Menjaring Bibit Atlet Berbakat lewat Desentralisasi
Desentralisasi pelatnas akan memperluas penjaringan dan perekrutan bibit atlet. Fasilitas olahraga di daerah pun akan terpelihara dan tidak terbengkalai.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Alih-alih membawa atlet daerah berlatih di Jakarta, Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) menyebarkan pemusatan latihan nasional ke sejumlah daerah. Bekerja sama dengan PT Freeport Indonesia, PB PASI mengembangkan pelatnas desentralisasi untuk kawasan Indonesia timur di Timika, Kabupaten Mimika, Papua.
Papua dipilih bukan tanpa alasan. Daerah ini adalah gudang atlet berbakat di banyak cabang olahraga, termasuk atletik. Di lintasan lari jarak pendek, nama sprinter Papua pernah mengharumkan Indonesia, seperti mantan pemegang rekor nasional lari 100 meter Yanes Raubaba (10,13 detik) dan peraih tiga emas SEA Games 2011, Franklin Ramses Burumi. Ada juga Elieser Watebossi yang masih tercatat sebagai pemegang rekor nasional lari 400 m putra (46,37 detik).
Di nomor lapangan, atlet Papua juga tak kalah bersinar. Catatan prestasi dua atlet legendaris Papua, pelempar lembing Frans Mahuse (75,58 m) dan atletdasa lomba Julius Uwe (7.013 poin), masih sulit ditandingi hingga saat ini. Rekor nasional yang mereka ciptakan pada awal dekade 1990-an itu telah bertahan hingga tiga dekade.
Dari sisi infrastruktur, pelatnas desentralisasi juga dimungkinkan dengan tersedianya fasilitas latihan yang memadai, yakni Kompleks Olahraga Mimika. Arena, dan fasilitas pendukungnya ini dibangun Freeport untuk Pekan Olahraga Nasional 2020 dan mengembangkan olahraga di Papua.
Catatan prestasi dua atlet legendaris Papua, pelempar lembing Frans Mahuse (75,58 m) dan atlet dasalomba Julius Uwe (7.013 poin), masih sulit ditandingi hingga saat ini.
Desentralisasi pelatnas secara tidak langsung akan memastikan arena peninggalan PON Papua ini terpelihara. Upaya yang dikeluarkan membangun fasilitas olahraga tidak terbuang percuma. Hal ini jauh lebih baik ketimbang membiarkan arena terbengkalai, seperti terjadi pada penyelenggara PON sebelumnya, misalnya Riau dan Kalimantan Timur.
Pelatnas di luar Jakarta bukan pertama kalinya dilakukan. Tinju pernah menggelar pelatnas di Sulawesi Utara, panahan di Jawa Timur, dan sepak bola di Bali. Atletik sendiri sejak lama membawa pelari jarak jauh berlatih di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat,
Namun, desentralisasi pelatnas, selama disertai pengelolaan yang baik, serta kontrol kualitas latihan dan sarana pendukungnya dari pengurus cabang olahraga di tingkat pusat, akan mendorong peningkatan kualitas prestasi. Pemantauan bibit atlet berbakat di daerah akan lebih mudah dilakukan dan akan ada lebih banyak pelatih dan atlet berkualitas yang mampu bersaing di tingkat internasional.
Upaya lanjutan PB PASI untuk menyebar pelatnas ke sentra penghasil atlet berbakat lainnya, seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Jawa Barat, perlu didukung, Kerja sama dengan pihak swasta yang memiliki perhatian pada pengembangan olahraga juga akan meringankan beban pemerintah untuk membina atlet.