Bangsa ini kebanyakan politikus yang hanya memikirkan kekuasaan dan pemilihan. Sementara seorang negarawan adalah sosok yang memikirkan generasi ke depan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Jajak pendapat Kompas, Senin (11/4/2022), memotret kerinduan bangsa ini akan kehadiran guru bangsa yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Guru bangsa dimaknai sebagai orang yang tidak mempunyai ambisi politik, tetapi lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Dalam diskusi buku Mencari Negarawan: 85 Tahun Buya Ahmad Syafii Maarif beberapa tahun lalu, seorang pembicara mengutarakan diskusi mencari negarawan seperti mencari yang tiada. Bukan hanya pada wilayah domestik, melainkan juga dunia.
Negarawan atau muazin bangsa—meminjam istilah Alois A Nugroho dalam buku Muazin Bangsa dari Makkah Darat (2015)—adalah orang yang selalu berseru-seru menyuarakan kebaikan. Berseru bukan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, melainkan kepentingan bangsa ini. Sosok yang tidak mau terlibat dalam politik kekuasaan atau day to day politics, tetapi menjadi penjaga moral bangsa ini untuk menuju cita-cita kemerdekaan.
Bangsa ini pernah memiliki sosok, seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Abdurrahman Wahid, Nurcholish Madjid, dan mungkin sejumlah tokoh lain. Integritas tokoh itu setara dengan negarawan atau guru bangsa yang kini dirindukan. Bangsa ini kebanyakan politikus yang hanya memikirkan kekuasaan dan pemilihan. Sementara seorang negarawan adalah sosok yang memikirkan generasi ke depan.
Catatan sejarah politik kontemporer kian membuat kita semua miris melihat perilaku politikus kita. Kita coba simak pernyataan ketua umum partai politik yang meminta pemilu ditunda dua atau tiga tahun. Kita coba menyimak pernyataan bahwa domain mengubah undang-undang dasar adalah domain partai politik. Mereka seperti tidak peduli bahwa pernyataan mereka yang bertujuan memburu kekuasaan dan menabrak konstitusi berpotensi memperhadapkan anak-anak bangsa.
Beruntunglah masih ada akademisi berakal sehat yang bersuara jernih dan masih ada partai politik yang tetap setia menjaga bangsa, menjaga konstitusi dan regularitas pemilu. Kerinduan akan guru bangsa sebagaimana tecermin dalam hasil jajak pendapat Kompas merupakan kerinduan bangsa ini. Tumpuan memang diharapkan pada agamawan dan juga kalangan kampus untuk menjaga nation.
Dengan pendekatan tekstual dan legal, sosok yang diberi label negarawan ialah hakim konstitusi. Bahkan, dalam konstitusi disebutkan bahwa hakim konstitusi adalah negarawan yang menguasai konstitusi. Namun, dalam praktiknya, bangsa ini ternyata juga harus kecewa ketika sosok ”negarawan” itu ternyata manusia biasa yang rakus kekuasaan. Dua hakim konstitusi masuk penjara karena korupsi.
Namun, harapan tak boleh punah. Kalangan agamawan dan akademisi haruslah menjawab kerinduan bangsa. Bangsa yang rindu akan guru bangsa; dan bangsa ini menoleh dan berharap kepada agamawan dan akademisi. Semoga mereka bisa menjawab kerinduan itu.