Djohan Yoga Berbagi untuk Dunia Pendidikan
Djohan Yoga tak oelit berbagi ilmu terkait pemetaan pemikiran (mindmap) hingga kreativitas dan inovasi yang dikembangkan Tony Buzan.
Djohan Yoga (57) dikenal sebagai master trainer internasional untuk Asia dalam pemetaan pemikiran (mindmap) hingga kreativitas dan inovasi yang dikembangkan Tony Buzan. Tak jarang dia memberi pelatihan gratis. Djohan yakin suatu saat kemampuan pemetaan pemikiran terkait keterampilan berpikir dan belajar akan berkembang untuk dunia pendidikan di Indonesia.
Selama ini, Djohan telah menggelar pelatihan di sembilan negara Asia meliputi sejumlah negara ASEAN ditambah Korea Selatan, Hongkong, dan Jepang. Untuk lembaga pendidikan dari Indonesia, dia tak mematok tarif, bahkan menggratiskan bagi yang memiliki keterbatasan. Padahal, untuk pelatihan di dunia usaha atau bisnis, dia bisa dibayar lebih dari seratus juta rupiah.
Djohan melihat dunia pendidikan harus mau mengadposi hal-hal mendasar untuk keterampilan berpikir dan belajar ini untuk membuat pendidikan Indonesia maju. Ketika memasuki dunia pendidikan ini, Djohan pun menjadikannya sebagai ladang sosial.
Saat kuliah S1 di Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung pada 1985, Djohan menunjukkan prestasi cemerlang. Dia pun diangkat menjadi asisten dosen. Dia mendapat beasiswa dari perusahaan minyak yang berpusat di Amerika Serikat. Alhasil, saat lulus Djohan dibawa bekerja ke perusahaan minyak di negara Paman Sam tersebut.
“Sebenarnya saya mau jadi dosen. Tapi jalan hidup membawa ke arah lain. Dosen saya membesarkan hati untuk mengambil kesempatan tersebut guna mengumpulkan uang. Nanti, suatu saat jika saya kembali ke dunia pendidikan, bukan lagi untuk mencari uang,” kisah Djohan saat dihubungi dari Tangerang Selatan, Rabu (3/11/2021).
Hidup di Singapura usai bekerja di Texas, Amerika Serikat dalam kurun waktu 1990-2000, membuat Djohan menyadari perbedaan antara Singapura dan Indonesia. Dia merasakan Pemerintah Singapura memiliki fokus dan strategi yang jelas dalam pengembangan sumber daya manusia. Dalam dunia pendidikan, Singapura mensinergikan learning skill dan thinking skill serta kreativitas dan inovasi yang merupakan bekal untuk menghadapi masa depan dunia yang cepat berubah atau mengalami kejadian tak terduga seperti pandemi Covid-19.
Saat di Singapura inilah, di tengah kesibukannya sebagai direktur perusahaan manufaktur pada kurun 2000-2008, Djohan mulai berkenalan dengan pakar-pakar dunia dalam pengembangan keterampilan berpikir, belajar, dan kreativitas. Pada tahun 2008, Djohan mengikuti pelatihan mindmap oleh Tony Buzan. Setahun kemudian, dia mengambil sertifikasi internasional di Tony Buzan Licensed Instructor. Lalu, Djohan memutuskan pensiun supaya fokus menjadi master trainer.
Dasar dari mindmap inilah yang membawa Djohan lebih luas lagi mengembangkan keahliannya sebagai trainer. Dia belajar dari Thomas Lickona untuk mendalami pendidikan karakter dan profesor Carol Dweck untuk growth mindset. Dia juga memburu kesempatan belajar langsung dari Howard Gardner, ahli kecerdasan multipel (multiple intelligence) hingga Edward de Bono untuk mendalami creative thinking dan six thinking hats.
Djohan yang memang gemar menimba ilmu dan kutu buku ini tak sungkan merogoh kocek hingga puluhan juta untuk belajar langsung dari ahlinya. Dia tak puas hanya dengan membaca buku-buku. Tiap minggu dia membeli setidaknya lima buku, bahkan koleksi e-book-nya banyak. Dia pun tak pelit berbagi buku pada mereka yang ingin belajar.
“Saya merasa ingin berbuat sesuatu untuk dunia pendidikan Indonesia yang masih saja terpuruk,” kata Djohan.
Di masa pandemi ketika Djohan juga memutuskan untuk kembali ke Indonesia. Dari sinilah ada jalan terbuka bagi dirinta. Keahliannya seperti mulai mendapat jalan untuk dipahami oleh para pendidik di sekolah maupun perguruan tinggi di Indonesia.
Pada April 2021, Djohan mengikuti pengumuman dari The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang rutin menggelar tes literasi, numerasi, dan sains bagi siswa usia 15 tahun pada 78 negara, termasuk Indonesia. Hasilnya, Indonesia berda di urutan ketiga terbawah dari ukuran growth mindset akibat banyak anak Indonesia yang tidak yakin kalau kemampuannya saat ini masih dapat berkembang. Akibatnya, pencapaian akademik atau skor siswa Indonesia juga selalu masuk dalam kelompok terbawah.
Saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) mengenalkan konsep berpikir tingkat tinggi atau high order thinking skills pada guru pada suatu pelatihan guru di Bali pada 2019, Djohan sudah memaparkan pentingnya mindest yang benar seperti growth mindset dan kreativitas,. Namun, pelatihan yang diberikannya berlalu begitu saja.
