Sahruni Menjaga Hutan Adat di Tanah Kelahiran
Sahruni alias Jahan menanam pohon dan berpatroli menjaga hutan adat sukunya. Baginya, hutan adalah sumber ketenangan dan kesejahteraan ia dan sukunya, Suku Dayak Paser Mului.
Nama kecilnya Jahan. Ia tak tahu pasti tanggal, bulan, dan tahun dirinya lahir. Yang ia tahu, ia lahir di hutan, tempat ia dan sukunya tinggal dan memenuhi kebutuhan hidup. Kini, ia masih tinggal di sekitar tanah kelahirannya dan rutin berpatroli untuk memastikan tak ada yang mengganggu hutan adat Suku Dayak Paser Mului.
Dengan membawa tengkalang (tas rajutan rotan) di punggungnya, Jahan melangkah di jalan setapak. Sesekali ia mengempaskan parang untuk membersihkan rumput yang meninggi. Sambil berjalan, matanya menyelisik ke sekeliling. Ia berhenti beberapa kali untuk memastikan sesuatu. “Siapa tahu ada orang luar atau ada pohon yang rusak,” kata pria kekar itu, Sabtu (13/3/2021).
Jahan dipercaya oleh orang kampungnya sebagai salah satu anggota Tim Patroli Hutan Adat milik Suku Dayak Paser Mului. Sebab, ia salah satu tokoh yang aktif melakukan penghijauan kembali di kampungnya. Selain itu, ia juga kerap menjadi pendamping bagi para peneliti yang melakukan observasi ke hutan adat suku Dayak Paser Mului.
Siang itu, Jahan mengajak Kompas ke Sungai Mului, sumber air Jahan dan sukunya. Jahan fasih sekali menyebutkan berbagai jenis tumbuhan di sekitarnya. Ia berjalan ke salah satu tepian. Ia tunjukkan rotan yang masih hijau. Jahan bilang, rotan amat penting bagi sukunya.
“Ini bisa dipakai untuk membuat tas rotan, untuk tali pengusir burung di sawah, untuk ikat-ikat, dan bahan rajutan. Ini kuat sekali,” kata Jahan.
Selain itu, Jahan juga menunjuk beberapa pohon khas yang tumbuh alami di sekitar Sungai Mului, seperti ulin, meranti, kapur, ruwali, bungur, dan sungkai. Jahan bercerita, di tepi sungai itulah kampung lama ia dan sukunya berada. Seingat Jahan, setidaknya selama ia hidup, sukunya sudah berpindah kampung empat kali.
Pada 2002, Pemerintah Daerah Paser meminta mereka menetap di daerah yang mudah dijangkau. Akhirnya, di tahun yang sama, mereka pindah dari tepi sungai Mului ke sebuah bukit, berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Sungai Mului. Tempat itulah yang mereka tinggali hingga kini dengan nama administrative Desa Swan Slotung, Kecamatan Muara Komam, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Menanam
Setelah kampung lama ditinggalkan, Jahan menanam puluhan pohon di kampung itu. Bibit pohon itu ia dapat dari hutan alami di sekitar kampung. Ia tanam sejumlah pohon menggaris, bungur, dan sungkai. Ia dan sejumlah warga rutin menengok kampung lama itu untuk sekadar membersihkan rumput liar di sekitar bibit pohon. Selain itu, mereka juga memastikan pohon yang mereka tanam tumbuh dengan baik.
Biar kampung lama kembali lagi jadi hutan. Jadi, kami bisa ambil manfaat. Tawon hutan suka bikin sarang di pohon menggaris. Madunya bisa orang kampung ambil
“Biar kampung lama kembali lagi jadi hutan. Jadi, kami bisa ambil manfaat. Tawon hutan suka bikin sarang di pohon menggaris. Madunya bisa orang kampung ambil,” kata Jahan.
