Hery Prasetya, Pendidikan Karakter lewat ”Board Game”
Herry Prasetya menciptakan ”board game” untuk mengembangkan pendidikan karakter kepada anak-anak dengan cara yang menyenangkan.
Oleh
MARIA SUSY BERINDRA
·5 menit baca
Di tangan Hery Prasetya (32), permainan papan bisa dipakai menjadi sarana pendidikan karakter. Berbekal pendidikan psikologi di bangku kuliah, pemuda asal Solo, Jawa Tengah, ini mengharapkan board game yang diciptakannya dapat memecahkan sebuah masalah.
Hery menjelaskan detail bagaimana cara bermain board game ciptaannya Trash Free: Sea Edition, saat diwawancara secara daring, Selasa (22/2/2002). Siang itu, dia mengenakan kaus berwarna biru duduk di depan rak yang penuh dengan board game dari luar negeri ataupun Indonesia. ”Sebagai game designer, saya harus banyak bermain supaya lebih banyak tahu mengenai mekanik cara bermainnya,” kata Hery yang sedang berada di kantor Hompimpa Books and Games di Solo, Jawa Tengah, ini.
Sambil memegang kartu Trash Free, Hery mengatakan, permainan itu bertema memilah sampah yang ada di pantai. Para pemain diajak bisa memilah sampah sesuai dengan jenisnya. Ada lima jenis sampah, yaitu sampah anorganik, organik, daur ulang, bahan berbahaya beracun, dan residu. Pemain akan mendapatkan kartu misi yang bergambar tempat sampah dengan kode warna tertentu. Lalu, mereka mencari kartu-kartu bergambar sampah yang disebar di arena permainan.
”Kalau dimainkan sama anak-anak, cukup seru, karena cepet-cepetan cari sampahnya. Lalu, di rule book ada penjelasan fakta menyenangkan tentang sedikit pengetahuan pemilahan sampah. Dari permainan ini, saya ingin mengenalkan sejak dini bagaimana membuang sampah yang benar,” kata Hery.
Dengan permainan itu, Herry meraih juara tiga kompetisi rancang board game tingkat nasional bertema Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan pada tahun 2019. Kompetisi itu diselenggarakan Asosiasi Pegiat Industri Board Game Indonesia.
Bagi dirinya, membuat permainan papan yang sederhana justru lebih rumit. Bagaimana caranya menyederhanakan sebuah konsep besar menjadi sederhana dan bisa tersampaikan kepada anak-anak. Hery menggunakan ilmu psikologi yang didapatkan di bangku kuliah untuk membuat board game yang bisa mengajarkan pendidikan karakter pada anak-anak.
Untuk itulah, setiap kali mempunyai ide membuat board game, Hery bersama timnya akan meriset konsep awal. Setelah prototipe board game jadi pun harus diuji coba untuk melihat apakah permainan bisa dijalankan para pemain. Apabila lolos uji coba, barulah board game bisa diperbanyak untuk dipasarkan.
Tidak semua board game yang dianggap seru oleh perancangnya bisa berhasil diuji coba. Hery menceritakan, dia pernah membuat board game tentang senam yang mengajak para pemain bergerak.
”Ada konsep gim yang menurut kami seru, gim tentang senam yang ngajari anak untuk senam dan bergerak. Karena biasanya anak-anak kan duduk kalau bermain board game. Tetapi ketika saat diuji coba, mereka bukan mengeluh capek, malah merasa gim-nya enggak seru dan membingungkan,” katanya.
Apabila gagal diuji coba, prototipe board game itu pun masuk ”lemari” Hompimpa. Hingga kini, banyak sekali prototipe board game yang belum bisa dipasarkan. Sebelum pandemi, Hery sering berkeliling ke sekolah-sekolah untuk mengenalkan board game. Di situlah, dia menguji coba board game yang dibuatnya.
Untuk pelatihan manajemen, gim -nya itu supaya para pemain, yaitu karyawan, lebih memahami perusahaannya. Misalnya, bagaimana dia menyelesaikan masalah dan mencari solusi.