Djohan merasa resah karena pendidikan di Indonesia hanya terfokus pada akademik semata, terutama belajar dengan metode menghafal. Padahal, negara lain maju karena bergerak di nonakademik, terutama membenahi mindset dan menguatkan keterampilan berpikir dan belajar abad 21.
“Hasil PISA (Programme for International Student Assesment) dan kaitannya dengan growth mindset seakan jadi jalan yang menguatkan saya bahwa kembali ke Indonesia keputusan benar. Saya merasa inilah jalan yang dibukakan bagi saya untuk bisa berkontrubusi di dunia pendidikan,” kata Djohan.
Terjangkau
Djohan berdiskusi dengan jejaringnya di pendidikan, salah satunya Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta Suyanto. Mereka meyakinkan para guru dan dosen bahwa growth mindset bisa diajarkan di ruang kelas dan kuliah. Tanpa disangka, sambutan begitu luas karena ingin tahu bagaimana growth mindset yang populer itu bisa diajarkan.
Bahkan, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta Sumaryanto meminta Djohan yang juga pengajar kreativitas dan inovasi di UNY untuk menggelar pelatihan growth mindset coach (GMC) bagi lebih seribu dosen dan tenaga kependidikan di UNY.
Dalam usahanya itu, Djohan juga membangun komunitas GMC dengan menggandeng guru pendidikan anak usia dini hingga guru besar yang kemudian terkumpul 187 orang lulus menjadi GMC di Indonesia. Pelatihan daring yang diberikan master trainer internasional hanya dibanderol di harga Rp 150.000 untuk membangun komitmen.
“Sebenarnya saya maunya gratis, tapi setelah diskusi, kalau di Indonesia biasanya yang gratis malah tidak berkomitmen. Namun, saya juga tegas, kalau yang sudah mendaftar tapi tidak hadir tanpa informasi, saya akan coret untuk ikut dari pelatihan apapun,” kata Djohan.
Para GMC ini disiapkan untuk bergerak menularkan pemahaman kepada guru dan dosen bahwa growth mindset bisa ditumbuhkan di ruang kelas. Diharapkan, hal ini pun menjadikan siswa dan mahasiswa memiliki pola pikir yang tidak menyerah menghadapi tantangan, mau terus belajar, tidak takut dengan kegagalan sehingga siap menghadapi perubahan zaman.
Lalu, para pendidik menjadi mentor yang meyakinkan bahwa para siswa atau mahasiswa mampu dan bisa memberi kesempatan dan medorong tidak takut gagal. Dari sinilah, kemudian mulai masuk perlunya penguasaan kemampuan berpikir dan alat-alat untuk berpikir, salah satunya mind map yang di Indonesia diadaptasi Djohan menjadi jadi Indomindmap.
Saat ini, Djohan telah berbagi pada ribuan guru di berbagai daerah untuk mampu mengajarkan growth mindset. Bahkan di tahun 2022, masih akan terus dilanjutkan untuk mendorong guru-guru di daerah sulit memiliki mindset bertumbuh ini sehingga tetap semangat menghadirkan pemebelajaran secara kreatif dengan keterbatasan yang dialami. Djohan terus melengkapi guru dan dosen dengan perkembangan keterampilan berpikir dan belajar untuk masa depan. Terbaru, Djohan mengenalkan tentang kreativitas dan inovasi yang selama ini lebih dikenal di dunia bisnis untuk juga bisa diajarkan di ruang kelas/kuliah.
Tak hanya mengajak kalangan pendidik, dia juga jejaringnya di Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI). Dukungan kuat didapatkannya dari Bupati Agam Indra Catri yang merasakan langsung manfaat dari mindset dan mindmap.
Djohan tak pelit berbagi ilmu, meskipun di dunia bisnis pelatihan ini harganya 500 dollar Singapura/orang. Khusus bagi guru dan pendidik, Djohan mengkorting 50 pesen bahkan gratis sampai mendapat sertifikat internasional dari Inggris.
Baca juga : Nadiem Makarim: Sekolah yang Menyenangkan Akan Disiapkan
“Apa yang saya lakukan untuk dunia pendidikan ini, seperti balas dendam karena gagal jadi dosen. Saya berpikir, ini jalan yang sudah dibukakan Tuhan. Saya jujur, secara ekonomi mapan. Pensiunan dari perusahaan minyak besar dunia. Saya tidak cari uang dalam menyebarluaskan tentang growth mindset untuk ikut membenahi pendidikan Indonesia,” ujar Djohan seraya tertawa.
Djohan pun meyakinkan bahwa dirinya terbuka untuk sekolah atau perguruan tinggi yang memang mau serius mengembangkan growth mindset, ataupun kreativitas dan inovasi. “Bayar pakai doa juga tidak apa-apa jika memang kondisinya terbatas,” kata Djohan.
Djohan Yoga
Lahir : Bukittinggi, 8 Oktober 1964
Pendidikan:
- S1 Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung
- S1 Matematika Universitas Terbuka
- S2 Management of Technology, NUS Singapura
- S3 Applied Creativity and Innovation, NUS Singapur
- Sertifikasi internasional Study Skill : Mind Map, Speed reading, & Memory (Tony Buzan)
Pekerjaan:
- International Certified Trainer
- Konsultan Kreativitas, Inovasi dan Pendidikan