Puisi-puisi Hasan Aspahani
Hasan Aspahani lahir 1971 di Kutai Kartanegara. Menerbitkan buku puisi, novel, biografi. Menang Anugerah Hari Puisi dan Penghargaan Sastra Badan Bahasa 2018.
Ode pada Kopi
SEBELUM aku
menegukmu,
penuhkan dirimudi mulutku,
seperti
seluruh tubuhmu
adalah lidah liar
bergerak buas,
di lidahku,
tak puas
menjelajahi
langit-langit di
ruang mulutku.
Aku mencandu.
Mencandui kamu.
Kamulah
rangkuman bumi,
jejak tanah, dan air,
udara, dan api.
Dan terutama
kamulah:
_____ jejak waktu.
Kamulah
penempuh geografi,
interniran yang lari,
menjauhi surga,
mengukur panjang
jalan darah,
dan terutama
belokan-belokan
sejarah.
Penera batas negeri.
Kamulah
jejak saksi
penyaksi
kolonialisasi,
benih asing
tumbuh atas
derita kami,
neraka dan nirwana
di tubuh dan
ingatan kami.
Sebelum mereka
menyeduhmu,
sebelum kamu
menggila
dalam tubuhku,
membius aku
dengan aroma wangi
darah hitammu
dan seluruh
tubuhmu.
Wangi dari tubuh
yang dipersembahkan
di altar pembakaran.
Dengan asap dari
dengus tekanan tinggi
mesin espresso.
Atas perintahku.
Aku merindu.
Merindui kamu.
Sebelum sampai
aku pada giliranku,
dipanggil sesuai
nomor pesanan
di tanganku.
”Atas nama
Max Havelaar!
Silakan...” kata barista
dari balik bar.
Aku berdiri
berjalan sempoyongan
seperti buruh kasar
pekerja tanam paksa,
ke arah suara,
berpura-pura
menjadi diriku
sendiri.
Sebelum maut
menegukku,
sebelum hukuman
mati dijatuhkan oleh
kehidupan atas diriku,
barangkali tak
berlebihan jika
keinginan
terakhirku adalah
mati dengan sedikit
bergaya, ___ dengan
segelas kopi,
segelas kamu,
yang telah seteguk
kuteguk, sebagai
kenikmatan, semacam
(yah, katakanlah...)
kecupan terakhir
bagiku.
(2022)
Baca juga: Puisi-puisi Eko Setyawan
Temannya Temanku
: Khalish Abniswarin
TEMANNYA
temanku
badut trotoar.
Baru saja
berkenalan
di jalan Tunjungan.
Temanku menyimak
dan mendengarkan
apa yang diceritakan
teman barunya itu.
Jawaban dari
pertanyaan-
pertanyaan
temanku:
Apakah warna
hidupmu seramai
belang-belang
rambutmu
yang palsu?
Apakah nafasmu
tak tercekik
oleh dasi itu?
(Benda yang
dia sendiri
tak betah bila
harus
memakainya).
Temannya
temanku
badut jalanan.
Dia melucu agar
kota tertawa, dan
ada tangis
yang bisa ia
batalkan.
Temannya
temanku,
teman baru yang
mengingatkannya
pada teman-temannya
yang lama, teman dari
temannya teman
temannya.
(Ujar habar
bubuhannya itu
mulai ramai
berdatangan ke
kawasan ibukota
Nusantara)
(2022)
Temanku yang Setia, 1
TUGASMU menggodaku
agar aku mengejarmu
ke arah puncak itu
kalau aku tak sabar
kalau kau kuabaikan
melingkar-lingkar saja
di jalan rendahan
kau akan tinggalkan aku
aku akan kehilanganmu
kalau aku terus mendaki
kau akan jadi temanku:
memanduku di sepanjang
___ jalan sibakan
___ jalan ketinggian
___ jalan penghubung
___ jalan rintisan
___ jalan terusan
___ jalan kehilangan,
dan jalan penemuan
kau akan jadi temanku
yang senantiasa setia
sepanjang perjalanan.
Temanku yang setia, 2
TEMANKU ada
di antara pintu dan
jendela, dinding
dan lantai, bubungan
dan tiang, teras dan
pagar rumah, ketika
aku berangkat dan
kembali.
Temanku ada di
antara ranting dan
tangkai, akar dan
banir, batang dan
cabang, bunga
dan buah, ketika
aku memetik dan
menanam.
Temanku ada
di antara laut
dan rawa, hutan
dan rapukan, sawah
dan taradakan,
gelombang dan
luluk, cahaya dan
bayangan, ketika
aku melepas dan
menambatkan.
(2022)
Baca juga: Puisi-puisi Pilo Poly
Temanku yang Setia, 3
TERLALU ramai
di sini, kita menyisih saja
dahulu, sebentar
ke bait-bait panjang,
sebelum kalimat
dituliskan kembali,
sebelum kata-kata
dan kefanaan itu
dipertemukan lagi.
Temanku dan
aku, dari jauh saja
saling memberi isyarat,
di mana kami akan
bertemu berikutnya, apa
yang akan membuat
pertemuan kami
makin mempererat
pertemanan kami.