Siang itu, kampung lama sudah ditumbuhi pohon, rumput liar, dan tumbuhan lain. Tinggi pohon beragam, antara 5-15 meter. Jahan bilang, sebagian besar pohon itu tumbuh alami. Setidaknya, ia dan warga lainnya sudah menanam lebih dari 20 pohon di kampung lama itu.
Setidaknya, ia berkeliling satu kali dalam sebulan untuk memantau hutan adat seluas 7.296 hektar tersebut. Jahan tak hanya berpatroli di kala langit terang. Beberapa kali ia melakukan patroli saat langit gelap. Patroli juga biasanya ia lakukan sambil berburu.
Sekali berpatroli, ia biasanya berjalan kaki antara enam hingga delapan jam. Setidaknya, ia berjalan di batas hutan adat untuk memastikan tak ada aktivitas orang luar atau perusahaan yang menebang tanpa izin adat. Ia membawa kamera saku digital untuk memotret kondisi hutan adat yang ia pantau. Gambar itu sebagai laporan untuk warga kampung.
Tak semua bagian hutan adat bisa ia pantau dalam sekali berpatroli. Untuk itu, ia bergantian dengan anggota patroli lain. Anggota lain akan berpatroli di wilayah yang belum diawasi oleh Jahan. Jika mendapati orang luar menebang pohon tanpa izin, orang tersebut akan dibawa ke kampung dan akan dikenakan sanksi adat.
Hutan Adat suku Dayak Paser Mului diperjuangkan sejak tahun 1995 dengan didampingi Yayasan Padi Indonesia. Tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Paser mengeluarkan peraturan daerah yang berisi pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat Dayak Paser Mului. Tahun 2020, hutan adat Mului diverivikasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk ditetapkan sebagai hutan adat.
Dengan perjuangan panjang untuk mendapatkan pengakuan hutan adat itu, Jahan dan Suku Dayak Paser Mului tak mau hutan adat mereka digunakan semena-mena lagi setelah perusahaan kayu menguasainya pada 1985 sampai 1995. Sebagian hutan adat mereka adalah Kawasan Hutan Lindung Gunung Lumut dengan puncak tertingginya sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl).
Pada ketinggian sekitar 900 mdpl, lumut sudah mulai terlihat tumbuh di batang pohon dan batuan gunung itu. Pada 2006, Jahan menemani peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Tropenbos International Indonesia di Gunung Lumut.
Dari para peneliti itu, Jahan semakin yakin bahwa hutan adat mereka amat penting bagi kehidupan. Dari mereka, Jahan mengerti, sedikitnya ada 160 jenis burung di kawasan adat mereka, beberapa yang terkenal adalah burung berparuh besar langka dan dilindungi, yakni enggang atau rangkong.
‘Jahan’ dalam bahasa Dayak Paser Mului berarti ‘sekitar’. Ketika kecil, ia kerap sakit rampa-rampa atau demam. Saat pemerintah melakukan pendataan penduduk, keluarga memutuskan agar nama Jahan diganti dengan Sahruni karena terdengar lebih islami. Sebab, sejak tahun 1950-an, sejumlah suku dayak di sana memeluk Islam. Saat pencatatan, tanggal lahirnya hanya mengandalkan ingatan sang ibu.
Namun, hanya satu yang ia bisa jawab pasti terkait kelahirannya, yakni tempat lahir. “Di hutan sini,” jawabnya tegas. Sesuai namanya, Sahruni artinya rambut. Laku pria kekar itu seperti helai rambut yang terus tumbuh. Sahruni alias Jahan, yang tak pernah tamat sekolah itu, merawat pertumbuhan di Hutan Adat Suku Dayak Paser Mului.
“Kalau hutan bagus, hidup tenang. Kita bisa berladang, bisa berburu, dan bisa minum karena air juga pasti bersih. Untuk kami dan anak-cucu,” kata Jahan.
Sahruni
Lahir: Kabupaten Paser, 3 Maret 1968
Profesi: Petani dan Anggota Patroli Hutan Adat Dayak Paser Mului