaian vaksinasi dosis lengkap di daerah ini baru mencapai 21,9 persen dari total target. Sementara di Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat, baru 1 dari 4 penduduk yang menjadi target program vaksinasi menerima dosis lengkap.
Kondisi ini menegaskan bahwa konsistensi pengendalian pandemi pada berbagai aspek masih perlu menjadi perhatian di tengah perbaikan kondisi saat ini. Evaluasi kondisi di setiap daerah menjadi kunci keberhasilan pengendalian pandemi di samping faktor kedisiplinan warga dan pemerintah dalam menerapkan kebijakan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Ini Syarat ASN DKI Jakarta Boleh Mudik