Temanku pendengar
setia ceritaku, penyimak
sabar keluh-kesahku,
penasihat bijakku,
pemberi petunjukku,
pengoleksi coret-coret
sketsaku, penghasut
saat aku ragu-ragu
membolos dari
kebosananku, penadah
segala yang kurampas
dari mimpi gelapku.
(2022)
Temanku yang Setia, 4
YANG selalu
ada bersamaku,
tapi dia bukan
bayanganku,
selalu ada dia,
dalam gelap
dan terang
hari hidupku.
Yang selalu
lekas menjawab
pertanyaan
yang pelik dan
tak segera bisa
kupahami, atau
yang bahkan
belum kuajukan.
Yang selalu
mengapungkan
aku di sungai
deras, lebar, dan
dalam, yang harus
kurenangi sampai
ke kemudian, ke
seberang tepian.
(2022)
Catatan Masa Kanak, 1
DI cermin kaca
tanpa bingkai
di kamarnya dulu
ada tulisan kecil
dengan spidol
__ : sudahkah
kamu puisi
hari ini?
Setelah
tahun-tahun
besar, ia pergi,
keluar-masuk
ribuan kamar,
di setiap
cermin yang
membayangkan
bayangannya,
di tempat wudlu
musala, toilet
terminal, atau
pusat belanja
dia selalu melihat
tulisan itu,
tulisan yang
mendesak-desak,
yang makin
sulit ia pastikan
__ : sudahkah
kamu puisi
hari ini?
(Dia penasaran
di mana anak kecil
yang menuliskan
kalimat tanya
yang tak jelas
di cermin kaca
di kamarnya
dulu itu.)
(2022)
Baca juga: Puisi-puisi Emi Suy
Catatan Masa Kanak, 2
DI bawah pohon
nangka belanda
di halaman
rumahnya,
seharian,
ia gali sumur kecil,
selingkar roda
sepeda mininya.
Hingga sedalam
tongkat pramuka.
Memancarlah air,
mula-mula keruh,
lama-lama menjadi
sejernih ikan
cermin-cerminan.
Pada petang harinya
ia mandi sambil
siul-siul senang,
di sumur kecil itu,
lalu baca niat
ambil air
sembahyang.
Pohon itu
tak ada lagi,
sumur itu juga
kini tak ada lagi,
hanya tinggal
tubuhnya yang
membayangkan
sejuk petang,
sejuk air mandi,
sejuk air sembahyang,
tubuh dengan
wudlu yang batal,
dan ribuan kali
ia ambil lagi,
dengan air
dari sumur
yang tak
ia kenali.
(2022)
Catatan Masa Kanak, 3
DIA dan
teman-temannya
suka melemparkan
bongkah tanah kering
ke arah laut,
seperti umpan,
memancing
gelombang.
Dia dan
teman-temannya
suka mematah-
matahkan
ranting bakau,
menancapkannya
di pasir pantai,
seperti titik unting,
yang harus
dicapai tangan
gelombang.
Dia dan
teman-temannya
suka menghadang
datangnya
gelombang,
menendang-
nendangnya
seperti bola besar
yang dioper laut
ke arah mereka.
(2022)
Catatan Masa Kanak, 4
BILA pagi hari
lucu sekali matahari
ia tarik bayanganku
sehingga menjadi
panjang sekali.
Bila siang hari
iseng sekali matahari
ia kucak-kucak rambutku
seperti mencari
tempat sembunyi.
Bila petang hari
matahari ikut duduk
di pantai, dia penasaran
ikan apa yang memakan
umpan di mata kailku.
Bila malam hari
bulan melongok ke balik
bumi, mencari jawaban
untukku, di sana apa yang
sedang dilakukan matahari.
(2022)
Catatan Masa Kanak, 5
JALAN ke
pelantar itu
dekat saja,
beberapa kali
mengulang
hapalan dasar
perkalian.
Tiang nibung
di pelantar itu
menera tinggian
naik turun pasang,
pemegangan
tali tambatan
perahu kawan
nelayan.
Jalan ke
pelantar itu
jauh sekali,
perahu terlepas
tali, tersesat
dalam kalkulasi
rumit hitungan
astronomi.
(2022)
Baca juga: Puisi-puisi Fakhrunnas MA Jabbar
Catatan Masa Kanak, 6
APA warna
masa kecilmu?
Seperti warna
kenangan.
Putih kulat
di pangkal
handayang,
hitam ulin tua
batur kuburan.
Kuning kepala
kumbang kayu,
kuning mahkota
kembang waluh.
Biru mantel
raja udang,
hijau jubah
serindit
kalimantan.
Jingga bungkus
permen susu,
jingga warna
mangga kasturi.
Merah insang
ikan selangat,
merah usus
ban sepeda,
warna jantung
pisang.
Biru gulungan
tali nilon,
biru cat bilah
papan perahu.
Apa warna
masa kecilmu?
Seperti warna
kehidupan.
(2022)
Catatan Masa Kanak, 7
SEORANG
anak berlari dari
dalam diriku
ke seberang waktu
(seseorang di sana
___ menunggu)
di tangannya mainan
yang dulu aku pernah
ingin benar punya
Seorang anak
tertinggal (dan menangis),
di dalam diriku
kami pegang erat-erat
gagang pintu yang jabuk
(pada satu tangan)
dan tubuh waktu yang
amat licin itu ... (pada
tangan yang lain)
(2022)