Isop Sopiah, Nyala Harapan di Sudut Garut
Isop Sopiah mencurahkan semangatnya demi pendidikan anak-anak di daerah terpencil di Garut. Dia tidak ingin anak-anak itu kehilangan masa depan karena kemiskinan.
Sadar akan sulitnya pendidikan bagi anak di pelosok desa membuat Isop Sopiah (28) terus bergerak. Berteman kerja keras, anak tukang cuanki ini bisa menghadirkan pendidikan untuk mencerahkan masa depan anak-anak sejumlah desa terpencil di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Harapan ini terpancar di tengah kesederhanaan ruang kelas di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Muttaqin 82, Kampung Siderang Legok, Desa Cintanagara, Kecamatan Cigedug, Garut, Senin (28/3/2022). Ruangan berukuran 8 meter x 6 meter itu dipaksa menjadi dua kelas tempat puluhan anak belajar.
Sekolah setara SD berlantai dua ini hanya memiliki tiga ruangan untuk enam kelas. Setiap ruangan dibatasi dinding tripleks yang membagi dua ruangan.
Tidak ada kursi dan meja belajar di sana. Di atas lantai dari semen yang rusak di banyak tempat, siswa belajar hanya beralas tikar. Sebagian langit-langit di lantai dua yang terbuat dari papan juga rusak.
Di ruang serba terbatas inilah Isop bersama delapan pengajar lainnya mencurahkan pendidikan untuk anak-anak di sana. ”Ruang-ruang kelas ini adalah madrasah serbaguna Kampung Siderang Legok. Dulu di sini cuma ada madrasah diniyah. Semenjak saya mengajar tahun 2016, ruang ini digunakan menjadi kelas untuk MI Al-Muttaqin. Baru tahun 2018, kami dapat donasi dan bisa menambah kelas di lantai dua,” tutur Isop.
Meskipun jauh dari nyaman, ruang kelas ini terasa hangat dengan aktivitas kelas yang hidup. Anak-anak bersemangat menjawab hingga bertanya kepada Isop. Meskipun kelas telah berakhir Senin siang itu, beberapa anak bermain di sekitar pekarangan sekolah.
Keriuhan anak-anak ini menunjukkan ketertarikan mereka untuk menimba ilmu. Isop menuturkan, sejak tahun 2016, anak-anak selalu bersemangat belajar membaca dan menulis. Kelas yang dia buka bertambah seiring berjalannya waktu.
”Awal buka itu baru kober (kelompok bermain/playgroup) dan kelas 1. Setiap tahun, ada tingkatan kelas baru yang dibuka. Tahun ini, kelas 6 yang akan lulus itu adalah angkatan pertama di 2016 itu. Semoga mereka semua lulus,” ujarnya bangga.
Baca juga : Sa'adah Pendamping Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Cirebon
Sekolah gratis
Meski diminati anak-anak, Isop butuh waktu dan energi ekstra untuk meyakinkan orangtua siswa agar mau menyekolahkan anak-anak. Bayangan biaya yang tinggi hingga jarak yang jauh dari sekolah terdekat membuat orangtua, yang sebagian besar buruh tani, mengurungkan niat menyekolahkan anak-anaknya.
”Padahal, kampung ini bisa dikatakan sangat produktif untuk kelahiran. Bahkan, ada rumah tangga dengan kartu keluarga yang sampai dua lembar. Kalau tidak disekolahkan, bisa bermasalah nanti masa depannya,” ujar Isop.
Kampung Siderang Legok ini hanya berjarak 16 kilometer dari pusat pemerintahan Kabupaten Garut. Namun, medan yang terjal dan jalan yang sempit menghambat mobilitas sehingga kampung ini cukup sulit dijangkau.
”Dengan alasan tersebut saya akhirnya membuka madrasah di sini. Saya terus bujuk orangtua siswa untuk menyekolahkan anaknya. Saya tekankan kepada mereka, sekolah ini gratis, tanpa biaya,” ujarnya.
Untuk menjalankan sekolah, Isop bergantung pada dana operasional sekolah dan donasi. Semua itu disalurkan untuk honor pengajar dan fasilitas belajar anak-anak.
Pentingnya sekolah, lanjut Isop, tidak hanya menambah ilmu dengan pelajaran saja. Pengembangan karakter anak yang santun, bersih, dan bisa bekerja sama membuat sekolah itu dibutuhkan sejak usia dini.
Padahal, kampung ini bisa dikatakan sangat produktif untuk kelahiran. Bahkan, ada rumah tangga dengan kartu keluarga yang sampai dua lembar. Kalau tidak disekolahkan, bisa bermasalah nanti masa depannya.
”Anak-anak tidak hanya butuh pendidikan formal, tetapi juga pengembangan karakter yang didapatkan di sekolah. Dulu waktu sebelum ada sekolah, anak-anak di sini kurang memperhatikan sanitasi, buang air sembarangan. Pokoknya unik-unik pengalamannya,” ujarnya tertawa.
Pola pikir mereka pun berubah saat mendapatkan ilmu dan perhatian dari Isop dan guru lainnya. Selain bisa membaca, menulis, dan berhitung, anak-anak juga lebih memperhatikan kebersihan sehingga tidak merepotkan orangtua mereka di rumah.