Selain permainan untuk anak-anak, Hery juga membuat permainan papan yang bisa digunakan untuk pelatihan manajemen di perusahaan. Permainan In My Office dibuatnya untuk Biro Psikologi Sinergi MSDM. Kini, dia juga sedang menyiapkan gim serupa, kerja sama antara Hompimpa dan biro psikologi tersebut.
”Untuk pelatihan manajemen, gim-nya itu supaya para pemain, yaitu karyawan, lebih memahami perusahaannya. Misalnya, bagaimana dia menyelesaikan masalah dan mencari solusi. Gim-nya sudah dipakai sejak sebelum pandemi sampai sekarang masih dipakai,” ujarnya.
Sejak masih kecil, Herry senang bermain board game seperti halma dan monopoli bersama keluarganya. Dengan bermain bersama, dia merasa semakin dekat dengan ayah, ibu, dan kakak perempuannya. ”Kalau sekarang lebih sering main catur bersama bapak,” kata Herry sambal tertawa.
Semakin lama, dia mengenal lebih banyak board game dari luar negeri, seperti Yu Gi Oh dan Pokemon. Teman-temannya pun jadi lebih banyak karena sering bermain bersama. Sampai kemudian tahun 2015, Hery mengenal komunitas Mantu Mapan (Main Kartu Make Papan) yang didirikan Erwin Jarot Skripsiadi.
Beberapa kali ikut bermain bersama komunitas itu, pengetahuan Hery tentang board game pun semakin luas. Lalu, tahun 2018, dia bergabung dengan Board Game Library dan Hompimpa Games and Book yang juga didirikan Erwin. Saat itu, Herry juga sedang menyusun tesis dengan tema peningkatan kecerdasan interpersonal menggunakan board game.
Saya merasa board game adalah harta karun yang enggak banyak dilihat banyak orang. Di Hompimpa, kami ingin board game bisa menjadi problem solving bagi orangtua untuk mendidik anak-anaknya.
“Saya merasa board game adalah harta karun yang enggak banyak dilihat banyak orang. Di Hompimpa, kami ingin board game bisa menjadi problem solving bagi orangtua untuk mendidik anak-anaknya,” katanya.
Saat penelitian, Hery menggunakan board game Hellapagos dan yang asli Indonesia, Senggal Senggol Gang Damai. “Saya gunakan permainan yang mengajari mereka bekerja secara tim, bisa lebih kooperatif. Hellapagos mengajari mereka harus bekerja sama untuk keluar dari pulau terpencil. Untuk yang Senggal Senggol Gang Damai saya modifikasi sedikit supaya anak-anak bisa lebih mudah bermainnya,” ujarnya.
Di Hompimpa, pekerjaan yang berkaitan dengan desainer dan editor game dipegang Erwin, Hery, dan Heri Tri Prasetyo. Selain menciptakan board game, Herry juga menjadi konsultan untuk siapa saja yang ingin membuat board game.
Herry merasakan tidak semua ide yang muncul bisa menjadi board game yang bisa dimainkan. ”Kalau ada ide kadang-kadang bisa mandek, lalu malah terkunci di masalah bagaimana mekanik cara bermainnya. Kalau mau jalankan ide yang lain juga malah enggak bisa,” katanya.
Meski begitu, Hery tak mau putus asa. Dia akan terus mencari cara supaya bisa menyelesaikan board game yang dibuatnya. Selain mencari inspirasi dari internet, Herry tetap mengerjakan hobi main gim lainnya. “Siapa tahu main gim digital terus malah punya ide,” ujarnya.
Hery Prasetya
Lahir : Surakarta, 8 Januari 1990
Pendidikan :
SMAN 4 Surakarta (2004-2007)
S-1 Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (2007-2013)
S-2 Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta (2014-2018)
Pengalaman :
Desainer gim di Hompimpa Books and Games (2018-sekarang)
Psikolog di Biro Psikologi Sinergi MSDM (2018-sekarang)