”Ini menjadi tujuan awal saya untuk mendirikan sekolah di sini. Dan, sekolah ini menjadikan langkah awal untuk membuka sekolah di daerah pelosok lainnya di Garut. Apalagi, di Garut ada banyak kampung yang sulit diakses,” ujarnya.
Akses sulit
Isop menyadari betul sulitnya akses ini membuat anak-anak sulit bersekolah karena sempat mengalami hal tersebut. Dia lahir dan besar di Kampung Nagrog, Desa Sarimukti, Kecamatan Pasirwangi, Garut, dengan kondisi serupa.
Kampung yang berada di lereng Gunung Papandayan itu sulit diakses karena terkendala infrastruktur. Saat Isop kecil, anak-anak di sana yang bisa melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah bisa dihitung dengan jari, sementara sisanya pasrah dengan keterbatasan.
Baca juga : Godefridus Meko SVD, Peduli Literasi Anak Pedalaman di Kalimantan Barat
Isop kecil pun sempat hampir kesulitan melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Cita-citanya sebagai guru nyaris kandas karena sekolah menengah yang ada jauh dari rumahnya.
Dia juga bukan orang yang berkecukupan karena pekerjaan ayah hanya berjualan cuanki di Bekasi. Ayahnya hanya pulang sesekali dan uang yang dihasilkan hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Akan tetapi, hal ini terselamatkan karena di sekitar tempat tinggal Isop berdiri Madrasah Tsanawiyah Sururon oleh Boy Fidro. Sekolah setara SMP ini menjadi satu-satunya dalam radius beberapa kilometer dari Kampung Nagrog saat itu.
Isop yang masuk tahun 2005 menjadi siswa angkatan ke-3 dari MTs Sururon. Dia sangat terbantu karena sekolah ini juga membebaskan biaya pendidikan bagi siswa.
Nyalakan harapan
Tidak hanya mendapatkan ilmu, Isop pun terinspirasi dari kemurahan hati Boy karena mau mengajar anak-anak sepertinya saat itu. Bahkan, Isop selalu ingat saat gurunya itu harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai sekolah tersebut.
Boy memberikan banyak petuah bagi para siswa untuk terus menuntut ilmu dan beribadah untuk hidup yang lebih bermakna. Isop ingin seperti Boy yang menyalakan harapan bagi anak-anak di pelosok desa.
“Pak Boy tinggal di Samarang, Garut. Berarti jaraknya sekitar 10 kilometer dari sini. Jalannya berbatu, kecil, dan curam. Tetapi, beliau tetap setia mengajari kami. Dari beliau saya belajar, untuk memberikan ilmu memang membutuhkan pengorbanan,” ujarnya.
Selepas tsanawiyah, Isop pun berburu beasiswa untuk melanjutkan pendidikan. Setelah mendapat beasiswa di madrasah aliyah di Sukaresmi, dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan ke jurusan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Universitas Garut dan lulus tahun 2015.
Saat ini, Isop mengelola 11 fasilitas pendidikan mulai dari kelompok bermain, madrasah, hingga taman pendidikan dengan jumlah siswa mencapai lebih dari 500 anak. Sekolah berbasis pendidikan karakter dan agama ini tersebar di Kecamatan Cigedug, Sukaresmi, Sukawening, Cihurip, dan Kecamatan Cisurupan. Semua di Kabupaten Garut.
Selain itu, Isop membentuk komunitas untuk menggaet remaja lulusan sekolah menengah atas dan setara agar bisa mengakses pendidikan tinggi. Komunitas yang diberi nama Sukses Bersama Berkah Semua ini telah diikuti lebih dari 50 remaja yang berasal dari keluarga kurang mampu, tetapi berharap bisa belajar di perguruan tinggi.
Anak-anak ini, lanjut Isop, akan dibantu mengakses jalur Kartu Indonesia Pintar sesuai dengan persyaratannya. Selain bisa berkuliah, para siswa ini diharapkan bisa memperpanjang napas perjuangan untuk mendirikan sekolah-sekolah di pelosok lainnya.
”Yang paling penting adalah mengikat anak-anak usia sekolah agar mau belajar. Semua akses pendidikan ini adalah hak mereka sebagai warga negara. Ini juga sekalian untuk pengaderan dan membangun lembaga pendidikan lainnya,” ujarnya.
Asa untuk pendidikan setara ini memberikan sumber energi bagi Isop untuk terus bergerak mencerdaskan anak-anak di pelosok Garut. Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak di mana pun mereka berada.
Baca juga : Mereka Memilih Setia meski Susah Sejahtera
Isop Sopiah
Lahir : Garut, 25 Juni 1993
Pendidikan : Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah GMI Universitas Garut (lulus 2015)
Jabatan :
- Kepala MI Al-Muttaqin 82 (2016-sekarang)
- Kepala SMA Islam Terpadu Asy-Syakur Pasirwangi (2019-sekarang)
- Ketua Yayasan Shofful Muttaqin 99 (2019-sekarang)